sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Rapor merah Jokowi atas pelanggaran HAM di Papua

Pada tahun ketiga masa jabatannya, tidak ada satupun perhatian yang diberikan Jokowi pada HAM.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Senin, 02 Jul 2018 17:55 WIB
Rapor merah Jokowi atas pelanggaran HAM di Papua

Papua darurat HAM. Ungkapan ini mungkin tepat ditujukan usai sejumlah peristiwa kekerasan yang menelan korban di Papua, baik yang terjadi baru-baru ini terjadi atau peristiwa lampau. 

Masih membekas diingatan pada pagi hari 8 Desember 2014 pasukan keamanan markas militer dan kepolisian Kota Enarotali, Kabupaten Paniai, Provinsi Papua melepaskan tembakan ke arah ratusan pengunjuk rasa yang terdiri dari orang-orang Papua. Saat itu, massa berdemonstrasi karena sehari sebelumnya 11 orang remaja Papua dipukul oleh personil tentara.

Massa yang marah mulai melempari markas kepolisian dan militer tersebut dengan batu dan kayu. Alih-alih menenangkan massa, pasukan keamanan membalas amukan tersebut dengan melepaskan timah panas yang menewaskan empat orang demonstran.

Pada saat itu bertepatan baru saja dilantiknya Joko Widodo sebagai Presiden. Jokowi yang kemudian merayakan natal di Jayapura, Papua pada 27 Desember 2014 berjanji mengadili pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam kasus penembakan tersebut dengan segera.

Memang dalam kampanye-kampanyenya sebelum terpilih menjadi presiden, Jokowi menebar janji soal penegakan HAM dan penuntasan kasus HAM masa lalu di Papua. Walhasil, pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla menang telak di tanah Cendrawasih ini. 

Satu keunggulan Jokowi yang mencolok adalah bersihnya mantan Gubernur DKI Jakarta ini dari kasus HAM. Berbeda dengan lawannya, Prabowo Subianto yang selalu dibayang-bayangi pelanggaran HAM tahun 1998.

Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia di Gambir pun menilai pada awal kepemimpinannya Jokowi terlihat punya komitmen kuat pada Papua. Dari kunjungan pertama dan kedua Jokowi, ia selalu berbicara soal HAM, bahkan ia membebaskan lima tahanan politik di Papua. 

Waktu berlalu, kata Usman sekarang ini komitmen Jokowi atas Papua dipertanyakan. 

Sponsored

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Amnesty International Indonesia selama dua tahun, mayoritas kasus kekerasan dan pembunuhan oleh aparat di Papua tidak berkaitan dengan politik atau gerakan separatisme yang kerap kali menjadi alasan bagi aparat. Sejak Januari 2010 hingga Februari 2018, Amnesty mencatat terdapat setidaknya 95 korban dalam 69 insiden pembunuhan di luar hukum. 

Sebanyak 56 korban dibunuh dalam konteks non politis dan 39 lainnya dalam konteks pro kemerdekaan yang damai seperti unjuk rasa atau pengibaran bendera bintang kejora. Dari 95 korban tersebut, 85 korban merupakan orang asli Papua.

“Papua merupakan salah satu lubang hitam pelanggaran HAM di Indonesia. Pasukan keamanan membunuh wanita, pria, dan anak-anak selama bertahun-tahun. Tanpa kemungkinan untuk dimintai pertanggungjawaban dalam suatu mekanisme hukum yang independent,” kata Usman Hamid pada Senin (2/7). 

Dari 69 insiden yang didokumentasikan Amnesty International Indonesia, tidak ada satupun pelaku yang menjalani investigasi kriminal oleh lembaga independen dari institusi yang anggotanya diduga melakukan pembunuhan. 

Sebanyak 25 kasus tidak ada investigasi sama sekali, bahkan tidak ada pemeriksaan internal. Lalu, 26 kasus aparat baik polisi atau TNI mengaku mereka telah melakukan investigasi internal, namun tidak mempublikasikan hasilnya.

Korban tidak hanya orang dewasa, tercatat ada tiga balita atau anak-anak di bawah usia 10 tahun yang menjadi korban. Hal ini menurut Usman Hamid telah menggugurkan argumen aparat yang menggunakan kekerasan untuk mengatasi separatisme.

Pencitraan Jokowi

Di sisi lain, komitmen penuntasan penyelenggaraan HAM Jokowi dipertanyakan usai menunjuk Wiranto sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) menggantikan Luhut Binsar Panjaitan Desember 2016 lalu. 

“Pada tahun ketiga masa jabatannya, tidak ada satupun perhatian yang diberikan Jokowi pada Hak Asasi Manusia,” ungkap Usman.

Jokowi sendiri, kata Usman, mengakui tidak ada satupun kasus HAM yang diselesaikan oleh pemerintah dan tidak ada satupun tersangka yang dibawa ke pengadilan sipil. Padahal Jokowi telah menginstruksikan Jaksa Agung untuk menanganinya namun Jaksa Agung tidak menindaklanjuti. 

Usman menyebut hanya ada enam kasus yang dibawa ke mekanisme disiplin internal militer. Makanya, Usman menilai pemerintahan Jokowi telah gagal dalam mengatasi masalah HAM berdasarkan laporan-laporam yang dikumpulkan Amnesty International. 

Ia bahkan menyebut prioritas Jokowi di tanah Papua telah bergeser ke untuk mempercepat pembangunan yang menurutnya hanya untuk pencitraan saja. 

Untuk itu, Amnesty International merekomendasikan pada pihak berwenang agar semua pembunuhan di luar hukum yang dilakukan apparat keamanan diselidiki secara cepat, tidak memihak, dan efektif. Penyidikan dan penuntutan tak boleh terbatas hanya pada pelaku langsung, tetapi juga melihat keterlibatan atasan.

Berita Lainnya
×
tekid