sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Wisuda TK-SMA: Menorehkan kenangan atau sekadar selebrasi jor-joran?

Prosesi wisuda pada jenjang pendidikan TK hingga SMA mulai menuai kontra.

Kartika Runiasari
Kartika Runiasari Minggu, 25 Jun 2023 11:16 WIB
Wisuda TK-SMA: Menorehkan kenangan atau sekadar selebrasi jor-joran?

“Kembalikan wisuda hanya untuk yang lulus kuliah. TK, SD, SMP, SMA tidak perlu wisuda!” demikian narasi yang menyeruak beberapa hari terakhir di linimasa media sosial.

Awal bulan Juni hingga pertengahan memang menjadi salah satu periode penting dalam dunia pendidikan. Masa ini adalah ujung tahun pembelajaran yang menjadi momen kelulusan dan kenaikan kelas pada jenjang pendidikan usia dini (PAUD), Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Narasi menolak prosesi wisuda sebelum pendidikan tinggi ini tak lain karena masalah biaya. Banyak orang tua yang merasa keberatan karena kembali dipungut biaya hingga ratusan ribu untuk puncak acara kelulusan ini. Mulai dari keperluan sewa/beli baju toga, kebaya, make up hingga pernak-pernik lainnya.

Padahal di saat yang sama, orang tua dihadapi kebutuhan untuk biaya daftar ulang kenaikan kelas atau bahkan biaya masuk ke sekolah jenjang berikutnya. Tentu saja, biaya di luar kebutuhan pokok sekolah ini dirasa menjadi beban tersendiri bagi sebagian orang tua.

Belum lagi, prosesi wisuda TK-SMA kerap digelar dengan meriah dan bahkan terbilang jor-joran. Hal ini terlihat dari venue acara selain di sekolah, seperti gedung atau bahkan hotel. Termasuk di dalamnya konsumsi untuk hadirin yang datang hingga suvenir untuk para siswa yang lulus.

Seperti halnya dikisahkan Rosdianah (38) seorang wali murid siswa kelas 5 sebuah SD swasta di daerah Bogor, Jawa Barat. Meski putra semata wayangnya belum waktunya lulus SD, namun sekolah meminta setiap siswa dari kelas 1 sampai 5 membayar sejumlah uang.

“Dipungut Rp175.000 buat acara wisuda, sewa gedung, dan macam-macam. Padahal ini adik kelas bukan siswa kelas 6 yang mau lulus, jadi sempat jadi perbincangan,” katanya saat berbincang dengan Alinea.id, Selasa (20/6).

Ilustrasi. Unsplash.com.

Sponsored

Sementara itu, untuk kelas 6 sendiri harus membayar sekitar Rp2,1 juta untuk persiapan kelulusan mulai dari biaya ujian hingga acara wisuda kelulusan. Jumlah ini di luar uang kegiatan yang juga biasa dipungut oleh SD Islam Terpadu tempat anaknya belajar.

Menurut Dian, demikian ia akrab disapa, prosesi kelulusan termasuk wisuda sebenarnya tidak melulu membebani orang tua. Acara yang seharusnya menjadi kenangan bagi para siswa dan orang tua itu, kata dia, bisa dibuat tanpa merepotkan wali murid.

“Ada dua jenis sekolah, yang membebani misalnya biaya yang tinggi dan melibatkan orang tua untuk menggarap acara wisuda atau perpisahan. Ada juga sekolah yang fasilitasi kegiatan ini. Tergantung balik lagi gimana sekolah mengemasnya,” bebernya yang juga seorang tenaga pendidik di sebuah TK daerah Tangerang Selatan ini.

Dia pun menceritakan, di sekolah tempatnya mengajar, keterlibatan orang tua untuk menggelar acara perpisahan sangatlah minim. Pasalnya, acara yang kerap menjadi ajang kreativitas ini sepenuhnya digarap oleh jajaran guru. Termasuk merancang susunan acara dan melatih anak-anak untuk pentas pada hari spesial tersebut.

“Jadi orang tua tinggal datang, duduk manis. Beda di SD anak saya, orang tua ikutan bikin acara, siapin semuanya,” ungkap warga Tangerang Selatan ini.

Dian pun memaparkan TK tempatnya mengajar sudah melakukan perpisahan sekolah dengan prosesi wisuda sejak tahun 2011 silam. Meski tidak terlalu resmi, acara ini dibuat sebagai bentuk apresiasi pada proses belajar anak didik. Namun, biaya wisuda ini sudah termasuk pada biaya masuk sekolah yang dibayar di awal tahun.

