sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Waspada bila media membangun opini publik sendiri

Bila tidak memberitakan, dianggap menutupi fakta. Kalau menyampaikan kritik dinilai menyerang atau tendensius.

Arpan Rachman
Arpan Rachman Sabtu, 13 Nov 2021 09:36 WIB
Waspada bila media membangun opini publik sendiri

Isu lockdown sempat ramai dibincangkan sebagai topik hangat di masyarakat dari awalnya sebuah berita di harian Bisnis Indonesia (BI). Namun setelah menerima penjelasan Presiden di Istana Negara, pemimpin redaksi Maria Benyamin mengubah persepsi koran BI.

"Itu membuktikan bahwa kami tidak tendensius," katanya.

Sembari menambahkan, saat koran BI menyerukan lockdown, jangan dilihat isu itu digulirkan dengan tendensi tertentu. "Tapi harus dilihat bahwa dari isu yang diangkat ada beragam pandangan yang kita tempatkan. Proporsionalitas sangat kami kedepankan. Dan ketika media mengangkat dari titik pijak yang berbeda, itu menurut saya, harus menjadi sebuah kritikan untuk pihak yang merasa dikritik," bubuhnya, ditayangkan Youtube, Selasa (2/11), dalam Public Affairs Forum Indonesia digelar Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas).

Maria mengutip judul lagu lawas 'Benci Tapi Rindu' untuk mengandaikan hubungan antara media dengan narasumber, kadang-kadang akrab dan mesra. Tapi jika tulisan di media miring sedikit, narasumber kehilangan senyum untuknya. Dia menulis agak miring sebenarnya bukan juga sembarangan. Tentu ada dasar tulisan itu. Tetapi kemudian narasumber lalu melihat dengan pertanyaan mengapa. Bisa saja malah langsung merajuk tanpa senyum. Sekali menulis berita bagus akan disayang narasumber. Kalau beritanya jelek terasa ada narasumber yang benci, tapi sekaligus masih merindukan awak media.

"Padahal sebenarnya harus dilihat bahwa awak media sangat menepati proporsionalitas, itu sangat kami kedepankan. Sehingga apa yang kami angkat pun juga tidak yang kemudian punya tendensi tertentu atau kemudian juga hanya mengutamakan kepentingan-kepentingan tertentu. Saya bisa jamin untuk di Bisnis Indonesia -- saya tidak menjamin di luar sana -- sampai saat ini kami sangat mengedepankan berbagai perspektif dan sangat mengutamakan profesionalitas dari berbagai perspektif tersebut," imbuhnya.

Menurut Maria, di tengah ketidakpastian pandemi, gambaran media saat ini juga berhadapan dengan persepsi publik. Sebenarnya persepsi publik dihadapi media sejak lama, tetapi makin terjadi. Jika media memberitakan sesuatu maka akan dianggap publik menakut-nakuti. Bila tidak memberitakan, dianggap menutupi fakta. Kalau menyampaikan kritik dinilai menyerang atau tendensius. Tetapi, kalau menguji kinerja, dikatakan bahwa media pasti dibayar. Itulah yang terjadi.

"Suatu kali kami mengkritik. Lalu di media sosial terutama di Twitter ada saja yang menyampaikan pesan: 'Wah, ini punya kepentingan tertentu, ini menyerang!' Terutama oleh kelompok-kelompok sebelah buzzer. Giliran kami memuji, misalnya mengatakan keren, langka, patut diapresiasi. Tetap saja dinilai itu pasti ada maunya. Selalu begitu-gitu berhadapan sama persepsi publik. Tapi nggak masalah. Ini memang dari dulu persepsi publik seperti ini sudah pasti ada dan memang kami sadari bahwa di tengah pandemi sekarang ini kemudian makin lebih tajam lagi," kata Maria.

Sebagai pilar demokrasi, dilihatnya sekarang kondisi media secara keseluruhan memiliki tanggungjawab yang tentu saja tidak ringan juga. Di tengah wabah COVID-19, media turut berhadapan dengan krisis akibat pandemi tersebut. Pendapatan rata-rata media itu mengalami penurunan banyak, problem akibat pandemi, misalnya sirkulasi terganggu. Aturan PSBB kemudian orang tidak masuk kantor. Konsumen yang tadinya berlangganan terus, kemudian pindah ke digital. Itu kan mempengaruhi sirkulasi juga. Dunia usaha ikut tertekan, akhirnya mempengaruhi pengeluaran perusahaan. Alhasil, banyak juga upaya yang dilakukan media. Media melakukan efisiensi,  sampai beberapa mungkin sudah mem-PHK karyawan. Itu terjadi pada saat yang sama.

Sponsored

"Kami juga punya tanggung jawab yang besar karena kami sebagai pilar demokrasi. Kami bertanggung jawab untuk tetap membangun optimisme di masyarakat," serunya.

Boleh dibilang, katanya, seseorang ketika misalnya dia sendiri juga dalam kondisi harus bertahan. Tetapi dia pun perlu menciptakan pemberitaan supaya semua orang ikut bertahan dengan situasi saat ini. Tentu saja tidak mudah. Biasanya kan selalu diyakini kalau seseorang kuat dulu, baru dia bisa meyakinkan orang.

Berita Lainnya
×
tekid