sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Banyak Jaksa bermain, perkara kasus sering tak berlanjut

Ada 58 aduan dari masyarakat mengenai Jaksa yang tidak menjalankan putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap (Inkracht).

Ayu mumpuni
Ayu mumpuni Selasa, 15 Jan 2019 14:24 WIB
Banyak Jaksa bermain, perkara kasus sering tak berlanjut

Komisi Kejaksaan RI membeberkan pengaduan masyarakat terkait kinerja Jaksa. Dalam laporan tersebut, banyak Jaksa dianggap nakal karena terlibat dalam penanganan sebuah perkara. Akibatnya, tak heran jika masyarakat mengeluh karena banyak perkara kasus kerap tak berlanjut karena jaksanya turut bermain. 

Wakil Ketua Komisi Kejaksaan, Erna Ratnaningsih, mengatakan sampai saat ini Kejaksaan Agung memang belum secara resmi memberikan evaluasi tahunan terkait penanganan perkara pada tahun 2018. Namun, Erna mengaku telah mengantongi datanya.

“Memang tahun ini belum dipublish, tapi kami sudah menerima datanya mungkin ada peningkatan (Jaksa nakal) sekitar 200-an orang yang sudah diproses pada tahun 2018,” kata Erna di Jakarta pada Selasa, (15/1).

Ratna mengatakan, angka tersebut naik di tahun 2018. Padahal, sebelumnya jaksa nakal berjumlah 195 orang. Menurutnya, ratusan jaksa nakal itu tersebar di berbagai institusi kejaksaan, baik Kejaksaan Tinggi Negeri maupun Kejaksaan Agung.

Berdasarkan catatannya, kesalahan yang paling sering dilakukan oleh Jaksa nakal selalu terkait dengan pelanggaran kode etik. Misalnya, turut bermain dalam sebuah kasus tertentu, menggunakan narkotika, tidak masuk ke kantor beberapa bulan dan sejumlah kasus lainnya.

Sementara itu, anggota Komisi Kejaksaan, Ferdinand T. Laolo mengungkapan pihaknya memang belum menerima aduan terkait profesionalisme kinerja kejaksaan. Kendati demikian, pihaknya sudah menerima 58 aduan dari masyarakat mengenai Jaksa yang tidak menjalankan putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap (Inkracht).

Sejumlah aduan tentang ketidakpuasan masyarakat mengenai kelanjutan sebuah kasus pun dinyatakan Ferdinand banyak masuk ke Komisi Kejaksaan. Untuk itu, Ferdinand mengaku transparansi di tubuh lembaga kejaksaan diperlukan, sehingga Jaksa terdorong untuk meningkatkan kinerjanya. Ini juga sebagai upaya untuk Jaksa tidak lagi bermain dalam penanganan sebuah perkara.

"Memang kebijakan internal di kejaksaan harus didorong, salah satunya soal keterbukaan informasi terhadap publik,” katanya.

Sponsored

Saat ini jika diklasifikasikan berdasarkan daerah, terdapat lima daerah dengan pengaduan tertinggi, yaitu Jawa Timur dengan 158 aduan, DKI Jakarta dengan 110 aduan, Sumatera Utara dengan 92 aduan, Jawa Barat dengan 77, serta Sumatera Selatan dengan 51 aduan.

Berita Lainnya
×
tekid