Situs-situs web pemerintah belum berintegrasi menginformasikan Covid-19
Menurut teori jaringan aktor, situs web merupakan produk teknologi yang menjadi wujud artifisial, yang bertindak atau merepresentasikan organisasi, selayaknya dilakukan oleh aktor di dunia nyata.
Teori jaringan aktor terkait dengan komunikasi simetri bisa mengutip dari konsep Bruno Latour tentang "following the actor" dalam buku Reassembling the Social (2005). Dinyatakan bahwa komunikasi simetri dilakukan melalui penautan atau pengutipan informasi dari situs web yang satu kepada situs web yang lain.
Itulah landasan teori yang digunakan oleh Heryna Oktaviana Kurniawati dalam karya ilmiah 'Jaringan Hyperlink Informasi Pandemi pada Organisasi Pemerintah: Studi Komunikasi Simetri pada Situs Web Pemerintah Terkait Isu Covid-19 Menggunakan Hyperlink Network Analysis (HNA)'.
"Saya melakukan penelitian ini dengan metode digital karena relatif untuk penelitian digital itu mudah dilakukan, kemudian cepat dan relatif murah. Karena untuk beberapa software, itu bisa kita dapatkan dengan gratis. Sementara beberapa lainnya memang ada yang sudah berbayar," ungkapnya.
Misalkan tertarik untuk melakukan penelitian digital, penelitian ini bisa dilakukan, pertama, dengan mencari berbagai software yang memang cukup sesuai dengan apa yang menjadi tujuan penelitian. Seperti kalau mau meneliti tentang SMNA (Social Media Network Analysis), bisa menggunakan Netlytics.
Metode digital itu sendiri sebenarnya dilakukan untuk mempelajari perubahan masyarakat dan kondisi budaya dengan data online. Jadi, apa yang dilakukan sebenarnya dalam penelitian digital adalah meneliti jejak-jejak digital baik berupa hyperlink, text, kemudian posting di media sosial, dan sebagainya.
Kemudian diteliti bagaimana objek tersebut diperlakukan dengan metode yang dibangun ke dalam perangkat online. Misalnya bagaimana komunikator dan komunikan diidentifikasi melalui parameter atau level analisis yang tersedia pada software yang digunakan.
"Misalnya di sini kita gunakan level analisis untuk struktur jaringan, harus memahami dulu konsepnya. Apa yang disebut dengan densitas, diameter, begitupun untuk level kelompok dan level aktor," ujar Heryna, alumni Pascasarjana Komunikasi Universitas Indonesia (UI), dalam serial seminar nasional Departemen Ilmu Komunikasi (Ilkom) Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) UI, Jumat (3/6).
Penelitian Heryna menggunakan metode HNA, merupakan pengembangan dari SNA (Social Network Analysis). Namun, kalau di SNA fokusnya pada pola hubungan antarorang atau organisasi atau negara. Di HNA, yang diteliti adalah jaringan komunikasi antara situs webnya.
"Sebagaimana tahap penelitian yang saya lakukan, kebanyakan penelitian digital melakukan tahapan seperti ini. Pertama, kita tetapkan dulu objek penelitiannya. Kemudian kita crawling datanya melalui software. Kemudian dilakukan analisis dan visualisasi. Terakhir, kita lakukan penarikan kesimpulan," gamblangnya.
Heryna meneliti situs web pemerintah pusat, situs web pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah yang memang berkaitan langsung dengan informasi pandemi Covid-19. Dia mengidentifikasi situs-situs web yang menggunakan kata Covid atau Corona sebagai bagian dari alamat situs webnya. Misalnya covid19.go.id, kemudian covid-monitoring.kemkes.go.id, dan sebagainya.
"Mengenai jaringan yang diteliti, sebenarnya kita bisa membuat model jaringannya sesuai dengan apa yang kita butuhkan," kiatnya.
Heryna membuatnya menjadi tujuh model, sehingga tercipta beragam variasi. Misalnya untuk model A, seluruh situs web mulai dari situs web pemerintah pusat hingga pemerintah daerah dan provinsi. Namun yang model B dilakukan hanya untuk pemerintah provinsi saja dan sebagainya. Sampai dengan model G.
Temuan yang didapatkan Heryna, pertama, adalah bahwa relasi antara hyperlink situs web organisasi pemerintah yang memiliki similaritas nilai dan tujuan terbukti dapat membentuk jaringan hyperlink sebagai suatu jaringan isu, salah satunya untuk komunikasi informasi pandemi. Jadi, dari situs web yang diteliti bahwa mereka model A-B-C-D-E-F-G sebenarnya membentuk jaringan hyperlink informasi pandemi.
