close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Tersangka kasus dugaan suap gratifikasi senilai Rp46 miliar Nurhadi (tengah) dan Riesky Herbiyono (kanan) berjalan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/6/2020)/Foto Antara/Aditya Pradana Putra.
icon caption
Tersangka kasus dugaan suap gratifikasi senilai Rp46 miliar Nurhadi (tengah) dan Riesky Herbiyono (kanan) berjalan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/6/2020)/Foto Antara/Aditya Pradana Putra.
Nasional
Jumat, 12 Maret 2021 09:07

Vonis ringan atas Nurhadi lukai rasa keadilan rakyat

Mafia peradilan tidak akan pernah jera lakukan praktik korupsi.
swipe

Vonis ringan atas eks Sekretaris Mahkamah Agung atau MA, Nurhadi, dianggap melukai rasa keadilan rakyat. Hal itu disampaikan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, usai mengetahui Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, divonis 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.

"Selain itu, vonis tersebut juga akan membuat para mafia peradilan tidak akan pernah jera dan tetap akan melakukan praktik korupsi," kata Kurnia dalam keterangan yang diterima, Jumat (12/3).

Nurhadi dan Rezky dinilai terbukti terima suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA 2011-2016. Menurut Kurnia, praktik lancung itu semestinya diganjar dengan vonis penjara seumur hidup dan denda Rp1 miliar, serta aset hasil kejahatan dirampas untuk negara.

Kurnia mengatakan, pendapat tersebut berdasarkan tiga alasan. Pertama, saat melakukan kejahatannya Nurhadi adalah pejabat tinggi kekuasaan kehakiman. Penerimaan suap dan gratifikasi yang dilakukan Nurhadi, imbuhnya, tentu meruntuhkan wibawa MA.

Kedua, Nurhadi tidak kooperatif saat menjalani proses hukum karena sempat melarikan diri dan diduga memukul pegawai rumah tahanan KPK. Ketiga, selama proses persidangan Nurhadi tidak mengakui praktik korupsi yang dilakukan.

"Padahal fakta persidangan menunjukkan sebaliknya, ia diduga menerima miliaran rupiah dari Hiendra Soenjoto (Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal)," jelasnya.

Vonis terhadap Nurhadi dan Rezky diketahui jauh lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK). Sebelumnya, JPU menuntut Nurhadi 12 tahun penjara dan Rezky 11 tahun penjara. Dua orang itu juga dituntut membayar denda Rp1 miliar subsider 6 bulan bui.

Atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat yang memvonis Nurhadi dan menantunya 6 tahun penjara, JPU KPK langsung mengajukan banding.

Usai sidang, JPU KPK Wawan Yunarwanto, mengatakan, selain karena vonis lebih rendah, ada beberapa hal yang mendasari pihaknya menyatakan banding. Pertama, nilai suap dan gratifikasi dinyatakan majelis hakim tak terbukti seluruhnya.

Dalam dakwaan, Nurhadi dan Rezky diduga menerima suap Rp45,7 miliar dari Hiendra Soenjoto, tapi yang terbukti Rp35,7 miliar. Sementara gratifikasi, didakwaan Rp37,2 miliar, tapi yang terbukti Rp13,7 miliar.

"Kedua ada juga mengenai uang pengganti. Di dalam tuntutan kita, kita membebankan terdakwa untuk membayar uang pengganti senilai Rp83 miliar. Namun, dalam putusan tadi, hakim tidak mengabulkan uang pengganti," jelasnya.

Mengenai uang pengganti, majelis hakim menganggap tidak ada kerugian keuangan negara karena sumber suap dan gratifikasi yang diberikan berasal dari kocek pribadi para pemberi.

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan