sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Runtutan suap pengadaan drone & satellite monitoring Bakamla

Mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla, Nofel Hasan didakwa menerima uang hingga ratusan ribu dolar Singapura.

Syamsul Anwar Kh
Syamsul Anwar Kh Rabu, 03 Jan 2018 15:05 WIB
Runtutan suap pengadaan drone & satellite monitoring Bakamla

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar runtutan proses suap dalam proyek pengadaan drone dan satelit atau monitoring backbone coastal surveillance system, long-range camera Badan Keamanan Laut (Bakamla). Bahkan, dalam dakwaan salah satu tersangka, Nofel Hasan, disebutkan bahwa mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla itu menerima uang sebesar SGD104.500 dari pemilik PT Merial Esa, Fahmi Darmawasyah.

Adapun peran Nofel bersama dengan staf khusus bidang Perencanaan dan Anggaran Kepala Bakamla, Arie Soedwo, Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi ialah membuat anggaran pengadaan monitoring satellite senilai Rp402,71 miliar dan drone sebesar Rp580,468 miliar pada APBNP 2016.

Peristiwa suap itu bermula sejak Maret 2016 saat Ali datang ke kantor PT Merial Esa dan bertemu Fahmi Darmawansyah didampingi Muhammad Adami Okta sebagai orang kepercayaannya.

Kala itu, Ali menawarkan kepada Fahmi untuk main proyek di Bakamla dan jika bersedia maka Fahmi Darmawansyah harus memberikan fee sebesar 15% dari nilai pengadaan. Ali Fahmi lalu memberitahukan pengadaan monitoring satellite senilai Rp400 miliar dan meminta uang muka 6% dari nilai anggaran tersebut. Fahmi pun menyanggupi, untuk lelang drone ia menggunakan PT Merial Esa dan PT Melati Technofo Indonesia (MTI) untuk pengadaan satellite. Selanjutnya, ia mempercayakan Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus untuk mengurus proses pengadaan di Bakamla tersebut.

Kemudian pada September 2016, Ali Fahmi memberitahu Adami bahwa kedua perusahaan itu memenangkan penawaran masing-masing tender.

"Namun, anggaran drone masih dibintangi, artinya anggaran itu tidak dapat digunakan sebelum syarat-syarat tertentu dipenuhi, sehingga terdakwa bekerja sama dengan Ali Fahmi atau Hardy Stefanus melakukan pengurusan ke Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan RI untuk membuka tanda bintang pada anggaran drone," jelas jaksa penuntu umum KPK, Amir Nurdianto seperti dikutip dari Antara, Rabu (3/1).

Lalu pada Oktober 2016, Kepala Bakamla Arie Soedewo dan Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Eko Susilo Hadi membahas pembagian fee. Dalam dakwaan Nofel, disebutkan jatah Bakamla sebesar 7,5% dari nilai pengadaan. Namun, Adami berjanji akan menyerahkan 2% terlebih dahulu.

Selanjutnya terjadi penyerahan uang pada 14 November 2016 di kantor Bakamla oleh Adami Okta kepada Eko Susilo Hadi sejumlah USD10 ribu dan EUR10 ribu. Eko lalu menyampaikan itu ke Nofel Hasan dan mantan Direktur Data dan Informasi Bakamla, Laksma Bambang Udoyo.

Sponsored

Kemudian, penyerahan uang juga dilakukan pada 25 November 2016 sekitar pukul 10.00 WIB yang diberikan Adami Okta bersama Hardy Stefanus dengan membawa uang SGD104.500 ke ruang kerja Nofel di kantor Bakamla.

"Muhammad Adami Okta menyerahkan uang tersebut kepada terdakwa dengan disaksikan Hardy Stefanus," sambungnya.

Selanjutnya pada 6 Desember 2016, Adami bersama Danang Sriradityo Hutomo menyerahkan SGD100 ribu kepada Bambang Udoyo dan 8 Desember 2016 Hardy Stefanus menyerahkan tambahan SGD5 ribu. Pada 14 Desember 2016, Adami dan Hardy menyerahkan uang SGD100 ribu dan SGD78.500 kepada Eko Susilo Hadi di kantornya di Bakamla yang seluruhnya dari Fahmi Darmawansah.

Terhadap perbuatan itu, Nofel Hasan dijerat dengan dakwaan melanggar Pasal 12 huruf b atau pasal UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sementara Eko Susilo Hadi telah divonis 4 tahun 3 bulan penjara, Bambang Udoyo divonis 4,5 tahun penjara dan dipecat dari kesatuan militer, Fahmi divonis 2 tahun dan 8 bulan penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan. Sedangkan Adami dan Hardy divonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta dengan subsider 6 bulan kurungan bahkan sudah bebas dari penjara.

Berita Lainnya
×
tekid