sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

SKB UU ITE, Koalisi ingatkan adanya potensi pidana konten viral

Koalisi nilai penerbitan pedoman interpretasi UU ITE langkah keliru.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Senin, 24 Mei 2021 15:35 WIB
SKB UU ITE, Koalisi ingatkan adanya potensi pidana konten viral

Elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Serius Revisi Undang-Undang Transaksi Elektronik (UU ITE) mempertanyakan langkah tim kajian revisi UU ITE ihwal penambahan pasal pidana baru. Yaitu, Pasal 45C yang akan berisi ancaman pidana untuk kabar bohong berpotensi menimbulkan keonaran.

Hal itu disampaikan Koalisi menanggapi rencana pemerintah yang bakal menandatangani surat keputusan bersama (SKB) tiga lembaga, yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika, Polri, dan Kejaksaan Agung terkait pedoman penerapan regulasi UU ITE.

“Penambahan pasal ini perlu dikritisi mengingat definisi 'kabar bohong yang menimbulkan keonaran' banyak mengandung unsur karet, mulai dari definisi 'kabar bohong' yang tidak ketat, begitu juga dengan perbuatan yang menimbulkan 'keonaran di masyarakat' yang persyaratannya tidak semudah sekedar viral kemudian dianggap sebagai perbuatan onar,” ujar Direktur LBH Pers Ade Wahyudin dalam keterangan tertulis, Senin (24/5).

Koalisi Serius Revisi UU ITE juga mengkritik Menteri Koordiantor Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD ihwal keputusan untuk tidak merevisi UU ITE dan hanya membuat pedoman interpretasi.

Semestinya, kata Wahyudin, UU ITE direvisi mengingat korbannya terus berjatuhan. Di sisi lain, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan Dirjen Perundang-Undangan Kementerian Hukum (Kemenkumham) dan HAM yang memiliki mandate untuk mengevaluasi dan mengusulkan perbaikan hukum tidak dilibatkan dalam SKB tiga kementerian/lembaga.

Koalisi pun mendesak pemerintah menunda rencana penandatanganan SKB tentang pedoman penerapan regulasi UU ITE. Koalisi juga menuntut akses dokumen SKB berupa draf maupun lampiran dapat dibuka ke publik terlebih dahulu. Koalisi juga meminta BPHN dan Dirjen Perundang-undangan Kemenkumham dilibatkan, agar dapat mengevaluasi implementasi UU ITE ini.

Koalisi melihat pokok permasalahan UU ITE adalah ketidakjelasan atau kekaburan norma hukum yang tercantum dalam pasal-pasal yang sering disalahgunakan untuk mengkriminalisasi warga. Sementara itu, lanjut Koalisi, pedoman interpretasi dibutuhkan untuk menegaskan kembali aturan yang telah ada. Jadi, penerbitan pedoman dalam merespon polemik UU ITE justru dinilai langkah yang keliru.

Koalisi Serius Revisi UU ITE terdiri dari Amnesty International Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen, ELSAM, Greenpeace Indonesia, ICJR, ICW, IJRS, Imparsial, Koalisi Perempuan Indonesia, Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB) Makassar, KontraS, LBH Apik Jakarta, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers Jakarta, LeIP, Paguyuban Korban UU ITE (PAKU ITE), PBHI, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), PUSKAPA UI, Remotivi, Rumah Cemara, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), dan Yayasan LBH Indonesia.

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid