sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pemprov DKI beri sanksi pabrik penyebab polusi udara

Sanksi yang diberikan berupa paksaan pemerintah hingga pidana.

Eka Setiyaningsih
Eka Setiyaningsih Kamis, 08 Agst 2019 14:12 WIB
Pemprov DKI beri sanksi pabrik penyebab polusi udara

Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan penegakan hukum terhadap industri yang cerobongnya terbukti mencemari udara. 

Dalam inspeksi tersebut, Kepala Dinas Lingkungan hidup DKI Jakarta Andono Warih memberikan sanksi kepada dua perusahaan, yaitu PT Indonesia Acid Industry dan PT Mahkota Indonesia. Sanksi yang diberikan berupa kewajiban memperbaiki cerobong, dalam waktu 45 hari kalender.

Sanksi diberikan karena cerobong kedua perusahaan terbukti mengeluarkan emisi melebihi baku mutu yang diizinkan, yang tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha. Keduanya juga melanggar Kepgub Nomor 670 Tahun 2000 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak di Provinsi DKI Jakarta.

"Inspeksi ini merupakan salah satu pelaksanaan Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara," ujar Andono dalam siaran pers yang diterima Alinea.id, Kamis (8/8).

Selain itu, inspeksi mendadak dilakukan terhadap PT Hong Xin Steel, sebuah industri peleburan baja di kawasan Cakung, Jakarta Timur.

Perusahaan ini sebelumnya sudah mendapat sanksi berupa paksaan pemerintah untuk segera memperbaiki cerobong proses industri, agar emisi yang dikeluarkan memenuhi baku mutu. 

“Jika terbukti tidak juga dipenuhi, maka akan meningkat ke sanksi berikutnya, yaitu pembekuan izin lingkungan dan bahkan dapat sampai ke pencabutan izin. Ujungnya bisa sampai pidana,” kata Andono.

Andono menegaskan, kegiatan pengawasan industri atas emisi cerobong akan terus dilakukan. Inspeksi tahun ini ditargetkan dilakukan kepada 90 perusahaan dari 114 kegiatan industri, yang terindentifikasi memiliki cerobong buangan gas sisa. 

Sponsored

“Kami mendata ada 1.150 cerobong gas buang industri di Jakarta. Kegiatan industri tersebut umumnya memiliki cerobong lebih dari satu unit,” katanya.

Komponen yang diawasi adalah pemenuhan ketentuan spesifikasi teknis cerobong, baku mutu udara keluaran, kewajiban melakukan pengukuran secara mandiri emisi setiap 6 bulan oleh industri, bekerjasama dengan laboratorium lingkungan hidup terakreditasi, dan kewajiban melaporkannya kepada Dinas Lingkungan Hidup.

Adapun pengawasan kepatuhan industri terhadap ketentuan-ketentuan lingkungan hidup secara rutin telah dilakukan oleh petugas pengawas lingkungan hidup. 

“Masyarakat juga dapat membuat aduan atas dugaan pencemaran lingkungan oleh industri. Kami akan segera menindaklanjutinya,” katanya.

Pengawasan yang dilakukan tidak hanya terhadap kepatuhan pemenuhan baku mutu cerobong emisi gas buang. Dinas Lingkungan Hidup Jakarta juga mengawasi persyaratan teknis lingkungan hidup lainnya, seperti tersedianya instalasi pengolahan air limbah domestik, dan tata kelola limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Pengawasan juga dilakukan terhadap kepatuhan melaporkan kegiatan pengendalian lingkungan.

“Sepanjang 2019, kami telah menjatuhkan sanksi kepada 77 pelaku usaha yang terbukti tidak patuh atas ketentuan lingkungan. Jumlah ini jauh meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 18 pelaku,” kata Andono.

Perketat aturan

Menindaklanjuti Ingub Nomor 66 Tahun 2019, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta segera membuat regulasi untuk memperketat persyaratan teknis terkait pengendalian pemcemaran udara dari sumber tidak bergerak.

Beberapa diantaranya dengan mewajibkan cerobong industri besar dan berpotensi tinggi mencemari udara agar dilengkapi Continuous Emission Monitoring System (CEMS), yaitu sistem pemantauan lengkap yang dapat mengukur 5 parameter kualitas udara berupa CO, CO2, SO2, NOx, O2 dan partikulat secara terus-menerus.

Nantinya, lanjut Andono, data tersebut wajib diumumkan secara real time melalui panel display digital di depan gerbang pabrik, serta wajib dikoneksikan langsung ke Command Center Dinas Lingkungan Hidup. Hal ini dilakukan agar pemerintah dapat melakukan pengawasan dengan lebih efektif dan masyarakat dapat memantaunya secara langsung.

"Pemanfaatan teknologi informasi akan membuat industri lebih patuh dalam memperbaiki kualitas udara," katanya.

Sedangkan untuk industri yang skalanya lebih kecil dan prosesnya tidak terus-menerus, akan diwajibkan melaporkan hasil pemantauan mandiri yang berkerjasama dengan laboratorium lingkungan hidup terakreditasi, setiap bulan ke Dinas Lingkungan Hidup. 

“Data-data tersebut akan kami verifikasi dan umumkan kepada masyarakat melalui website Jakarta Smart City," katanya.

Penindakan ini merupakan pelaksanaan dari Ingub Nomor 66 Tahun 2019, yang diterbitkan untuk merespons buruknya kualitas udara di Jakarta. Berdasarkan data aplikasi berbasis web AirVisual, Jakarta berada di tiga besar kota-kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. 

Berita Lainnya
×
tekid