sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

DPR segera panggil Kemenkes soal kebocoran data eHAC

Semua pihak termasuk masyarakat menginginkan data pribadinya terlindungi, aman, dan tidak diperjualbelikan.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Rabu, 01 Sep 2021 10:12 WIB
DPR segera panggil Kemenkes soal kebocoran data eHAC

Anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan merasa khwatir dengan adanya kebocoran data di aplikasi electronic-Health Alert Card (eHAC) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menampung data telusur Covid-19. Menurutnya, Kemenkes tidak melakukan perlindungan yang memadai untuk data pribadi yang tersimpan

"Maka kami akan meminta penguasa data segera menjelaskan kepada publik bagaimana mitigasi mereka terhadap kejadian bocor data ini," kata Farhan saat dihubungi Alinea.id, Rabu (1/9).

Farhan mengatakan Komisi I DPR bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) akan melakukan kerja sama yang erat untuk memastikan bahwa kebocoran seperti ini tidak menguap begitu saja.

"Harus ada pejabat yang yang bertanggung jawab atas kejadian ini," ujarnya.

Senada, anggota Komisi I lainnya, Muhammad Iqbal mengatakan, perlindungan data pribadi menjadi isu krusial saat ini. Sebab, semua pihak termasuk masyarakat menginginkan data pribadinya terlindungi, aman dan tidak diperjualbelikan.

"Kalau boleh saya katakan, yang terjadi di Indonesia saat ini krisis perlindungan data pribadi. Bahwa penyimpanan data cukup lemah di Indonesia," kata Iqbal dalam sebuah diskusi di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/8).

Iqbal mencontohkan pada 2020, terjadi sejumlah kasus kebocoran dari berbagai instansi swasta maupun pemerintah. Misalnya, terjadi kebocoran 230.000 data pasien Covid-19. Kemudian, terjadi kebocoran 91 juta data akun Tokopedia, disusul kebocoran 13 juta akun Bukalapak dan masih banyak lagi.

"Kemudian di 2021 yang baru-baru ini terjadi kebocoran data 2 juta data nasabah BRI Life beserta dokumen penting yang berhasil dicuri oleh hacker dan isunya akan diperjualbelikan, belum lagi data BPJS," kata politisi dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.

Sponsored

Iqbal menegaskan, apa yang terjadi di Indonesia saat ini adalah krisis perlindungan data pribadi, bahkan penyimpanan data di Indonesia cukup lemah. Menurut Iqbal, pertama, pihaknya mendorong agar setiap instansi yang memegang data pribadi melatih serta meningkatkan kapasitas SDM-nya dalam melakukan input dan penyimpanan data. "Kalau SDM tidak mumpuni, maka gampang data itu dibobol," ungkap dia.

Kedua, alat pendukung dan alat penyimpanannya harus sesuai dengan modernisasi teknologi saat ini.

"Jika skill-nya bagus, tidak didukung alat, ya sama saja. Hacker itu bukan hanya skill-nya tetapi didukung alat yang mumpuni. Jadi dua hal ini yang harus dilakukan," imbuh Iqbal.

Dia menegaskan, ke depan perlu ada koordinasi terpadu antara Kemenkominfo dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Cyber Crime Polri. Ia yakin, Polri dan BSSN dengan alat yang canggih didukung SDM yang mumpuni, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebagai leading sector maka perlindungan data bisa diwujudkan.

Iqbal menambahkan, meskipun hal ini diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 20 tahun 2016 tentang Pelindungan Data Pribadi. Namun, yang terpenting adalah payung hukumnya. Rancangan Undang-Undang tentang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang tengah dibahas DPR dan pemerintah penting untuk segera disahkan.

Sayangnya, kata Iqbal, saat ini masih ada perbedaan tanggapan mengenai pembentukan otoritas pengawas data pribadi. Seluruh Fraksi di Komisi I DPR menginginkan agar lembaga pengawas perlindungan data pribadi bersifat independen dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Tetapi, pemerintah menginginkan berada di naungan Kominfo.

"Ada perbedaan pandangan dalam pembahasan RUU PDP ini, tetapi saya yakin, masa sidang ini, kita sama-sama berharap perbedaan pandangan itu bisa kita satukan, kemudian RUU ini bisa menjadi UU," pungkas Iqbal. 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid