sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Uang miliaran rupiah berserakan di rumah dinas Gubernur Kepri

KPK menduga uang itu berkaitan dengan izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Selasa, 16 Jul 2019 23:30 WIB
Uang miliaran rupiah berserakan di rumah dinas Gubernur Kepri

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, mengungkapkan pihaknya menemukan sejumlah uang dalam pecahan rupiah dan mata uang asing di dalam tas dan kardus saat menggeledah rumah dinas Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun, pada Jumat (12/7).

"Posisi uang yang kami temukan itu ada 13 tas dan kardus ya. Ini tasnya ada tas plastik, ada tas ransel dan ada tas dalam bentuk yang lain. Semua tas itu berisi uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing," kata Febri di gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (16/7).

Menurut Febri, uang tersebut ditemukan di salah satu kamar rumah dinas mantan politisi Partai NasDem tersebut. Uang itu ditemukan di beberapa sudut kamar dengan kondisi berserakan.

"Kami temukan di beberapa tempat di kamar itu yang tidak disusun sedemikian rupa jadi agak berserakan begitu ya uang di sana dalam beberapa tas tersebut," tutur Febri.

KPK menaksir jumlah uang yang ditemukan di rumah dinas Gubernur Kepri mencapai miliaran rupiah. Adapun rinciannya yaitu Rp3,5 miliar, US$33.200, dan 134.711 dolar Singapura.

Saat disinggung ihwal asal-usul uang tersebut, Febri belum dapat membeberkannya lebih jauh. Sebab, soal itu  masuk dalam materi perkara tersebut. Namun demikian, KPK menduga uang itu berkaitan dengan izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018/2019.

"Itu juga bagian dari penelusuran KPK. Sejauh ini kami menduga uang tersebut berasal dari pihak-pihak yang memiliki hubungan jabatan dengan posisi dan kewenangan yang bersangkutan sebagai penyelenggara negara. Yang sudah diidentifikasi misalnya terkait dengan proses perizinan," ucap Febri.

Dalam penggeledahan pekan lalu, KPK juga menyambangi tiga lokasi, yakni kantor Gubernur Kepulauan Riau, kantor Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau, dan kantor Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau. Dalam penggeledahan tersebut, KPK mengamankan sejumlah dokumen terkait perizinan.

Sponsored

Nurdin Basirun diketahui telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap izin reklamasi di Kepulauan Riau. Selain Nurdin, tiga orang lainnya juga ditetapkan tersangka oleh KPK, yakni Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofyan, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono, dan dari pihak swasta Abu Bakar.

KPK menduga Nurdin telah menerima suap terkait izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir di Kepulauan Riau tahun 2018/2019 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya.

Diduga, Nurdin telah menerima sejumlah uang dari Abu Bakar, baik langsung maupun melalui orang kepercayaannya, Edy Sofyan. Diduga, uang tersebut diserahkan untuk memuluskan izin untuk pembangunan resort dan kawasan wisata pulau reklamasi seluas 10,2 hektare.

Adapun rinciannya, Nurdin telah menerima uang sebesar 5.000 dolar Singapura dan Rp45 juta pada 30 Mei 2019. Keesokan harinya, izin prinsip reklamasi untuk Abu Bakar diterbitkan. Kemudian, Abu Bakar menyerahkan kembali uang sebesar 6.000 dolar Singapura kepada Nurdin melalui Budi selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap.

Jika di total, mantan politisi Partai Nasdem itu diduga menerima 11 ribu dolar Singapura dan Rp45 juta terkait suap izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018/2019.

Sebagai pihak yang diduga penerima suap dan gratifikasi, Nurdin disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Sementara, Edy dan Budi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Kemudian, sebagai pihak yang diduga pemeberi, Abu Bakar disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Berita Lainnya
×
tekid