sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bus listrik TransJakarta dan asa mengurangi polusi udara

TransJakarta mengoperasikan sejumlah bus listrik bertenaga baterai, yang diklaim akan ramah lingkungan.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Kamis, 16 Jun 2022 06:16 WIB
Bus listrik TransJakarta dan asa mengurangi polusi udara

Randi Alfarisa, terlihat antusias menunggu bus listrik TransJakarta di koridor 1N, Blok M, Jakarta Selatan. Tak lama, bus yang ditunggu tiba. Ketika pintu terbuka, ia dan beberapa penumpang lainnya langsung masuk ke dalam bus rute Blok M-Tanah Abang itu.

“Lebih nyaman, tarikan mesinnya halus,” ujar Randi saat berbincang dengan reporter Alinea.id, Senin (13/6), mengisahkan pengalamannya beberapa kali naik bus listrik.

“Lebih hening karena tidak terdengar suara mesinnya.”

Selain karena suara mesinnya yang nyaris tak terdengar, menurut Randi, bus listrik TransJakarta lebih ramah lingkungan. Ia berharap, bus listrik diperbanyak lagi dan ada di setiap rute.

“Kemudian, jam operasionalnya kalau bisa diperpanjang,” ujar karyawan di salah satu kantor di Tanah Abang itu.

Mengurangi polusi

Bus listrik yang ditumpangi Randi adalah besutan salah satu operator TransJakarta, yakni PT Mayasari Bakti. Pada Kamis (9/6), perusahaan itu secara resmi mengoperasikan 30 unit bus listrik produksi Build Your Dreams (BYD), pabrikan asal China. Sebanyak 30 unit bus itu melayani dua rute, yakni 1N Blok M-Tanah Abang dan 1P Senen-Blok M.

Dodo, salah seorang pramudi bus TransJakarta merasakan kenyamanan menyetir bus listrik itu. Ia mengakui, sejak 1998 menjadi sopir bus, kenyamanan dirasakan dibanding mengemudi bus konvensional.

Sponsored

“Ini beda dari bus lain,” ujarnya, Senin (13/6).

“Dari kebisingan, (bus listrik) ini jauh lebih adem suaranya karena enggak ada knalpotnya.”

Armada bus TransJakarta terparkir di halaman Monumen Nasional (Monas), Jakarta./Foto transjakarta.co.id

Sudah sepekan Dodo ditugaskan mengemudi bus listrik bertenaga baterai itu. Tak butuh waktu lama bagi Dodo untuk beradaptasi. Segala fitur yang ada di dalam bus, sama dengan bus berbahan bakar solar atau gas.

Bus listrik, ujar Dodo, juga lebih hemat dibandingkan bus berbahan bakar solar atau gas. Selama berkendara enam jam dengan rute Blok M-Tanah Abang yang jaraknya kira-kira 5,8 kilometer, menurutnya, bus itu hanya menghabiskan daya sebesar 12,7%.

“Saya dari pul di Cibubur (Jakarta Timur) 100% (daya baterainya) ke Tanah Abang 92,2%. Trayeknya Blok M-Tanah Abang dan baru 3,5 rit dari jam 5 (pagi), baterai sisa 79,5%,” tutur Dodo.

Dihubungi terpisah, Kepala Departemen Komunikasi Korporasi PT TransJakarta, Iwan Samariansyah percaya, beroperasinya bus listrik akan menekan tingginya gas emisi yang dihasilkan kendaraan bermotor di Jakarta.

“Oleh karena itu, kita ingin segera beralih ke bus listrik karena kita merasa punya andil terhadap tingginya emisi gas buang di Jakarta,” kata Iwan saat dihubungi, Selasa (14/6).

PT TransJakarta mengklaim, bus listrik dapat menekan polusi suara 28% lebih rendah dibanding kendaraan konvensional. Emisi karbon dioksida pada gas buang juga berkurang hingga 50,3% dan lebih hemat biaya energi mencapai 68%.

Iwan mengatakan, rencana menghadirkan pelayanan transportasi ramah lingkungan, seperi bus listrik, merupakan bentuk dukungan terhadap program pemerintah kendaraan bermotor listrik berbasis baterai.

Program yang dimaksud Iwan tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan dan Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 66 tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.

“Jadi itu mengapa kita memilih bus listrik,” tutur Iwan.

“Kenapa program itu dianggap penting? Karena menurut riset yang sudah dilakukan, kendaraan listrik itu punya emisi rendah atau bahkan nol.”

Selain bisa mengurangi polusi udara, Iwan menyebut, keberadaan bus listrik dapat menekan ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan bakar minyak. “Dan menjadikan negara kita sebagai pusat produksi kendaraan listrik dan baterai,” ujarnya.

PT TransJakarta menargetkan bakal mengoperasikan 10.047 unit bus listrik pada akhir 2030. Target hingga akhir tahun ini akan ada 100 unit bus yang beroperasi di jalanan Ibu Kota.

