sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tipu-tipu penumpang kereta lewat hasil tes Covid-19 palsu

Akal-akalan surat bebas Covid-19 palsu menjadi masalah lain di stasiun kereta. Bagaimana solusinya?

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Kamis, 24 Des 2020 06:09 WIB
Tipu-tipu penumpang kereta lewat hasil tes Covid-19 palsu

Akal bulus Andryan Santosa—nama samaran—bergerak ketika malas mengantre untuk melakukan rapid test antibodi di Stasiun Bandung, Jawa Barat. Awal Desember lalu, ia dan lima orang temannya hendak pulang ke Jakarta usai liburan dua hari di Kota Kembang itu. Hasil rapid test digunakan sebagai syarat perjalanan menggunakan kereta api.

“Kantor gue pernah kerja sama untuk tes Covid-19 sama rumah sakit. Gue masih simpan file-nya,” kata dia saat dihubungi reporter Alinea.id, Senin (14/12).

Berbekal berkas digital hasil rapid test itu, Andryan kemudian merekayasanya dengan sebuah aplikasi di laptopnya. Ia tinggal mengganti isian di kolom nama pasien, tanggal lahir, alamat, dan tanggal pemesanan. Hasil tes diubah dengan menuliskan nonreaktif.

“Sewaktu dicek petugas di stasiun, tinggal nunjukin aja (dokumennya),” kata dia. “Yang penting pede sama yakin."

Bermodal muslihat itu, Adryan dan teman-temannya pun berhasil mengelabui petugas di pintu keberangkatan Stasiun Bandung.

Menurut pengakuan seorang tukang ojek yang biasa mangkal di luar Stasiun Pasar Senen, Jakarta, praktik membuat surat keterangan negatif Covid-19 abal-abal sudah lumrah. Beberapa tukang ojek bahkan menerima jasa mengantar calon penumpang kereta api jarak jauh ke sebuah klinik di bilangan Johar Baru, Jakarta Pusat.

Salah satu tukang ojek itu adalah Parlin. Ia mengatakan, calon penumpang yang menggunakan jasanya lazimnya dalam keadaan terdesak atau buru-buru. Parlin mengaku, setiap tukang ojek memasang tarif Rp40.000 pulang-pergi mengantar.

“Ongkos bikin suratnya Rp95.000. Cuma lima menit jadi,” kata Parlin ditemui di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Rabu (16/12).

Dibandingkan ongkos rapid test antibodi di stasiun, yang rata-rata Rp85.000, membuat surat palsu sedikit lebih mahal. Namun, Parlin mengatakan, pembuatan surat itu tak mengharuskan seseorang diambil darahnya.

Sponsored

“Kan enggak perlu antre juga,” ujarnya.

Di sisi depan pintu pengecekan tiket keberangkatan penumpang, salah seorang petugas, Ahmad Jazuli dengan teliti mengecek kelengkapan surat dan tiket calon penumpang. Ia mengaku, selama ini belum pernah ditemukan pelanggaran.

“Semua penumpang bisa dibilang patuh aturan. Kalau ada yang ketinggalan (suratnya), biasanya disisihkan dari antrean,” ucapnya saat ditemui di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Rabu (16/12).

Petugas melakukan pemeriksaan dokumen penumpang Kereta Api Luar Biasa (KLB) Gambir-Surabaya Pasarturi saat tiba di Stasiun Gambir, Jakarta, Selasa (26/5/2020). Foto AntaraAprillio Akbar.

Kerja sama dengan polisi

Menurut Vice President Public Relations PT KAI Joni Martinus, selain syarat surat negatif Covid-19, petugas disiagakan untuk memastikan calon penumpang menerapkan protokol kesehatan. Setiap calon penumpang pun dicek suhu tubuhnya.

“Tidak boleh lebih dari 37,3 derajat Celsius,” kata Joni saat dihubungi, Selasa (15/12).

Jika sebelumnya PT KAI mewajibkan calon penumpang memiliki surat keterangan negatif Covid-19 dari hasil polymerase chain reaction (PCR) atau rapid test antibodi, mulai 22 Desember 2020 hingga 8 Januari 2021 aturan itu diubah.

Calon penumpang diwajibkan menunjukkan hasil rapid test antigen, bukan lagi antibodi. Bagi calon penumpang kereta api jarak jauh di Pulau Jawa, hasil rapid test antigen itu ditunjukan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal keberangkatan. Sementara untuk calon penumpang kereta api di Pulau Sumatera masih menggunakan rapid test antibodi dan PCR.

Aturan terbaru itu mengacu Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 3 Tahun 2020 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Orang Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru 2021 dalam Masa Pandemi Covid-19 dan Surat Edaran Kementerian Perhubungan Nomor 23 Tahun 2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang dengan Transportasi Perkeretaapian Selama Masa Natal Tahun 2020 dan Tahun Baru 2021 dalam Masa Pandemi Covid-19.

