close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi sidang sengketa PHPU di MK. Dokumentasi MK
icon caption
Ilustrasi sidang sengketa PHPU di MK. Dokumentasi MK
Pemilu
Rabu, 13 Maret 2024 18:44

Bisakah polisi jadi saksi sengketa PHPU di MK?

PDIP berencana menghadirkan seorang kapolda sebagai saksi dalam sengketa pemilu.
swipe

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memastikan akan mengajukan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasilnya. Bahkan, telah menyiapkan seorang kepala kepolisian daerah (kapolda) sebagai saksi.

Wakil Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Henry Yosodiningrat, mengatakan, kekalahan jagoannya pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Jawa Tengah (Jateng) tidak lepas dari "campur tangan" penguasa. Dalihnya, Jateng merupakan "kandang banteng" dan Ganjar menjabat gubernur setempat selama 2 periode (2013-2018 dan 2018-2023).

"Kami punya bukti ada kepala desa yang dipaksa oleh polisi. Ada juga bukti warga masyarakat mau milih ini, tapi diarahkan ke paslon (pasangan calon) lain," katanya, Senin (11/3). "Akan ada kapolda yang kami ajukan [sebagai saksi sengketa PHPU]."

Pengamat kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai, kasus ini harus dibuat lebih terang dan jelas secara perinci. Sebab, belum ada informasi lebih lanjut hingga kini terkait dugaan kecurangan tersebut.

Ia menambahkan, rencana PDIP mengajukan seorang kapolda sebagai saksi bakal menjadi citra buruk bagi kepolisian. Alasannya, dugaan keterlibatan aparatur negara, termasuk Polri, dalam politik praktis tidak elok.

"Meskipun bisa jadi kesaksian itu benar, tentu akan semakin menjadi preseden buruk terkait netralitas Polri. Menarik-menarik aparat kepolisiaan dalam ranah politik tentu tak elok untuk iklim demokrasi," tuturnya kepada Alinea.id, Rabu (13/3).

Tantangan menghadirkan polisi

Bambang melanjutkan, takkan mudah menghadirkan kapolda dalam sidang PHPU. Pangkalnya, harus mendapat izin dari atasannya. Bahkan, sarat konflik kepentingan lantaran berkaitan dengan keterlibatan aparat.

Ia lantas mencontohkan dengan sengketa PHPU pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Memberamo Raya 2016. Kala itu, MK menolak seorang polisi menjadi saksi lantaran tak mengantongi izin atasan dan bukan termasuk saksi sebagaimana tertuang dalam Peraturan MK.

"Laporkan lebih dulu. Jadi, lebih jelas kasusnya,” sarannya.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), Edi Saputra Hasibuan, juga berpendapat senada. Ia ragu PDIP bisa mendatangkan personel Polri sebagai saksi dalam sengketa PHPU di MK kelak.

Menurutnya, langkah tersebut tidak ubahnya membawa kepolisian ke ranah politik praktis. Alhasil, netralitas kepolisian bisa dipertanyatakan sehingga bermuara "Korps Adhyaksa" berpihak pada salah satu paslon.

"Kalau mau, ya, enggak apa-apa, tapi saya ragu," ucapnya kepada Alinea.id.

Sementara itu, Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo, menegaskan, pihaknya berkomitmen netral pada pemilu. Demikian pula saat melakukan pengamanan dalam memastikan kontestasi berjalan aman dan damai. 

"Artinya, komitmen ini bersikap netral. Polri bersikap netral dan tidak melakukan kegiatan politik praktis selama tahapan pemilu 2024," jelasnya.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan