close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gedung Kejaksaan Agung di Jakarta. Google Maps/Melia Cholilah
icon caption
Gedung Kejaksaan Agung di Jakarta. Google Maps/Melia Cholilah
Nasional
Kamis, 15 September 2022 21:11

Kasus impor baja masih berlanjut, Dirut Mitra Logam Pratama diperiksa

Direktur Utama PT Mitra Logam Pratama, Djuhardi Kartaaminata, diperiksa terkait dugaan korupsi impor baja.
swipe

Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung(JAM Pidsus Kejagung) melakukan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Mitra Logam Pratama, Djuhardi Kartaaminata, hari ini (15/9). Pemeriksaan dilakukan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam impor besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya periode 2016-2021.

"Pemeriksaan dalam kapasitas sebagai saksi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam keterangan resminya, Kamis (15/9).

Ketut mengungkapkan, pemeriksaan dilakukan terkait tersangka korporasi PT Intisumber Bajasakti.

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam impor besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya periode 2016-2021," ujar Ketut.

Sebagai informasi, Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan enam korporasi sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara impor besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya tahun 2016 hingga 2021. 

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung saat itu, Supardi mengatakan, keenam korporasi itu ialah PT Jaya Arya Kemuning (JAK); PT Duta Sari Sejahtera (DSS); PT Intisumber Bajasakti (IB); PT Prasasti Metal Utama (PMU); PT Bangun Era Sejahtera (BES); dan PT Perwira Adhitama (PAS). Mereka dijadikan tersangka karena telah mengajukan pembelian besi atau baja dan baja paduan melalui perusahaan milik BHL.

“Pada kurun waktu antara tahun 2016 sampai 2021, keenam tersangka korporasi masing-masing PT BES, PT DSS, PT IB, PT JAK, PT PAS, dan PT PMU mengajukan importasi besi atau baja dan baja paduan melalui Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) PT Meraseti Logistik Indonesia milik BHL,” kata Supardi dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Selasa (31/5).

Supardi memaparkan, BHL dan Tersangka T mengurus surat penjelasan (sujel) untuk meloloskan proses impor tersebut. Pengurusannya dilakukan di Direktorat Impor pada Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan melalui tersangka TB selaku Kasubag TU pada Direktorat Impor untuk mengeluarkan besi atau baja dan baja paduan dari pelabuhan atau dari wilayah pabean.

Hal itu membuat seolah-olah impor tersebut untuk kepentingan proyek Strategis Nasional yang dikerjakan oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT Waskita Karya (Persero) Tbk.; PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.; PT Nindya Karya (Persero); dan PT Pertamina Gas (Pertagas). Dengan sujel tersebut, maka pihak bea dan cukai mengeluarkan besi atau baja dan baja paduan yang diimpor oleh keenam tersangka korporasi.

Supardi menyebut, berdasarkan sujel itu importasi besi atau baja dan baja paduan dari China dapat masuk ke Indonesia melebihi dari kuota impor dalam PI (persetujuan impor) yang dimiliki para tersangka korporasi. Alhasil, setelah besi atau baja dan baja paduan masuk ke wilayah Indonesia, mereka menjual dengan harga yang lebih murah ketimbang produk lokal. 

“Sehingga produk lokal tidak mampu bersaing,” jelas Supardi.

Menurutnya, perbuatan tersangka menimbulkan kerugian sistem produksi dan industri besi baja dalam negeri atau kerugian perekonomian negara. Maka para tersangka korporasi dijerat dengan sangkaan pertama yakni primair pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan subsidair Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Sangkaan kedua Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan