sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Harga pangan naik jangan lagi dianggap wajar

Akiang, pedagang telur di Pontianak bilang sekalipun stok melimpah, namun karena mendekati lebaran harga memungkinkan naik.

Mona Tobing
Mona Tobing Selasa, 05 Jun 2018 13:57 WIB
Harga pangan naik jangan lagi dianggap wajar

Tidak lagi ingin ribut-ribut soal harga pangan yang naik saat ramadan, pemerintah giat memastikan stok pangan di sejumlah daerah aman. Pemerintah memang tidak ingin kecolongan akan mekanisme pasar yang kerap ditunggangi para spekulan soal stok pangan. Maka, diangkatnya Budi Waseso sebagai Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog) mengawal stok pangan khususnya beras di seluruh Indonesia pada April lalu. 

Tapi jauh sebelum Budi Waseso diangkat, Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla memutuskan untuk impor beras demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. Catatan Alinea.id, impor beras dilakukan pada Januari sebanyak 500.000 ton. 

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pun percaya diri menyatakan stok pangan siap untuk mencukupi kebutuhan masyarakat di Tanah Air menghadapi Lebaran 2018. Amran menyebut Kementerian Pertanian memantau stok di seluruh Indonesia, adapun komoditas yang disebutnya cukup adalah beras. Bahkan, Amran menjanjikan 1,5 juta ton beras bakal ditambah lagi dari jumlah saat ini. 

Caranya?

Selain panen, tentu impor pangan menjadi penyelamat stok pangan. Laman website Bulog mencatat realisasi operasi cadangan beras pemerintah atau CBP sebesar 306.618 ton. Sementara realisasi pengadaan beras sebesar 1,51 juta ton. 

Lewat klaim Amran yang menjanjikan volume jumlah stok pangan ditambah berkisar antara 20% dari hari-hari biasa, agar harga pangan stabil, maka salah satu caranya adalah impor. Kembali mengingatkan, pada Mei lalu pemerintah berencana untuk mengimpor beras tambahan sebesar 500.000 ton setelah sebelumnya pada awal tahun telah mendatangkan beras dari Vietnam sebanyak 500.000 ton. 

Lalu bagaimana dengan pangan lainnya? Kenaikan harga daging ayam broiler di Pasar Tradisional Kota Madiun mencapai Rp 35.000 per kilogram (kg). Tidak hanya harga daging ayam, tapi juga harga daging sapi, bawang putih dan gula pasir mengalami kenaikan pada awal pekan ini.

Kondisi tersebut bisa disimpulkan stok tidak cukup tapi permintaan tinggi. Kepala Dinas Perdagangan Kota Madiun Gaguk Haryono membenarkan kenaikan harga pangan di Madiun dan menyebut persoalan yang dihadapi sebagai rutinitas tahunan saat puasa dan menjelang lebaran. 

Sponsored

Antara melaporkan di Pontianak harga telur ayam mengalami kenaikan mencapai Rp 1.700 per butir dari harga normal Rp 1.100 per butir. Akiang, salah satu pedagang telur di Pontianak menjelaskan sekalipun stok melimpah, namun karena mendekati lebaran memungkinkan naik. 

Mengikuti harga telur, Akiang juga menyebut bahwa harga ayam masih di atas Rp 33.000 per kg dari harga normal sebesar Rp 25.000 per kg. 

 

Pemburu rente

Dalam upaya menjaga harga pangan stabil dengan memastikan stok, telah dibentuk satgas pangan hingga pemantauan berikut kontrol di sejumlah daerah, namun tidak juga ampuh memastikan harga pangan stabil di sejumlah daerah. Pengajar Civic Hukum Universitas Muhammadiyah Malang Ani Sri Rahayu dalam jurnalnya menyebut saat harga pangan tinggi, pemerintah selalu mencari 'kambing hitam'. Padahal seharusnya pemerintah dan sektor swasta  bahu membahu perlu memperbaiki persoalan pangan. 

Maka saran Ani, perlu belajar dari negara besar seperti: Jepang, Tiongkok, dan Amerika Serikat yang melakukan revitalisasi badan penyangga pangan, serta memajukan pertanian dalam negeri. Sebab sangat ironis Indonesia yang dijuluki negara agraris, tetapi selalu bermasalah dengan komoditas pertanian (termasuk pangan). 

Masyarakat harus lebih cerdas, jangan sampai menganggap kenaikan harga pangan pada ramadan sebagai hal yang wajar. Padahal sebenarnya, para spekulan memanfaatkan untuk mengeruk keuntungan, hal yang kemudian terjadi adalah kondisi Teori Perburuan Rente atau rent seeking theory, dimana berbagai pihak bersekongkol untuk mencari keuntungan dan merugikan masyarakat banyak. 

Para mafia pangan juga mengambil untung dengan melakukan spekulasi. Sementara para spekulan menjadikan permintaan barang yang tinggi sebagai lahan empuk untuk bermain. 

Bukan tanpa solusi, pemerintah dan pihak swasta harus berdialog serta bersinergi untuk mendapat solusi. Tidak melulu menjadikan impor sebagai solusi terakhir, mengguyur pasar saat harga pangan tinggi. 

Membangun Badan Usaha Daerah (BUD) secara merata di seluruh daerah Indonesia sebagai buffer komoditas juga harus menjadi perhatian Pemerintah Pusat dan Daerah. Idealnya, BUD memanfaatkan koordinasi dengan masyarakat, petani, konsumen rumah tangga (RT) dan non RT, Industri Pengolahan, unit usaha pedesaan, pemerintah daerah dan para pihak terkait lainnya. 

 

Berita Lainnya
×
tekid