sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Singgung PT GSI soal PCR, Mahfud MD: Saya tak bermaksud bela LBP dan Erick

Mahfud MD menjelaskan konteks kebutuhan alat test dan obat pada awal Indonesia diteror Covid-19.

Fathor Rasi
Fathor Rasi Minggu, 14 Nov 2021 20:34 WIB
Singgung PT GSI soal PCR, Mahfud MD: Saya tak bermaksud bela LBP dan Erick

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengenang situasi mencekam saat Covid-19 melanda Indonesia pada paruh pertama 2020. Situasi itu, kata Mahfud, telah mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak peran serta masyarakat untuk menanggulangi Corona.

Dalam situasi demikian pula, sambung mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini, banyak kelompok masyarakat merespons seruan DPR yang menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020, tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi coronavirus disease 2019. Termasuk Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) dan Menteri BUMN Erick Thohir yang ikut mendirikan PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).

Semula, Jelas Mahfud, LBP, Erick Thohir dan kawan-kawan membentuk sebuah yayasan untuk membantu masyarakat dalam pengadaan obat dan alat tes Covid. Yayasan tersebut kemudian mendirikan PT GSI yang juga melakukan pengadaan PCR, distribusinya ada yang berbayar, ada pula yang digratiskan.

“Saya tak bermaksud membela LBP dan Erick, saya hanya menjelaskan konteks kebutuhan ketika dulu kita diteror dan dihoror oleh Covid-19, dan ada kebutuhan gerakan masif untuk mencari alat test dan obat. Silakan terus diteliti, dihitung, dan diaudit. Masyarakat juga punya hak untuk mengkritisi. Nanti akan terlihat kebenarannya,” ujar Mahfud MD dalam keterangan tertulis Kemenko Polhukam, Minggu (14/11/2021).

Eks Menhan itu menambahkan, pemerintah sama sekali tidak anti kritik. Tapi jika pemerintah menjawab kritik untuk membanding pendapat dan data, maka jangan dicap antikritik. “Di negara demokrasi itu menjawab kritik dan mengadu logika, adalah bagian dari mujadalah, mencari kebenaran. Silahkan kritik, dan izinkan yang dikritik menjawab dan mengkritik balik,” bebernya.

Sekarang, katanya, kita sudah bisa bernafas lega dan bersyukur, bahwa selain sudah konstitusional, kebijakan dan langkah Pemerintah dalam menghadapi Covid-19 juga cukup efektif. Di dunia internasional, penanganan Covid-19 di Indonesia dinilai termasuk yang terbaik. “Meski begitu kita harus tetap waspada dan selalu mengikuti prokes, sampai nanti benar-benar aman. Jangan lengah, jangan lalai,” bebernya.

Awal Covid-19 melanda Indonesia, jelas Mahfud, masyarakat seperti terteror dengan horor Covid-19. Ini ditandai oleh tiadanya alat kesehatan, masker hilang dari pasar karena ditimbun oleh pedagang gelap dan dijual dengan harga puluhan kali lipat, rumah sakit banyak yang menolak pasien Covid-19 karena jika pernah menerima pasien Covid bisa dijauhi orang.

Di masyarakat, lanjut Mahfud, juga terjadi pengambilan paksa jenazah, baik di rumah sakit maupun di tempat pemakaman. Bahkan, saat itu obat pun tidak ada, alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan juga tidak memadai. “Pemerintah berebutan dengan negara-negara besar yang juga panik, untuk membeli APD dan obat-obatan. Kontroversi antar dokter, antar ahli agama, antar sosiolog juga semakin membuat masyarakat panik,” kenang Manfud MD.

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid