sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Guru besar UI minta guru honorer jadi PPPK melalui seleksi

Jika pengangkatannya tanpa tes, maka hal itu tidak sesuai dengan sistem merit.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Selasa, 29 Jun 2021 15:17 WIB
Guru besar UI minta guru honorer jadi PPPK melalui seleksi

Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Eko Prasojo mengatakan, pengangkatan honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), harus melewati seleksi. Jika pengangkatannya tanpa tes, maka hal itu tidak sesuai dengan sistem merit.

"UU ASN semangatnya adalah penerapan sistem merit. Saya sepakat saja kalau honorer diangkat PPPK, asal tidak bertentangan dengan sistem merit," kata Eko dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Komisi II di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/6).

Dia menyadari besarnya desakan berbagai pihak agar honorer diangkat menjadi ASN, baik PNS maupun PPPK. Namun, itu bukan berarti diangkat tanpa melewati seleksi. Makanya, Eko menyarankan honorer yang diangkat PPPK, lebih baik diberikan afirmasi daripada diangkat begitu saja (tanpa tes).

"Tidak masalah pengangkatan honorer menjadi PPPK dengan diberikan afirmasi," ujar mantan Wakil Menpan-RB itu.

Apalagi untuk mendapatkan SDM unggul sesuai cita-cita Presiden Joko Widodo, membutuhkan birokrasi yang lincah. Itu sebabnya, seorang ASN akan dilihat pada kompetensinya.

"Jadi, ASN nanti bisa rolling dari instansi satu ke lainnya, dari pusat ke daerah. Demikian sebaliknya karena yang dilihat kompetensinya," tegas Eko.

Sementara Ketua Umum Federasi Pekerja Pelayanan Publik Indonesia (FPPI) Alfonsius Matly mengatakan, tenaga honorer di instansi pemerintahan saat ini mempunyai dua ketakutan. Pertama, takut jika gaji mereka tidak dibayarkan. Kedua, takut kalau nanti mereka dipecat. Dua ketakutan itu, menurut Alfonsius, akan selalu menghantui selama belum ada kepastian dari status mereka.

"Karena kami honorer, jadi jujur saja. Ada dua alternatif yang selalu terbayang dan selalu ada dalam hati kami,” katanya.

Sponsored

Karenanya, atas dasar dua ketakutan itu, tenaga-tenaga honorer siap dan rela melakukan apa saja yang diperintahkan.

“Jadi apa yang kami lakukan? Selama ini, sepanjang hidup kami bekerja di bawah naungan pemerintah. Apapun yang diperintahkan oleh pejabat ASN tetap kami lakukan," ungkap dia.

"Yang tidak kami lakukan cuma satu, jalan ke liang kubur. Karena kami tahu kalau kami ke sana akan mati. Jadi kami honorer sudah sangat menderita," sambung Alfonsius.

Pimpinan ORI mengusulkan agar diakui jadi pejabat negara

Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Moh Najih mengusulkan agar revisi UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) juga mengatur terkait kedudukan pimpinan ORI sebagai pejabat negara.

"Ada usulan perubahan UU ASN, yaitu kaitan dengan penyebutan kedudukan pimpinan ORI sebagai pejabat negara," kata Moh Najih

Ini karena fungsi, tugas, dan kewenangan ORI yang luas, belum dapat dimaksimalkan karena selalu terbentur budaya hirarkis birokrasi dan posisi protokoler lembaganya yang kurang diperhatikan. Karena itu, dia mengusulkan, agar mempertimbangkan pimpinan ORI sebagai representasi pejabat negara yang diberi tugas dan wewenang menjalankan tugas negara.

"Jika memungkinkan bisa ditambahkan usulan kami ini dalam Pasal 122 revisi UU ASN," ujarnya.

Menanggapi itu semua, Wakil Ketua Komisi II DPR Syamsurizal menyampaikan, RDPU tersebut dilaksanakan untuk menyerap aspirasi dan menyaring informasi yang dijadikan sebagai bahan masukan penting bagi Tim Panja dalam melakukan pembahasan perubahan UU ASN itu.

"Oleh karena itu, kami memerlukan masukan dari para narasumber yang ada. Kami berharap para narasumber yang hadir ini bisa menyampaikan pandangan dan masukannya, dan kita akan menerima dan menyerap sebagian besar dari apa yang disampaikan oleh para narasumber dengan perangkat teknik yang ada pada saat ini," kata Syamsurizal dalam keterangannya, Selasa (29/6).

Berita Lainnya
×
tekid