"Seluruh situs web yang dimasukkan di sini, saat dianalisis, merupakan jaringan pandemi. Kemudian, kedua, adalah untuk situs covid19.go.id sendiri yang merupakan situs web pemerintah pusat di sini terlihat bahwa tidak cukup baik untuk memberikan informasi kepada situs web lainnya agar bisa menavigasi situs-situs web lainnya untuk mendapatkan informasi dari dia," katanya.
Artinya bahwa situs web covid19.go.id kebanyakan tidak mengambil informasi dari situs web pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat. Namun situs web ini mengembangkan sendiri, memasukkan informasinya sendiri, dan di sini terlihat dari dia hanya berlaku sebagai komunikator. Sedangkan sebagai komunikan, dia tidak melakukan fungsi tersebut.
Berikutnya terlihat bahwa infrastruktur jaringan telah tersedia untuk integrasi sistem informasi. Diameter jaringan atau bagaimana situs web yang satu dengan situs web yang lain saling berkaitan, jaraknya dekat, artinya pemerintah sebenarnya sudah menyiapkan infrastruktur jaringan yang baik agar pemerintah pusat hingga pemerintah daerah bisa saling terkoneksi. Hanya saja tidak dimanfaatkan dengan baik saat ini.
Kemudian, yang terakhir, adalah komunikasi simetri. Ini dilakukan pemerintah, tapi tidak secara efektif. "Di mana kita bisa mengetahui hal tersebut? Karena di sini kita tahu densitas jaringannya sangat kecil. Sementara kalau simetrinya sudah cukup baik, akan mendekati angka satu," tutur Heryna.
Kesimpulannya, pertama: Apakah pemanfaatan situs web sebagai jaringan isu dapat diterapkan oleh organisasi pemerintah? Jawabannya, ya. Organisasi pemerintah dapat memanfaatkan situs web organisasi untuk membentuk jaringan isu. Terlihat bahwa infrastrukturnya sudah baik, sudah disiapkan oleh pemerintah dengan baik. Hanya saja, mungkin saat ini, masih belum dimaksimalkan oleh organisasi-organisasi pemerintah untuk berintegrasi menyampaikan informasi yang harusnya diterima oleh masyarakat secara terintegrasi. Namun saat ini masih dilakukan secara masing-masing.
Kedua, bagaimana komunikasi simetri dalam situs web pemerintah ditunjukkan melalui kohesivitas struktur jaringan dan dominasi aktor dalam jaringan tentang isu Covid-19. Dapat terlihat rendahnya kohesivitas itu masih menunjukkan bahwa data memang belum terintegrasi. Dan sangat sulit terintegrasi, mungkin karena masih belum terbiasa antara situs web pemerintah yang satu mendapatkan informasi dari situs web pemerintah yang lain.
"Sebenarnya hal itu tidak baik dan harus mulai dipikirkan bagaimana nanti metodenya untuk saling berintegrasi membentuk satu sistem informasi yang memang sudah mencakup mulai dari pemerintah pusat sampai pemerintah daerah," pungkasnya.
Demikian, latar paparan hasil penelitian yang berjudul Jaringan Hyperlink Informasi Pandemi pada Organisasi Pemerintah: Studi Komunikasi Simetri pada Situs Web Pemerintah Terkait Isu Covid-19 Menggunakan Hyperlink Network Analysis (HNA) oleh Heryna Oktaviana Kurniawati.
Penelitinya memaparkan latar itu kepada audiens serial seminar nasional Departemen Ilmu Komunikasi (Ilkom) Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), Jumat (3/6).
"Pemerintah juga melakukan sosialisasi, komunikasi risiko itu juga, melalui, pertama, mereka punya yang namanya KCPPEN atau lembaga yang memang untuk menangani COVID-19 itu sendiri. KCPPEN punya situs web yang dibangun khusus yaitu covid19.go.id, di situ dipaparkan apa saja informasi yang perlu diketahui oleh masyarakat mengenai pandemi," kata Heryna.
Diakuinya, penelitian ini dia lakukan karena adanya metodologi penelitian yang memang saat ini masih jarang digunakan oleh peneliti-peneliti komunikasi, yaitu penelitian mengenai jaringan isu yang dibentuk melalui jaringan hyperlink.
"Jaringan hyperlink sendiri sebenarnya ada tiga: jaringan hyperlink sebagai jaringan isu, kemudian juga jaringan hyperlink untuk sitasi dan sebagainya. Dari hal tersebut, maka saya mengambil studi HNA yang cukup menarik untuk kita teliti dan objek kajiannya adalah bagaimana situs web pemerintah memaparkan mengenai informasi pandemi melalui jaringan hyperlink-nya," ujar Heryna.
Alumni Pascasarjana Komunikasi UI itu meneliti situs-situs web milik pemerintah baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun pemerintah provinsi. Bagaimana jaringan itu membentuk satu jaringan hyperlink yang memberikan informasi pandemi kepada masyarakat.
Tujuan penelitiannya adalah untuk mencari tahu bagaimana pemanfaatan situs web sebagai jaringan isu diterapkan oleh organisasi pemerintah. Serta, yang kedua, bagaimana komunikasi simetri dalam situs web pemerintah ditunjukkan melalui kohesivitas struktur jaringan. Dan dominasi aktor dalam jaringan hyperlink situs web organisasi pemerintah tentang isu Covid-19.
Teorinya, pertama, adalah bagaimana komunikasi yang dilakukan melalui media digital itu seharusnya menjadi komunikasi simetri dua arah. Sedangkan kebanyakan pemerintah atau humas pemerintah masih mempersepsikan bahwa komunikasi model komunikasi yang diterapkan melalui media digital itu hanya melihat bahwa media digital sebagai tools.
"Jadi, mereka masih menggunakan, misalnya model komunikasi propaganda, kemudian penyebaran informasi, dan model komunikasi simetris. Sementara masih sedikit dari Humas pemerintah yang memang telah menerapkan bagaimana model komunikasi simetri dua arah itu digunakan sebagai model komunikasi yang mereka gunakan melalui media digital," cetusnya.
Menurut Heryna, berbeda dengan institusi-institusi non-pemerintah atau perusahaan atau komersial, yang sudah lebih banyak menggunakan model komunikasi simetri dua arah. Di mana terlihat bahwa mereka misalnya menggunakan untuk kampanye tertentu, akan meminta feedback dari masyarakat atau pengguna yang hadir di situs web mereka.
"Sedangkan pemerintah masih sangat jarang yang terutama akan menindaklanjuti apa yang masyarakat sampaikan di situs web mereka. Masih sangat jarang sementara ini," sambungnya.
Menurut Heryna, model komunikasi simetri dua arah yang diharapkan adalah terjadinya komunikasi dialogis. Yang bisa dilakukan di media sosial untuk komunikasi dialogis itu, di antaranya adalah mention, kemudian retweet, reply, di media sosial.
"Maupun, kalau untuk situs web, kita bisa melakukan mengutip atau menautkan hyperlink di suatu situs web ke situs web lainnya. Atau misalnya kalau yang dilakukan secara direct adalah membalas pesan di kolom komentar situs web," ucap Heryna.
Tapi, orang kebanyakan masih melihat kebanyakan situs web itu sebagai tools. Jadi, paradigmanya melihat bahwa media sosial ataupun media digital hanya berupa tools atau media saja.
"Padahal seharusnya kita sudah harus mulai mengubah paradigma, bahwa situs web ataupun media sosial itu merupakan wujud organisasi artifisial di jaringan digital, sehingga situs web ataupun media sosial itu dapat merepresentasikan organisasi atau institusi di media digital. Sehingga apa yang kita sampaikan melalui situs web ataupun media sosial lainnya itu memang mencerminkan apa yang menjadi jati diri dari institusi itu. Itu akan berpengaruh pada reputasi institusi itu juga," tegasnya.
Penelitian Heryna menggunakan teori jaringan aktor. Karena menurut teori jaringan aktor, situs web itu merupakan produk teknologi yang merupakan wujud artifisial yang bertindak atau merepresentasikan organisasi selayaknya dilakukan oleh aktor di dunia nyata.
"Kemudian, komunikasi simetri itu, kalau menggunakan teori jaringan aktor, kita bisa mengutip dari konsep Bruno Latour tentang 'following the actor' dalam buku Reassembling the Social (2005), yang menyatakan bahwa komunikasi simetri dilakukan melalui menautkan atau mengutip informasi dari situs web yang satu kepada situs web yang lain," singkapnya.