Joni menyebut, ke depan pihaknya akan membahas upaya pengawasan lebih ketat di jalur masuk keberangkatan. Ia mengakui, selama ini belum dilakukan pengecekan secara detail terhadap berkas hasil tes calon penumpang.

“Kami masih perlu koordinasi dengan pihak terkait, Kemenkes (Kementerian Kesehatan) dan Kemenhub (Kementerian Perhubungan), supaya bisa sejalan, dan penerapannya satu suara,” ucapnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Humas PT KAI Daerah Operasional (Daop) 1 Jakarta Eva Chairunisa mengatakan, pihaknya sudah memperkuat kerja sama dengan kepolisian dalam menindaklanjuti laporan penggunaan surat bebas Covid-19 palsu. Beberapa calo surat kesehatan palsu di sekitar Stasiun Pasar Senen, kata dia, sudah ditertibkan petugas.

“Daop 1 Jakarta akan terus memantau, juga mengamankan situasi di lokasi berkoordinasi dengan pihak yang berwenang,” kata Eva saat dihubungi, Senin (21/12).

Sementara itu, juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, sejauh ini pihak kepolisian sudah meningkatkan penjagaan di pintu-pintu masuk stasiun kereta api. Ia mengingatkan, penjagaan keamanan juga perlu didukung peran aktif masyarakat untuk mencegah praktik tipu-tipu, seperti calo dan pembuatan surat keterangan bebas Covid-19 palsu.

"Laporkan saja kepada aparat penegak hukum," kata Wiku dalam pesan singkat, Minggu (20/12).

Penumpang kereta api relasi Gambir-Pasarturi mengenakan masker pada masa pandemi Covid-19 sebelum keberangkatan dari Stasiun Gambir, Jakarta. Foto Antara/M. Risyal Hidayat.

Pemecahan masalah

Terkait tipu-tipu surat palsu ini, epidemiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo mengatakan, pengawasan dan verifikasi harus dilakukan dengan melibatkan kepolisian.

“Petugas stasiun itu sulit memastikan kebenarannya. Mestinya ada petugas intelijen yang memastikan tidak boleh ada pemalsuan surat keterangan,” ujar Windhu saat dihubungi, Kamis (17/12).

Ia menilai, celah penyimpangan aturan syarat perjalanan terjadi karena ketidaktegasan pemerintah dalam memberlakukan pembatasan mobilitas warga. Idealnya, menurut dia, mobilitas penduduk harus benar-benar dibatasi, hanya untuk tujuan khusus.

Penyimpangan aturan dalam syarat keterangan bebas Covid-19, menurut Windhu, merupakan perbuatan melanggar hukum.

“Harusnya itu diusut karena sama seperti orang jual tiket palsu. Masa polisi enggak bisa mengusut yang begitu? Itu termasuk kriminal,” ucapnya.

Lebih lanjut, Windhu mengatakan, rapid test antibodi yang selama ini diterapkan PT KAI sebagai syarat melakukan perjalanan jarak jauh menggunakan kereta api, memiliki tingkat akurasi yang rendah dalam mendeteksi virus di tubuh seseorang.

Jika digunakan sebagai syarat perjalanan jarak jauh, kata dia, tak efektif mencegah penularan selama dalam perjalanan dan di tempat tujuan.

“Kebijakan penggunaan rapid test antibodi itu justru membuat penularan makin meluas. Karena hasil nonreaktif pun, bisa jadi ada virus,” katanya.

“Jadi masih bisa menulari.”

Di sisi lain, pengamat kebijakan publik Abdul Fatah melihat, syarat hasil rapid test antigen yang kini diberlakukan malah akan membebani masyarakat karena harus mengeluarkan ongkos tak sedikit.

Infografik syarat naik kereta jarak jauh. Alinea.id/Bagus Priyo.

“Karena harganya mahal, bisa menimbulkan adanya pemalsuan surat keterangan hasil rapid,” kata Abdul ketika dihubungi, Selasa (22/12).

Ia mengusulkan, sebaiknya calon penumpang kereta api jarak jauh cukup diberlakukan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Jika suhu tubuh di atas standar yang digariskan, baru direkomendasi untuk melakukan rapid test di stasiun.

Untuk mengatasi praktik surat bebas Covid-19 palsu, Abdul mengusulkan agar semua fasilitas pelayanan kesehatan penyedia jasa rapid test teregistrasi resmi di Kemenkes atau dinas kesehatan.

“Selanjutnya, setiap surat keterangan hasil tes mencantumkan kode komputer (barcode) sebagai tanda registrasi,” kata dia.

Berita Lainnya
×
tekid