sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPK perpanjang masa tahanan mantan Komisioner KPU

Dua tersangka lainnya juga diperpanjang masa penahanannya oleh penyidik.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Senin, 27 Jan 2020 18:00 WIB
KPK perpanjang masa tahanan mantan Komisioner KPU

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, tersangka kasus dugaan suap penetapan anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).

Selain Wahyu, dua tersangka lainnya juga diperpanjang masa penahanannya oleh penyidik, yakni orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina, dan seorang pihak swasta yakni Saeful Bahri.

"Ketiga tersangka, diperpanjangan masa penahanan di rutan selama 40 hari sejak 29 Januari sampai dengan 8 Maret 2020," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Senin (27/1).

Perpanjangan penahanan itu dilakukan setelah Wahyu Setiawan mengurusi proses administrasi dan menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK. Seusai ke luar dari ruang pemeriksaan, Wahyu tak berkomentar banyak kepada awak media.

Dia mengaku, penyidik sempat menyinggung peran Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto. Namun, dia tak menjelaskan lebih detail terkait materi pemeriksaan tersebut.

"Banyak pertanyaannya. Terkait (Hasto) itu juga," tutur Wahyu, saat hendak memasuki mobil tahanan.

Sementara penasihat hukum Wahyu Setiawan, Toni Akbar Hasibuan menerangkan, disinggungnya nama Hasto dalam pemeriksaan itu, berkaitan dengan tanda tangan penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR menggantikan Nazaruddin Kiemas melalui PAW yang dilayangkan PDIP ke KPU.

"Kaitannya PDIP dengan persoalan ini tentu ada kaitanya. Surat permohonan pengajuan PAW itu dari PDIP yang ditanda tangani ketum dan sekjen," ucap dia.

Sponsored

Saat disinggung sumber uang yang diterima Wahyu, dia mengaku tidak mengetahui. Proses pemeriksaan hanya mengurus perpanjangan penahanan dan tidak membahas substansi pokok perkara.

"Saya enggak tahu (sumber uang yang diterima Wahyu Setiawan). Hari ini tidak ada pemeriksaan hanya perpanjangan penahanan saja. Ini perpanjangan kedua, 40 hari cuman itu aja," katanya.

Dalam perkaranya, Wahyu diduga telah meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya. Permintaan itu dipenuhi Harun. Pemberian uang dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi, yakni pada pertengahan dan akhir Desember 2019.

Pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK. Uang tersebut, diterima melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Pemberian kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful, melalui stafnya di DPP PDIP. Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Doni selaku advokat PDIP. Adapun sisa Rp700 juta diberikan kepada Agustiani, dengan Rp250 juta di antaranya untuk operasional dan Rp400 juta untuk Wahyu. 

Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR pengganti Nazarudin tak berjalan mulus. Lantaran rapat pleno KPU pada 7 Januari 2020 menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW. KPU bertahan menjadikan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin. 

Meski demikian, Wahyu tak berkecil hati. Dia menghubungi Doni dan menyampaikan tetap berupaya menjadikan Harun dalam PAW. Untuk itu, pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta uang yang diberikan Harun kepada Agustiani. Namun saat hendak menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu, penyidik KPK menangkap Agustiani dengan barang bukti Rp400 juta dalam bentuk Dolar Singapura.

Alhasil, KPK menetapkan empat tersangka, yakni Wahyu Setiawan, Harun Masiku, Saeful, dan Agustiani Tio Fridelina. 

Sebagai pihak penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Harun dan Saeful selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid