sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Implementasi kebijakan iklim, NGO tekankan transparansi dan partisipasi publik

"Jangan sampai kebijakan-kebijakan tersebut tetap akan lari ke segelintir masyarakat atau hanya menguntungkan kelompok tertentu."

Erlinda Puspita Wardani
Erlinda Puspita Wardani Selasa, 06 Des 2022 08:24 WIB
Implementasi kebijakan iklim, NGO tekankan transparansi dan partisipasi publik

Koalisi Keadilan Iklim, yang terdiri dari beberapa organisasi nonpemerintah (non-goverment organization/NGO), mengapresiasi beragam kesepakatan yang dihasilkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20 dan Conferences The Parties (COP) 27 Mesir. Namun, masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guna terwujudnya keadilan ekonomi.

Hal tersebut, menurut perwakilan koalisi sekaligus Direktur Eksekutif Yayasan Pikul, Torry Kuswardono, seperti implementasi dan perancangan mekanisme di bawah just energy transition partnership (JETP); rancangan aliansi Indonesia, Brasil, dan Kongo untuk menyelamatkan hutan hujan tropis; persetujuan dan perancangan mekanisme pendanaan iklim untuk loss and damage; serta HAM dan perlindungan dan perluasan ruang sipil.

Tony menilai, pentingnya pengakuan dan pemenuhan ruang partisipasi bermakna bagi masyarakat oleh pemerintah, mulai dari transparansi proses pembuatan kebijakan, kejelasan sumber pendanaan, hingga pengidentifikasian dampak keputusan nasional hingga daerah bagi publik, terutama komunitas rentan.

"Jangan sampai kebijakan-kebijakan tersebut tetap akan lari ke segelintir masyarakat atau hanya menguntungkan kelompok tertentu," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/12).

Dirinya menambahkan,sesuai prinsip keadilan iklim, pembangunan rendah emisi dan berketahanan iklim perlu dirancang dan diimplementasikan dengan mengedepankan upaya memperkecil ketimpangan. Selain itu, menyinergikan adaptasi dan mitigasi serta bermanfaat bagi kelompok miskin dan rentan.

"Semua skema yang digagas harus memastikan bahwa kelompok paling terdampak atau menderita harus mendapat manfaat yang paling besar. Apalagi, dari segi kebijakan, baik JETP dan aliansi tiga negara, baru akan disusun turunan dan detail kebijakannya," tuturnya.

Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Nadia Hadad, menyambut baik keinginan aliansi Indonesia, Brasil, dan Kongo mengangkat peran penting negara hutan tropis dalam perhelatan perubahan iklim internasional. Namun, dirinya mengingatkan, upaya dan hasil aliansi tersebut harus bermanfaat nyata dan berkeadilan bagi masyarakat penjaga dan pengelola hutan tropis di Tanah Air.

"Pentingnya memastikan transparansi dan akuntabilitas penerapan kebijakan Indonesia's Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, terutama terkait elemen pencegahan laju kehilangan hutan alam agar kebijakan ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan, utamanya Indonesia harus menjaga seluruh bentang hutan alam Indonesia tanpa terkecuali," paparnya.

Sponsored

"Di samping itu, perlunya memastikan peran dan kolaborasi multipihak dalam implementasi dan pemantauannya. Pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat dan lokal juga harus menjadi yang utama dan diutamakan karena hampir seluruh strategi FOLU Net Sink 2030 membutuhkan kontribusi mereka," imbuhnya.

Hal penting lain yang menjadi sorotan koalisi adalah pelanggaran HAM terhadap aktivis lingkungan. Global Witness menyebutkan,  sebanyak 227 orang di dunia meninggal karena dibunuh saat memperjuangkan lingkungan hidup, seperti hutan, pesisir, dan pulau-pulau kecil sepanjang 2020.

Adapun data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mencatat, sebanyak 53 aktivis lingkungan alami kriminalisasi di Indonesia pada tahun 2021. Sebanyak 10 di antaranya karena menolak Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara.

Selain Yayasan Pikul dan Yayasan Madani Berkelanjutan, Koalisi Keadilan Iklim juga diikuti WALHI dan Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Kelola (Kemitraan).

Berita Lainnya
×
tekid