Dari petisi UGM hingga manifesto Unair: Saat akademisi bersatu menasihati Jokowi
Gelombang protes kalangan akademikus terhadap manuver-manuver politis Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2024 terus membesar. Teranyar, civitas academica Universitas Airlangga (Unair) berencana merilis manifesto untuk mengingatkan agar Jokowi berhenti "cawe-cawe" di ajang kompetisi elektoral.
Dosen ilmu politik Unair Airlangga Pribadi Kusman mengatakan pembacaaan pernyataan protes kalangan akademikus Unair akan digelar di Gedung Pascasarjana, Kampus Dharmawangsa, Unair, Surabaya, Jawa Timur, Senin (5/2) depan.
Pernyataan sikap yang dinamai "Manifesto Akademisi, Keluarga Besar dan Alumni Universitas Airlangga beserta Kolega Sejawatnya" itu bakal dihadiri 93 akademikus, mulai dari dosen, guru besar, hingga kalangan alumnus.
"Hal (pernyataan sikap) ini merupakan bagian dari pelaksanaan komitmen kami sebagai kalangan intelektual untuk menegakkan demokrasi dan menjaga republik," ucap Airlangga saat dihubungi Alinea.id, Sabtu (3/2).
Airlangga menegaskan pernyataan sikap atau petisi itu merupakan ekspresi keresahan kalangan akademikus Unair atas perilaku Jokowi yang dianggap sudah kelewat batas dalam mengintervensi jalannya pemilu. Keresahan itu sudah muncul sejak skandal Mahkamah Konstitusi (MK) terkuak ke publik.
"Indikasi penggunaan fasilitas negara maupun aparat negara demi kepentingan politik partisan elektoral, sampai ketidaktegasan kepemimpinan pemerintah untuk menunjukkan netralitas dalam ucapan dan tindakan di Pilpres 2024," kata Airlangga.
Skandal MK yang dimaksud Airlangga ialah diketoknya putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, Oktober lalu. Dalam putusannya, MK membolehkan calon yang belum berusia 40 tahun untuk berkompetisi menjadi capres dan cawapres. Syaratnya, sang calon harus pernah dipilih atau menjabat menjadi kepala daerah. Putusan itu membuka jalan bagi putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk maju di Pilpres 2024.
Saat putusan itu diketok Ketua MK Anwar Usman, Gibran masih berusia 36 tahun. Anwar ialah besan Jokowi alias paman Gibran. Majelis Kehormatan MK lantas dibentuk untuk menginvestigasi putusan itu. Dari hasil pemeriksaan, Majelis menemukan pelanggaran etika berat yang dilakukan hakim-hakim MK dalam putusan tersebut. Kini, Anwar didepak dari kursi Ketua MK.
Meski begitu, Prabowo Subianto tetap menggandeng Gibran sebagai pendampingnya. Belakangan, Jokowi bahkan kian terang menyokong pasangan itu di belakang layar dan di depan publik. Salah satu indikasi ialah penggelontoran batuan langsung tunai senilai lebih dari Rp11 triliun jelang pencoblosan pemilu pada 14 Februari 2024.
Sebelumnya, pernyataan protes juga disuarakan kalangan akademikus dan alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di antara tuntutan lainnya, civitas academica UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mendesak agar presiden dan aparat negara bersikap netral di Pemilu 2024.
"Terutama tidak membuat kebijakan yang dapat berdampak menguntungkan secara elektoral bagi paslon tertentu," kata Ray Rangkuti, salah satu anggota komunitas alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam siaran pers yang diterima Alinea.id, Sabtu (3/2).
Selama beberapa hari terakhir, pernyataan protes atau petisi serupa juga dirilis sejumlah perguruan tinggi, semisal petisi Bulaksumur yang dirilis oleh Universitas Gadjah Mada (UGM), deklarasi Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Padjadjaran (Unpad).
Kampus-kampus itu umumnya mempertanyakan sikap kenegarawanan Jokowi sebagai presiden dan mempersoalkan manuver-manuver politik Jokowi di Pilpres 2024. Menurut kalangan akademikus kampus-kampus itu, manuver Jokowi merupakan alarm tanda bahaya bagi proses demokrasi elektoral.
Potensial membesar
Guru besar ilmu politik dari Unpad, Muradi menilai ada tiga faktor yang mendorong kalangan akademikus kampus ramai-ramai menyampaikan petisi. Pertama, pernyataan Jokowi yang "lain di mulut dan lain di hati" mengenai netralitas dia di Pilpres 2024.
Kedua, indikasi kuat lembaga negara menebar bantuan sosial untuk pemenangan salah satu kontestan pilpres. Terakhir, intervensi intens Jokowi ke kalangan partai dan organisasi masyarakat untuk mengarahkan dukungan mereka ke Prabowo-Gibran.
"Sebagai contoh, misalnya, yang dialami teman-teman PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ini membuat NU terbelah. Kalau Muhammadiyah, jauh lebih otonom. NU di permukaan netral, tetapi kemudian ada pemecatan Ketua PCNU Jawa Timur dan terjadi penekanan- penekanan secara hukum," ucap Muradi kepada Alinea.id.
Menurut Muradi, protes kalangan cendekiawan tidak bisa dianggap remeh. Bila tidak direspon serius dengan oleh Jokowi, kemarahan kampus-kampus itu terhadap Jokowi potensial bertransformasi menjadi gelombang aksi unjuk rasa besar. Ia meyakini kelompok mahasiswa akan kembali turun ke jalan.
"Kalau ini (manuver Jokowi) terus bergulir sampai 14 Februari, maka saya meyakini bahwa siapa pun pemenangnya, dalam konteks politik, itu tidak cukup legitimate. Apalagi, yang menang adalah yang didukung Jokowi. Jika ini tidak disikapi secara bijak, gelombangnya bisa lebih besar," ujar dia.
Juru bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD (Ganjar-Mahfud), Chico Hakim mengapresiasi gelombang protes kalangan akademikus terhadap Jokowi. Menurut dia, Jokowi telah memakai cara-cara yang melanggar etika dan prinsip keadilan demi memenangkan salah satu pasangan kandidat.
"Kami (TPN) melihat kalangan akademisi dan intelektual ini sudah mengkritik sejak putusan MK nomor 90. Kami mengapresiasi sikap mereka yang kritis," kata politikus PDI-Perjuangan itu saat dihubungi Alinea.id.
Chico juga menyebut kader-kader PDI-P di lapangan terus berupaya menjaga basis suara Ganjar-Mahfud agar tak digembosi manuver-manuver Jokowi. "Hal ini tidak mudah, tetapi kader kami di lapangan tetap berjuang untuk itu, demi demokrasi," imbuh dia.