“Sekolah mau ngadain kegiatan apapun, semua sudah bersih. Toganya dipinjemin, konsumsi, acara dan sebagainya semua dari sekolah,” paparnya.

Meski demikian, seringkali orang tua justru berinisiatif menyiapkan cinderamata untuk jajaran guru dan staf sebagai kenang-kenangan. Hal ini biasanya dilakukan dengan sistem patungan. Adapun biaya sekolah yang dibayar di awal tahun sudah termasuk semua kegiatan sekolah termasuk wisuda. 

Prosesi wisuda Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Youtube PAUD Elkana Tegal.

Sejauh ini, tambahnya, sebanyak 64 wali murid TK kelas B yang lulus tidak ada yang mengeluh karena gelaran wisuda ini. Pasalnya biaya hingga kebutuhan kecil seperti suvenir, foto angkatan hingga buku tahunan sudah dibayar di awal.

Sebagai seorang guru, Dian menilai acara wisuda atau sebut saja perpisahan juga masih diperlukan. Momen ini menjadi ajang flashback perjalanan anak didik sejak memasuki dunia pendidikan pertama kali. Bagaimana anak bisa bertransformasi dari semula nangis ketika ditinggalkan orang tua di sekolah hingga kini menjadi mandiri.

“Ini lumayan bikin mata ngembeng sih karena jadi momen yang mengharukan,” ungkapnya.

Pendapat senada juga diungkapkan pemerhati anak Awam Prakoso. Pendiri Kampung Dongeng ini bilang, wisuda atau apapun namanya masih sangat diperlukan bagi anak-anak maupun remaja meski belum masuk perguruan tinggi. 

“Pro kontra itu biasa, sepanjang yang saya datangi saat kelulusan sepertinya sih lebih banyak pentas seni, ada baca puisi, drama, mendongeng termasuk wisuda yang diselipkan,” ungkapnya dalam postingan di instagramnya @awamprakoso. 

Menurutnya, prosesi ini sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Pemberian namanya pun berbeda-beda di setiap sekolah. Bisa berupa acara perpisahan, pentas seni, wisuda, penamatan, maupun akhirussanah. “Saya sendiri terkenang saat acara kelulusan banyak orang tua yang menitikkan air mata terharu melihat perkembangan anaknya,” ungkapnya.

Dia bilang, memang ada beberapa pihak yang menilai wisuda TK-SMA tidak diperlukan tapi jangan dianggap hanya universitas atau perguruan tinggi saja yang bisa menggelar wisuda. “Jangan lupa kalau enggak semua anak bisa melanjutkan pendidikan sampai ke perguruan tinggi karena semua jenjang adalah proses yang mengharukan,” sebutnya yang dikenal sebagai pendongeng ini. 

Karenanya, ia pun tidak mempermasalahkan acara wisuda digelar pada TK sampai SMA. Asalkan, acara dibuat sekreatif mungkin dan tentu saja biayanya tidak memberatkan orang tua. 

Di sisi lain, Infant-Toddler Specialist Endinda Krista dalam akun instagramnya @kristaendinda menilai prosesi wisuda tak lepas dari nilai filosofi yang tinggi. Di mana wisuda disimbolkan dengan pemindahan tali toga dari kiri ke kanan. 

“Ini menyimbolkan tuntasnya masa belajar dan masuknya ke dunia kerja, tali di kiri menandakan dunia akademis yang menggunakan otak kiri sebagai otak berpikir ke kanan yang menandakan setelah lulus masuk ke dunia kerja yang banyak menggunakan otak kanan yaitu otak imajinasi, inovasi dan kreativitas,” beber Co-Founder mamaguru.co ini.

Ilustrasi Unsplash.com.

Karenanya, ia menyoroti jika anak TK diwisuda apa yang menjadi esensinya? Anak TK jelas masih belum selesai masa belajarnya. Perjalanan pendidikan anak pun masih panjang. “Mama Papa boleh bangga pada prosesi wisuda TK tapi banggalah pada prosesnya selama di TK,  jangan bangga karena selebrasi wisudanya,” ungkap dia.

Dia bahkan menilai orang Indonesia seringkali terjebak pada kemeriahan selebrasi yang sebenarnya hanya berlalu dalam sehari. Misalnya, pesta pernikahan yang dirayakan dengan megah dan menghabiskan biaya ratusan juta namun pernikahan justru berujung tidak bahagia.

“Padahal habis menikah perjalanan masih panjang dan bahkan lebih penting dari perayaannya. Bayangkan juga di TK udah jor-joran (wisuda), ternyata pas SD malas-malasan belajar, SMP sering bolos dan SMA enggak mau lanjut kuliah percuma kan wisuda TK jor-joran,” ingatnya.

