close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Mantan Ketua KPK, Bambang Widjojanto. Antara Foto
icon caption
Mantan Ketua KPK, Bambang Widjojanto. Antara Foto
Nasional
Rabu, 05 Februari 2020 10:15

BW sentil Firli soal polemik status Kompol Rosa

Dewan Pengawas diminta turun tangan selesaikan polemik status Kompol Rosa.
swipe

Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto, menilai pimpinan jilid V kembali mempertontonkan kekonyolan atas polemik status penyidik lembaga antirasuah yang dikembalikan ke Polri yakni Kompol Rosa. Menurutnya, eksistensi Rosa sebagai penyidik tengah dikorbankan.

“Tetapi yang jelas sobat Rosa, eksistensi salah seorang penyidik KPK tengah dikorbankan. Tak jelas, apakah Rosa ditarik atau dipulangkan? Siapa inisiatornya dan apa alasannya?" kata Bambang dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (5/2).

Pria yang akrab disapa BW itu mempertanyakan pemulangan atau penarikan Kompol Rosa sebagai penyidik KPK di saat tengah melakukan penyidikan skandal korupsi yang menjerat caleg PDIP, Harun Masiku. Hal tersebut kian aneh lantaran masa tugas Kompol Rosa sebagai penyidik KPK baru selesai pada September 2020. 

Karena itu, BW menilai aneh sikap Ketua KPK, Firli Bahuri yang getol ingin Kompol Rosa ke institusi Polri. Padahal, Rossa tengah menangani kasus yang menjadi sorotan publik, yakni suap penetapan anggota DPR RI melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) yang menyeret Harun Masiku.

"Bukankah, ada begitu banyak penyidik yang dimiliki Polri? Sementara KPK sangat terbatas jumlahnya penyidiknya," ucap dia.

Jika persoalan ini tidak terselesaikan, kata Bambang, akan berdampak buruk bagi KPK. "Dipastikan, Harun Masiku akan 'terpingkal-pingkal' dan 'cekakakan' karena tak bisa segera ditangkap. Apakah ini kesengajaan?" kata dia.

Menurutnya, Dewan Pengawas KPK harus turun tangan untuk menyelesaikan sengkarut persoalan status Rossa. Sebab, dewan pengawas mempunyai wewenang untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang pimpinan dan pegawai KPK sebagaimana yang diatur dalam regulasi.

Adapun ketentuan yang dimaksud BW yakni, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Tidak ada pilihan lain, Dewas harus hadir dan tidak bersembunyi dalam persemayamannya dalam sunyi atas sengkarut yang punya indikasi sebagai pelanggaran etik yang nampak jelas sekali seperti diatur di dalam Peraturan KPK Nomor 07 tahun 2013 tentang Nilai Dasar, Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK," ujar BW.

Dikabarkan sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri, bergeming ihwal keputusan memberhentikan Kompol Rossa sebagai penyidik di lembaga yang dipimpinnya. Dia menegaskan, pihaknya telah resmi mengembalikan Rossa ke instasi asalnya, yaitu Polri.

Menurut jenderal Polri bintang tiga itu, pengembalian tersebut merupakan hal lumrah yang dilakukan KPK sehingga tak perlu dipersoalkan.

"Penyidik atas nama Rossa sudah dikembalikan tanggal 22 Januari 2020, sesuai dengan surat keputusan pemberhentian pegawai negeri yang dipekerjakan di KPK sesusai keputusan pimpinan KPK," kata Firli kepada wartawan di Jakarta, Selasa (4/1).

Di sisi lain, Mabes Polri telah menyatakan tidak akan menarik Rossa sebelum massa penugasannya di KPK berakhir hingga September 2020. Pernyataan itu diungkapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Pol Argo Yuwono.

Hal ini membuat nasib penyidik Polri itu terkatung-katung, karena institusi kepolisian juga tak mau menerima Rossa.

Imbas ketidakjelasan status Rossa, berdampak buruk bagi kariernya. Sebab dia sudah tak dapat mengakses email dan masuk ke Gedung Merah Putih KPK, juga tak bisa bekerja di institusi kepolisian.

Rossa bahkan sudah tak menerima hak gaji selama bekerja di KPK sebulan terakhir. Informasi ini diungkapkan salah satu sumber Alinea.id di internal KPK.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan