sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Luhut Pandjaitan enggan bela aktivis Greenpeace

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menolak memberikan pembelaan terhadap aktivis Greenpeace.

Soraya Novika
Soraya Novika Selasa, 20 Nov 2018 03:38 WIB
Luhut Pandjaitan enggan bela aktivis Greenpeace

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menolak memberikan pembelaan terhadap aktivis Greenpeace.

Enam aktivis Greenpeace Internasional dikabarkan tengah ditahan oleh kapten kapal tanker raksasa Stolt Tenacity saat aksi damai menaiki kapal kargo sepanjang 185 meter pengangkut minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) milik Wilmar International di Teluk Cadiz, dekat Spanyol.

Salah satu aktivis di antaranya berasal dari Indonesia. Sedangkan lima lainnya berasal dari Jerman, Inggris, Prancis, Kanada, dan Amerika Serikat. 

Keenamnya ditahan saat melakukan aksi damai memprotes perusakan hutan di Indonesia dengan menaiki secara aman dan damai Kapal Stolt Tenacity yang membawa muatan minyak sawit dari Indonesia ke Eropa.

Menanggapi kasus tersebut, Luhut justru menolak membela mereka. Menurutnya, aksi protes tersebut justru akan berdampak buruk pada kesejahteraan petani sawit.

"Dengan mereka memasuki kapal pembawa CPO ke eropa itu saja merupakan langkah yang tidak bagus, apalagi lebih 41% minyak sawit yang dibawa itu milik petani-petani, kalau aktivis sedikit-sedikit protes begitu bagaimana nasib petani kita?" ujar Menko Luhut di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta Pusat, Senin (19/11).

Meski aksi protes tersebut disebut-sebut sebagai bagian dari komitmen Lembaga Swada Masyarakat (LSM) global tersebut untuk memenuhi target 'Suistainable Development Goals' (SDGs) poin ke-15 soal ekosistem daratan, akan tetapi menurutnya hal tersebut belum tepat untuk Indonesia.

"Kalau standar asing (SDGs) dibawa ke Indonesia ya harus dilihat dulu dong. Apalagi poin nomor satu dari SDGs itu kan mengenai penanggulangan kemiskinan, kita penuhi dulu itu. Kita fasilitasi petani sawit untuk menjual garapannya," ungkapnya.

Sponsored

Menko Luhut menambahkan bahwa kalau pun memang ada pelanggaran dari pihak distributor, maka aksi protes harusnya mengikuti aturan hukum yang berlaku.

"Caranya itu yang tidak benar menurut saya, harus ikuti aturan hukum, apalagi katanya ada orang Indonesia yang terlibat, dia mesti bisa menghormati negaranya sendiri," tambahnya.

Di samping itu, Menko Luhut menegaskan bahwa pemerintah Indonesia telah memiliki moratorium tersendiri terkait dugaan penghancuran hutan dan sejumlah pelanggaran lainnya terkait masalah minyak kelapa sawit ini.

"Di Indonesia itu sudah ada moratorium yang melindungi soal itu, intinya pemerintah mengontrol semuanya, tidak mungkin lepas tangan," tegasnya.

Adapun moratorium yang dimaksud adalah moratorium yang sejalan dengan Perpres Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan, Inpres Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Sawit, dan Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.

Wilmar International merupakan produsen dan distributor minyak kelapa sawit terbesar di dunia, yang produknya dituding berasal dari perusakan lahan hutan, atau yang juga disebut 'minyak sawit kotor'.

Mereka pemasok utama raksasa makanan ringan global Mondelez, yang menggunakan minyak sawit di banyak produknya, termasuk biskuit Oreo, Ritz dan cokelat Cadbury.

Greenpeace International melalui investigasi terbarunya menyatakan bahwa pemasok minyak sawit Mondelez telah menghancurkan 70.000 hektar hutan hujan di seluruh Asia Tenggara dalam dua tahun, termasuk di Indonesia, selain juga tedapat bukti adanya pekerja anak, eksploitasi pekerja, penebangan ilegal, kebakaran hutan dan perampasan tanah.

Salah satu spesies yang paling rentang terkena dampak minyak kelapa sawit adalah orangutan.

Di beberapa tempat, penanaman kelapa sawit menyebabkan penggundulan hutan sehingga spesies yang hidup di hutan perawan kehilangan tempat tinggal.

Sejumlah perkebunan kelapa sawit juga didirikan tanpa berbicara terlebih dulu dengan masyarakat setempat terkait dengan pemakaian tanah mereka atau bahkan menyebabkan penduduk setempat terusir.

Berita Lainnya
×
tekid