sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kisah pilu mahasiswa yang mendadak kehilangan beasiswa dari DKI 

Sejumlah mahasiswa yang kuliah di PTN-PTN Jakarta mengaku dicabut beasiswanya secara sepihak oleh Pemprov DKI Jakarta.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Kamis, 07 Mar 2024 16:47 WIB
Kisah pilu mahasiswa yang mendadak kehilangan beasiswa dari DKI 

Benak Dito, 22 tahun, kalut saat mengetahui dirinya tidak lagi termasuk mahasiswa yang layak menerima bantuan beasiswa Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) dari Pemprov DKI Jakarta, awal Maret lalu. Dito khawatir kuliahnya bakal terhenti di tengah jalan lantaran keluarganya tak mampu membayar biaya kuliahnya. 

"Bahkan, uang dari beasiswa KJMU itu buat membiayai hidup saya, adik dan ibu saya sehari-hari," ujar mahasiswa teknik mesin semester 8 Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu kepada Alinea.id, Rabu (6/2).

Dito dicoret namanya sebagai penerima beasiswa setelah data penerima KJMU tahap 1 tahun 2024 diubah karena mekanisme baru. Mulanya berbasis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), data penerima KJMU diselaraskan data registrasi sosial ekonomi (regsosek) yang dikeluarkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Sinkronisasi DTKS dengan data regsosek Bappenas awalnya bertujuan untuk mengetahui pemeringkatan kesejahteraan (desil) keluarga miskin di DKI per kategori. Berbasis data sinkronisasi itu, keluarga Dito dianggap mengalami peningkatan kesejahteraan dan digolongkan pada desil kemiskinan 5 hingga 10. Hanya mereka yang berada di desil 1-4 yang berhak mendapatkan KJMU. 

Dito mempertanyakan keputusan sepihak itu. Ia merasa keluarganya masih hidup dalam kondisi susah payah. Tak ada pendapatan tetap lantaran ayah Dito sudah meninggal. Dito dan keluarganya juga masih tinggal di rumah kontrakan di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

"Data Bapenas dan regsosek itu perlu dipertanyakan. Siapa yang menyurvei? Kapan itu dilakukan?" tanya Dito.

Per bulan, Dito mendapatkan KJMU sebesar Rp1,5 juta atau total Rp9 juta per semester. Selain membayar kuliah, duit itu juga digunakan untuk membiayai kehidupan keluarganya sehari-hari. Selain dari KJMU, sebagian biaya hidup keluarga juga diperoleh dari beasiswa adik Dito.

"Saya yatim... Kebetulan, untuk UKT, saya mendapat golongan 1, yaitu Rp500 ribu. Tidak ada sumber keuangan lain. Ibu saya sudah cukup tua dan hanya mengurus rumah tangga. Kami hidup dengan memanfaatkan KJMU," kata Dito.

Sponsored

Nasib serupa juga dialami Syafaq, 21 tahun. Seperti Dito, ia kuliah  di UNJ. Syafaq mengambil jurusan ilmu keolahragaan dan sudah semester 8. Ia cemas kuliahnya justru terhenti menjelang pengerjaan tugas akhir. Apalagi, kedua orang tua Syafaq sudah tak lagi bekerja. 

"Kami berdagang kecil-kecilan dan itu hasilnya tidak dapat membiayai semester saya karena hanya cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Saya jualan es, air isi ulang, dan gas. Itu pun (keuntungannya) hanya sedikit," kata Syafaq kepada Alinea.id, Rabu (6/2).

Syafaq mengaku sempat mencari tahu alasan pencoretan namanya dari daftar penerima KJMU ke Pusat Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional Pendidikan (P4OP) Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Pihak P4OP, kata Syafaq, saling lempar tanggung jawab. 

"Dalihnya sinkronisasi data dari pemerintah pusat. Itu yang membuat mahasiswa bahkan orang tua bertanya-tanya sekaligus geram terkait ini. Terlebih lagi, Pemda DKI terkesan tidak  transparan terkait penyeleksian status kelayakan di DTKS ini," kata Syafaq.

Syafaq menuturkan ia dan keluarganya sedang memutar otak untuk mempersiapkan biaya kuliah sebesar Rp1 juta untuk semester berikutnya. Tak punya tabungan, ia berharap namanya kembali masuk sebagai penerima KJMU.

"Mahasiswa akhir, termasuk saya, yang terancam bayar double untuk langkah selanjutnya sebenarnya ingin melakukan diskusi terkait transparansi DTKS. Namun, itu belum sempat dilakukan karena ada informasi lanjutan bahwa DTKS sudah kembali normal," kata Syafaq.

Berubah-ubah

KJMU merupakan program bantuan dana pendidikan yang diberikan Pemprov DKI Jakarta sejak September 2016. Program ini digagas Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok semasa jadi Gubernur DKI Jakarta. Program itu dilanjutkan oleh Anies Baswedan. 

Ananda, salah satu mahasiswa di sebuah perguruan tinggi negeri di Jakarta yang juga dicoret namanya sebagai penerima KJMU, membenarkan keputusan Pemprov DKI terkesan sepihak. Februari lalu, ia sempat mengecek namanya masih masuk dalam daftar penerima beasiswa. 

"Saya sempat melakukan uji coba terhadap sistem baru KJMU, yakni menggunakan web. Dari sistem tersebut, awalnya DTKS saya terdaftar. Namun, dua minggu setelahnya, saya cek berubah menjadi tidak terdaftar. Besoknya saya cek, kembali terdaftar sampai kemudian dicek lagi menjadi tidak layak dengan desil yang tidak diketahui," ujar Ananda kepada Alinea.id.

Ananda mengatakan beasiswa dari KJMU sangat berarti bagi ia dan keluarga. Pasalnya, UKT Ananda terbilang tinggi, yakni Rp5 juta per semester. Duit sebesar itu tak mungkin bisa diperoleh ibunya yang sehari-hari hanya bekerja sebagai buruh pabrik. 

"Sumber keuangan keluarga paling dari hasil kerja mama. Soalnya, orang tua saya tinggal satu, yaitu mama sendiri. Mama saya kerja sebagai buruh pabrik. Untuk biayain keperluan keluarga, kadang suka kurang. Saya rasa, kalau untuk biaya semester tanpa beasiswa, akan sangat sulit," ujar Ananda.

 

Berita Lainnya
×
tekid