sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Survei Kehati: Sorgum bisa menggantikan beras

 97,7% responden pada penelitian tersebut juga menyebutkan, sorgum bisa menggantikan beras. 

 Ghina Mita Yuniarsih
Ghina Mita Yuniarsih Sabtu, 08 Okt 2022 15:11 WIB
Survei Kehati:  Sorgum bisa menggantikan beras

Sorgum merupakan tanaman serealia potensial yang harus dikembangkan sebagai program ketahanan pangan dan agribisnis. Hal ini di karenakan mengingat daya adaptasinya yang luas serta kebutuhan air yang rendah.

Pengurus Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati) Renata Puji Sumedi mengatakan, pihaknya telah melakukan survei terkait sorgum kepada 500 responden pada 2021. Hasil survei menyebutkan, sorgum dapat menjadi sumber pangan masyarakat sebesar 65%. Hal ini diungkapkan Renata dalam acara yang bertajuk “Pengembangan Sorgum di NTT Apa Pembelajaran Yang Bisa Dipetik?” oleh Alinea.id secara daring, Jumat (7/10).

Hanya sedikit responden yang menyebutkan sorgum tidak bisa menjadi sumber pangan, yakni sebesar 9%. Sementara itu, responden yang mengatakan mungkin sebesar 26,1%. Sebanyak 97,7% responden pada penelitian tersebut juga menyebutkan sorgum bisa menggantikan beras. 

Renata juga menyebutkan, Yayasan Kehati telah melakukan program sorgum berbasis komunitas yakni, reinventing dan pengembangan benih maupun sumber pangan lokal, budidaya sorgum, pengolahan pascapanen sorgum, pengembangan dari produk olahan utamanya sorgum, melakukan kampanye dan gerakan konsumsi sorgum terkait pangan, gizi dan olahan lain, melakukan pemanfaatan limbah sorgum.

Sponsored

Ia juga menjelaskan keterlibatan pastor dalam sorgum berbasis komunitas. “Ini adalah proses dalam keterlibatan pengembangan sorgum berbasis komunitas. Kami sangat terbantu juga dengan adanya peran gereja di Flores. Kami dibantu oleh temen-temen pastor yang kemudian juga membantu gerakan tersebut,” ucap Renata.

Gerakan tokoh agama yang mengajak masyarakat di setiap minggu, kerap memperkenalkan kembali pangan lokal dan juga memberikan contoh bagaimana untuk mengonsumsinya yang menjadi warisan nenek moyang di Indonesia.

“Bagaimana kemudian masyarakat  setiap minggu dikenalkan kembali pangan lokal. Bagaimana kemudian mereka seharusnya mengonsumsi kembali pangan-pangan lokal warisan nenek moyang mereka. Dan itu yang sebetulnya menjadi hal yang penting bagi kami. Bagaimana kemudian gerakan-gerakan tokoh-tokoh agama ini terlibat dalam pengembangan pangan lokal tersebut,” tuturnya.

Berita Lainnya
×
tekid