Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai bahwa pernyataan asisten pribadi Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, dalam persidangan mengenai suap kepada pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kejaksaan Agung perlu ditindaklanjuti.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menuturkan, pengakuan Ulum tersebut setidaknya membuka fakta tersembunyi dalam kasus dugaan korupsi dana hibah pemerintah kepada KONI. Pengakuan Ulum telah membuat Kejaksaan Agung, yang sebelumnya menghentikan tanpa alasan penyidikan kasus tersebut, memproses kembali pengusutan.
"Saat ini penanganannya berjalan kembali, namun ini terkesan terpaksa karena kalau tidak ada isu uang Rp7 miliar maka kita tidak pernah tahu penanganan perkaranya karena tertutup dan terkesan tidak pernah dibuka," ujar Boyamin saat dikonfirmasi, Kamis (21/5).
Boyamin menilai, fakta baru dapat terungkap jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan menelusuri dugaan suap kepada anggota BPK dan mantan Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Adi Toegarisman.
"Perlu dilakukan pendalaman oleh KPK untuk membuat terang perkara. Apalagi jika ada keadaan upaya menghentikan dan menutupi penanganan suatu kasus di Kejagung," tutur Boyamin.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Miftahul Ulum dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyebutkan anggota BPK Achsanul Qosasi dan Adi Toegarisman menerima suap kasus KONI dengan terdakwa Imam Nahrawi.
Ulum merinci, Achsanul Qosasi menerima Rp3 miliar dan Adi Toegarisman menerima Rp7 miliar. Uang yang diberikan kepada Adi Toegarisman, menurut Ulum, digunakan untuk menghentikan penyelidikan di Kejaksaan Agung.
Atas pernyataan Ulum, Kejaksaan Agung pun langsung membentuk tim khusus untuk mengusut dugaan suap tersebut.