Demi mencapai target itu, menurut Iwan, PT TransJakarta akan memberikan syarat kepada operator mitranya untuk beralih menggunakan bus listrik.

“Nanti (tahun) 2025 (syarat) itu akan bersifat mutlak,” ujarnya.

“Maksudnya, unit yang beroperasi itu harus berbahan bakar nonfosil atau memakai tenaga baterai.”

Untuk menunjang keberadaan bus listrik, TransJakarta juga bakal membangun tempat pengisian daya baterai. Setidaknya, disiapkan 12 titik tempat pengisian baterai atau stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di Jakarta. Saat itu, SPKLU ada di pul Mayasari Bakti di Cibubur, Jakarta Timur.

Bus listrik yang ada saat ini, menggunakan baterai berkapasitas 324 kWh. Dengan daya muat sebesar itu, bus listrik mampu menempuh jarak sejauh 250 kilometer per hari. Agar baterai dapat terisi penuh, hanya butuh waktu sekitar 1,5 hingga 2 jam.

“Tentu (SPKLU) akan dikembangkan di tempat lain secara bertahap,” kata Iwan.

“Tergantung dari pihak operator karena yang mengoperasikan bus itu sebagian besar pihak operator bukan TransJakarta sendiri.”

Sebuah bus listrik TransJakarta yang berdaya baterai melintas di jalanan Jakarta./Foto Twitter Transportasi Jakarta (@PT_Transjakarta)

Tak selesaikan masalah?

Kendati punya berbagai kelebihan, kehadiran bus listrik TransJakarta diyakini anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi PDI-P, Gilbert Simanjuntak, belum akan menyelesaikan persoalan kualitas udara di Jakarta. Ia menilai, strategi pengendalian kualitas udara di Jakarta dengan cara mengalihkan ke energi baterai pada bus TransJakarta keliru.

“Kehadiran bus listrik tidak menyelesaikan masalah polusi,” kata Gilbert, Senin (13/6).

Pasalnya, ujar Gilbert, salah satu penyumbang gas emisi terbesar di Ibu Kota adalah kendaraan pribadi. Karenanya, ia mengingatkan, Pemprov DKI Jakarta juga perlu fokus merancang strategi agar masyarakat beralih menggunakan kendaraan ramah lingkungan.

Di samping itu, ia menyarankan Pemprov DKI Jakarta mengatur arus masuk kendaraan dari luar Jakarta. Lalu, tata kelola transportasi umum ditingkatkan.

“Kalau melihat (penyelesaian masalah) sekarang, ibaratnya Anda kehilangan jarum di rumah dengan kondisi gelap, tetapi Anda malah cari jarum di luar,” ujarnya.

“Itu menunjukkan, betapa Anda tidak tahu apa yang dilakukan.”

Menurutnya, transportasi umum berbahan bakar solar atau gas, seperti yang dicanangkan Joko Widodo ketika menjabat Gubernur DKI Jakarta lebih ramah lingkungan daripada bus listrik.

“Berapa banyak sih bus listrik? Seberapa besar sih dampaknya terhadap polusi? Kan kecil,” ucap Gilbert.

Berbeda dengan Gilbert, pengamat transportasi Muslich Zainal Asikin justru menilai bus listrik TransJakarta sangat efektif menekan gas emisi. “Jadi, jangan semata-mata melihat enggak ngaruh karena yang pakai hanya segelintir kendaraan,” katanya, Rabu (15/6).

Infografik bus TransJakarta. Alinea.id/Debbie Alyuwandira

Muslich mencontohkan China sebagai salah satu negara yang berhasil memperbaiki kualitas udara setelah diterapkan angkutan umum listrik. “Ada satu kota yang menerapkan seluruh angkutan umumnya kendaraan listrik, sangat besar pengaruhnya,” tutur dia.

Menurut dia, Indonesia memiliki kelebihan berupa bahan baku pembuatan baterai listrik. Ia percaya, bakal terjadi tren beralih ke kendaraan listrik. Hal itu akan cepat terwujud bila pengaturan transportasi ramah lingkungan mendapat dukungan kebijakan pemerintah.

“Misalnya, ada kebijakan insentif untuk pengguna kendaraan listrik, seperti dibebaskan pajak tahunan dan sebagainya,” ujarnya.

Meski manfaatnya besar, dihubungi pada Selasa (14/6), Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno mengingatkan, kehadiran bus listrik akan menambah beban APBD DKI Jakarta.

Hal itu ia lihat karena operasional TransJakarta selama ini selalu disubsidi Pemprov DKI Jakarta. Untuk itu, Djoko menilai, TransJakarta perlu bersiasat agar subsidi opersional tidak membebani APBD.

“Bisa dengan menaikan tarif, masa dari 2004 sampai sekarang masih Rp3.500,” tuturnya.

Berita Lainnya
×
tekid