Menanggapi hal ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pun sudah buka suara. Kementerian di bawah Nadiem Makarim ini menegaskan kegiatan wisuda tak wajib untuk tingkat PAUD, TK, hingga SMA.

Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor 14 Tahun 2023 tentang kegiatan wisuda pada satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar, dan satuan pendidikan jenjang pendidikan menengah, yang diteken Jumat (23/6).

“Dengan hormat kami mengimbau saudara untuk memastikan satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar, dan satuan pendidikan jenjang pendidikan menengah, di wilayah kerja saudara tidak menjadikan kegiatan wisuda sebagai kegiatan yang bersifat wajib," demikian surat edaran itu.

Kemendikbud Ristek juga meminta pelaksanaan kegiatan wisuda dari tingkat PAUD, TK, SD, SMP, hingga SMA tak membebani orang tua. Selain itu satuan pendidikan diimbau melibatkan orang tua dengan mendiskusikan kegiatan yang akan digelar di sekolah. Ini sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.

Prosesi wisuda Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Youtube PAUD Elkana Tegal.

Untuk mewujudkan hal ini, Kemendikbudristek meminta kepala dinas pendidikan di provinsi, kabupaten atau kota, melakukan pembinaan kepada seluruh satuan pendidikan di wilayahnya.

Skala prioritas

Bicara mengenai pendidikan memang tidak lepas dari biaya yang bergantung pada preferensi sekolah. Selain sekolah negeri ada pula sekolah swasta yang memiliki jenjang biaya berbeda-beda di setiap wilayah Indonesia. Perencana Keuangan Mike Rini menyebutkan setiap orang maupun keluarga memiliki goals atau tujuan perencanaan keuangan yang berbeda-beda.

Namun yang pasti, setiap tujuan keuangan itu harus dipisahkan menjadi hal yang menjadi prioritas atau hanya untuk memenuhi gaya hidup. Perencanaan keuangan untuk prioritas, kata dia, seperti dana pendidikan, membeli rumah, atau dana pensiun. Selain prioritas ada pula perencanaan keuangan untuk kebutuhan gaya hidup sebut saja seperti liburan. 

“Semua boleh kok kita capai dengan cara alokasi melalui menabung atau investasi secara rutin tiap bulan atau setiap mendapat penghasilan,” jelasnya kepada Alinea.id, Jumat (23/6).

Nah, dalam menyiapkan dana pendidikan ini masing-masing orang tua maupun keluarga tentu memiliki pilihan yang sesuai dengan target pendidikan hingga kemampuan biaya. Persiapan dana pendidikan ini, kata dia, merupakan investasi jangka panjang yang terdiri dari tahapan-tahapan jenjang pendidikan si anak.

“Jadi secara total jika waktu investasinya panjang 10 sampai 15 tahun, tergantung usia masuknya anak. Dan dananya bisa dibagi-bagi misal saat anak umur 11 tahun, dana pendidikan bisa dicairkan untuk masuk SMP, 3 tahun lagi dicairkan untuk masuk SMA,” ungkapnya.

Karena itu, dana pendidikan ini sudah memperhitungkan semua kebutuhan pendidikan dalam jangka panjang termasuk kebutuhan untuk biaya wisuda. “Jadi dana itu termasuk kesitu, rencananya harus dengan baik karena jangka panjang kalau enggak direncanakan bagaimana dana kuliah anak nantinya,” sarannya.

Meski demikian, Mike menilai sah-sah saja jika seseorang juga menganggarkan dana untuk gaya hidup seperti liburan. Asalkan, dana untuk kebutuhan prioritas sudah dipisahkan terlebih dahulu. Pasalnya, setiap orang memiliki tingkat penghasilan yang berbeda dan pasti terbatas. 

“Jadi kemampuan untuk menabung dan investasi untuk capai prioritas dan gaya hidup mesti dikompromi,” tambahnya.

Dia menekankan jika memiliki dana terbatas maka yang harus diutamakan adalah prioritas. “Andaikan kita punya dana yang masih lumayan fleksibel kalau untuk persiapan dana pendidikan, kita masih bisa sisihkan 10%, dari gaji kita yang masih mampu sisihkan 30% untuk nabung dan investasi.  Masih ada 20%, ambil 5% buat jalan-jalan akhir tahun masih ada 15%, 70% untuk biaya hidup sehari-hari,” hitungnya.

Sebaliknya, jika pendapatan pas-pasan, maka 70% untuk biaya hidup sehari-hari, dan 30% untuk dana pendidikan anak dan dana pensiun.
 

Berita Lainnya
×
tekid