Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) diminta untuk mengklarifikasi terkait kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang merevisi besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 di Ibu Kota.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (DPD HIPPI) Sarman Simanjorang menjelaskan, bahwa sebelumnya Anies telah menyurati Menteri Ketenagakerjaan terkait formula penetapan UMP DKI 2022 yang tidak cocok dengan kondisi Jakarta dan diminta untuk diubah.
Maka dari itu, para pengusaha mempertanyakan apakah pihak Kemnaker sudah menjawab Surat tersebut, sehingga ada peluang untuk merevisi aturan yang telah ditetapkan.
"Tentu kami dari pelaku usaha meminta klarifikasi dari Menteri Tenaga Kerja, karena merekalah yang bertanggung jawab menegakkan aturan dan regulasi yang berkaitan dengan penetapan UMP," ujar Sarman dalam keterangan resmi, Minggu (19/12).
Sarman mengaku, bahwa saat ini pihaknya belum menerima dan membaca salinan SK Gubernur yang merevisi mengenai kenaikan UMP DKI 2022 dari 0,85% atau Rp37.749 menjadi 5,1% atau naik Rp225.667.
"Kami hanya baru membaca pemberitaaan dari media bahwa Pemprov DKI Jakarta melakukan revisi UMP DKI Jakarta yang telah ditetapkan melalu SK Gubernur Nomor 1395 Tahun 2021. Kami baru sebatas mengetahui komunikasi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan pemerintah pusat," tambahnya.
Diketahui sebelumnya, bahwa dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18/12), Anies menyatakan keputusan ini mempertimbangkan sentimen positif dari sejumlah kajian. Adapun salah satunya kajiannya yakni kajian Bank Indonesia yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,7% hingga 5,5% pada tahun 2022.
Anies berharap keputusan kenaikan UMP tersebut bisa menaikan daya beli masyarakat dan tidak memberatkan para pengusaha.
Meski hal tersebut merupakan itikad baik Anies dalam memperjuangkan nasib warganya, namun Sarman menilai putusan Anies tersebut tidak berdasarkan hukum dan regulasi. Di mana bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021, yang menyebut bahwa seluruh pemerintah provinsi di Indonesia harus menetapkan UMP sebelum 21 November 2021.
Oleh karena itu, ia menyerahkan sepenuhnya permasalahan UMP kepada Kemnaker untuk meluruskan dan memastikan proses penetapan UMP sesuai dengan regulasi yang ada.
Sementara itu, Sarman khawatir jika revisi UMP ini dilakukan Gubernur Anies akan digugat oleh pihak pengusaha. Aksi saling gugat ini bisa jadi tidak produktif untuk pembangunan ekonomi. Di sisi lain kita masih berjuang memulihkan perekonomian di tengah pandemi Covid-19.
"Ini segera diluruskan supaya tidak berkepanjangan, karena ditakutkan nanti ada pihak pengusaha yang menggugat revisi UMP, maka ini akan semakin tidak produktif. Di sisi lain, kita masih berjuang memulihkan perekonomian di tengah pandemi covid-19," tutupnya.