sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pemdes Bojonggede dinilai tak serius selesaikan Program PTSL

Kasus pungli sebesar Rp1,5 juta-Rp15 juta per warga akan dilaporkan kepada Kejari Kabupaten Bogor.

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Rabu, 29 Des 2021 08:33 WIB
Pemdes Bojonggede dinilai tak serius selesaikan Program PTSL

Pemerintah Desa (Pemdes) Bojonggede, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar), dinilai tak berkomitmen merampungkan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Pangkalnya, tidak ada tanda-tanda warga akan menerima sertifikat tanah pada akhir 2021, sebagaimana yang dijanjikan sebelumnya.

"Kita masih tunggu respons panitia sampai kepala desa untuk menjelaskan [progres realisasi] PTSL secepat-cepatnya karena kita tidak mau berkompromi dan tidak mau bermain dengan waktu," ucap Koordinator Tim Saber Pungli Bojonggede, Dodo Lantang, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (29/12).

Berdasarkan data, Desa Bojonggede mendapatkan kuota sekitar 1.600 peserta Program PTSL pada 2017 dan 2019. Namun, belum semua warga yang berpartisipasi menerima sertifikat tanah.

Warga setempat lantas secara kolektif dan swadaya membentuk Tim Saber Pungli guna menyelesaikan persoalan ini. Sebanyak 59 peserta Program PTSL lalu mengadu. Hingga kini, baru 21 peserta yang menerima sertifikat setelah diadvokasi.

Lapor Kejari
Selain malaadministrasi, Tim Saber Pungli juga menyoroti adanya dugaan pungli atau pemerasan kepada masyarakat yang berpartisipasi dalam Program PTSL. Alasannya, warga dimintai sejumlah uang yang nilainya lebih tinggi dari ketentuan dalam Peraturan Bupati (Perbup) Bogor Nomor 48 Tahun 2017.

"Kisarannya [pungli] itu sekitar Rp1,5 juta sampai Rp15 juta per warga," beber Dodo. "Sementara, kita paham biaya sesuai perbup sekitar Rp150.000, lalu kenapa banyak sekali penyelewenangan?"

Dugaan semakin menguat karena warga saat menyerahkan dokumen sekaligus melakukan pembayaran tidak mendapatkan bukti serah terima berkas yang memuat nominal yang dibayarkan dari panitia. Pun tidak ada kuitansi yang diberikan.

Dodo menegaskan, pihaknya juga bakal mengusut tuntas dugaan praktik lancung ini selain malaadministrasi dalam Program PTSL. Bahkan, Tim Saber Pungli Bojonggede telah rampung menyusun berkas untuk diserahkan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bogor.

Sponsored

"Apakah benar-benar terjadi pungli atau pemerasan oleh panitia atau oknum-oknum pejabat desa, itu biar kejaksaan yang melakukan penyelidikan. Kami hanya mau kasus ini juga ditangani supaya tidak terulang lagi. Kami juga yakin Kejari Kabupaten Bogor profesional," katanya.

"Kita juga mau masyarakat kembali mendapatkan uangnya yang sudah diserahkan sebelumnya. Bagaimana mekanismenya? Itu urusan mereka," imbuhnya.

Rambah Desa Susukan
Di sisi lain, Tim Saber Pungli Bojonggede sekarang memperluas area advokasi masalah Program PTSL ke Desa Susukan. Salah seorang warga Kampung Bambu Kuning RT 03/RW 08, Dian Haris, sudah mengadu soal problem yang dihadapinya, sudah menyerahkan dokumen yang diminta dan membayar sejumlah uang, tetapi tidak juga menerima sertifikat tanah sampai kini.

Sayangnya, ungkap Dodo, upaya Tim Saber Pungli Bojonggede tidak berjalan mulus. "Di lapangan ditemukan adanya intervensi oleh oknum-oknum RT agar masyarakat tidak mengadu," ujarnya.

Berdasarkan data, Desa Susukan menjadi sasaran Program PTSL pada 2017 dan 2019 dengan kuota 1.500 dan 300 di antaranya belum rampung. "Pertanyaannya, apakah persoalan ini sama dengan yang terjadi di Desa Bojonggede, ada data yang hilang dan tidak akan selesai?" ucap Dodo.

Tim Saber Pungli Bojonggede pun telah melakukan upaya klarifikasi kepada Kades Susukan kala itu. Sayangnya, yang bersangkutan tidak mengetahui perkembangannya lantaran purnatugas per 2020.

"Dia sudah tidak menjabat dan diganti plt karena ada pilkades sehingga tidak tahu perkembangan, terutama Panitia Program PTSL," katanya.

Dodo menyesalkan berlarut-larutnya masalah ini bahkan melebar hingga terjadi dugaan pungli. Baginya, pemdes mestinya mendukung Program PTSL yang dicetuskan pemerintah pusat melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN), apalagi partisipasi publik juga tinggi karena antusias.

"Yang terjadi adalah mereka sudah tidak lagi melihat posisi masyarakat, tidak lagi melihat kondisi masyarakat di tengah pandemi, yang ada adalah bagaimana merampok duit masyarakat sebanyak-banyaknya yang akan digunakan untuk kepentingan pribadi," tutupnya.

Berita Lainnya
×
tekid