sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mengenang AE Priyono, aktivis cum intelektual

Aktivisme AE Priyono dikenal sejak duduk di bangku kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta.

Hermansah
Hermansah Minggu, 12 Apr 2020 21:26 WIB
Mengenang AE Priyono, aktivis cum intelektual

Aktivis yang juga dikenal sebagai penulis Anang Eko Priyono meninggal dunia hari ini, Minggu 12 April 2020 pukul 11.24 WIB, pada usia 61 tahun.

Di akhir hayatnya, almarhum menderita sakit paru-paru. Sejak sepekan lalu, AE Priyono, begitu dia dikenal di publik, dirawat di RS Polri, setelah sebelumnya menjalani perawatan di RS Mayapada. Awalnya keluarga sempat mencurigai sebagai PDP Covid-19, meski akhirnya hasil tes menyatakan negatif.Sahabat almarhum, Hamid Basyaib, menyebutkan, sudah dua hari AE Priyono tak sadarkan diri. “Sebelumnya ia mengeluhkan telinganya sangat sakit, sampai mengeluarkan darah. Foto-foto yang saya terima hanya saya edarkan kepada beberapa sahabat,” tulis Hamid dalam tulisan panjang berjudul “Epitaf Sendu untuk AE Priyono”, untuk mengenang almarhum.

Anang Eko Priyono, lahir di Temanggung 6 November 1958, wafat di Jakarta 12 April 2020. AE merupakan seorang intelektual sepanjang hayat. Menurut Hamid, AE Priyono adalah seorang penulis nonfiksi yang sangat baik dan selalu mampu mencapai formulasi kalimat-kalimat panjang yang bersih dan cerdas, yang tak henti gelisah dan merisaukan banyak hal tentang orang banyak, melampaui kerisauannya tentang dirinya sendiri.

Aktivisme AE Priyono dikenal sejak duduk di bangku kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. Sahabat almarhum lainnya, Lukman Hakiem, menceritakan almarhum pernah memimpin majalah Mahasiswa Keadilan, Ketua Komisariat HMI FH UII, dan Ketua Cabang HMI Yogyakarta.

Mas AE, begitu ia biasa dipanggil para juniornya, bersama Mahfud MD dan Hamid Basyaib juga menggawangi majalah mahasiswa UII, Muhibbah, yang berganti nama menjadi Himmah lantaran dibredel pemerintah. Mahfud MD yang kini menjabat Menko Polhukam adalah kawan satu angkatan almarhum.

AE Priyono juga dikenal karena perannya mengumpulkan dan mengedit tulisan-tulisan cendekiawan muslim Kuntowijoyo, hingga diterbitkan menjadi buku. “Dinamika Sejarah Umat Islam” dan “Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi” adalah kumpulan gagasan Kuntowijoyo yang digarap oleh almarhum. Untuk judul yang pertama, AE menyuntingnya bersama Lukman Hakiem.

Semasa hidup, almarhum pernah bergiat di Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) serta lembaga kajian dan advokasi hak asasi manusia Demos. Ia juga merupakan salah satu pendiri Majelis Sinergi Kalam (Masika) Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI).

Sementara rasa kehilangan juga dialami konsultan politik Denny JA. Hal itu tertuang dalam sebuah tulisan yang dikirim ke wartawan termasuk Alinea.id. Dia mengaku mendapat kepastian berita wafatnya AE Priyono dari putri AE Priyono yang bernama Nina. 

Sponsored

Hampir setiap hari Nina atau suaminya mengabarkan perkembangan abahnya. Sempat pula mereka memberitakan AE Priyono akan pulang ke rumah, berobat jalan. Tetapi yang terjadi kemudian, AE Priyono wafat.

Denny mengaku, pertama kali intens bersahabat dengan AE Priyono di ujung1980-an. Saat itu AE dikenal sebagai penulis, intelektual dan editor yang handal. AE bekerja di LP3ES. Ketika itu LP3ES menjadi LSM besar yang harum di kalangan aktivis dan intelektual.

Hubungan Denny dan AE menjadi lebih intens lagi ketika mereka pergi bersama ke luar negeri. Bersama Boni (Nur Imam Subono), Herdi SRS, mewakili Indonesia dalam pertemuan internasional di Filipina.

Di awal November 1999, Denny mengaku kembali jumpa AE setelah tahunan tak jumpa. Hari itu dia menemukan sahabat yang agak berbeda. AE bercerita tentang penyakit yang ia derita. Tetapi lebih banyak, AE bercerita tentang zaman yang sudah berubah.

"Di hari itu juga, AE Priyono menyampaikan gagasannya yang ingin menghabiskan sisa hidup tetap di jalan intelektual. Tak banyak yang saya respons. Saya hanya menatap matanya. Itu mata yang masih menyala. Mata yang masih mencari kedalaman. Mata yang tahan hidup dalam sunyi,” tutur Denny.

Selamat jalan AE, sahabatku. Selamat jalan, pejuang!

Berita Lainnya
×
tekid