sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Gerakan pendidikan politik Pemilu 2019 melalui aplikasi

Perludem, Pantau Bersama, dan PARA Syndicate membuat aplikasi sebagai pendidikan politik publik terkait Pemilu 2019.

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Senin, 25 Feb 2019 21:05 WIB
Gerakan pendidikan politik Pemilu 2019 melalui aplikasi

Kenalkan capres lebih dekat

Serupa dengan PARA Syndicate dan Perludem, gerakan Pantau Bersama juga menyapa publik dengan menyediakan ruang digital untuk berpendapat dan mengenal jejak kandidat capres dan cawapres.

Penggagas Pantau Bersama adalah Sabrang Mowo Damar Panuluh alias Noe “Letto”. Ia mendirikan Pantau Bersama pada 2014 di Yogyakarta.

Sukarelawan Pantau Bersama Riyadi Muhammad mengatakan, melalui aplikasi Pantau Bersama, pihaknya mendorong publik untuk menimbang capres dan cawapres dengan cerdas. Mereka aktif memantau dan menjembatani publik dengan capres-cawapres.

Mereka melakukan kerja sama dengan perwakilan Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno. Selain itu, mereka juga mengunjungi beberapa komunitas di sejumlah kota untuk menarik minat kalangan anak muda atau milenial.

Lewat lima fitur yang terus dikembangkan dalam aplikasi Pantau Bersama yang bisa diunduh gratis, publik dapat menilai dengan akal sehat. Selain itu, kata Riyadi, Pantau Bersama menyodorkan pilihan lain ketimbang polarisasi yang hanya terbedakan sebagai pendukung pasangan calon 01 atau 02.

“Selama ini kan wacana yang berkembang luas, hanya membuat kita dikelompokkan kalau bukan pendukung 01, ya 02. Padahal kita berhak untuk belum menentukan pilihan,” ucap Riyadi ditemui di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (22/2).

Melalui gerakan pendidikan politik dalam kelompok-kelompok kecil yang bersifat swadaya, Pantau Bersama ingin menebar semangat kritis dalam memilih. Riyadi mengemukakan pesan Noe, di Pemilu 2019 pihaknya mengajak masyarakat memilih bukan berdasarkan emosi, tetapi narasi.

Sponsored

Aplikasi Pantau Bersama dikemas menarik dan ada yang berbentuk kuis. Misalnya saja, kata Riyadi, di fitur “Menggali”, yang menyediakan peluang publik untuk bertanya langsung kepada capres-cawapres terkait isu-isu sosial. Setiap orang yang telah terhubung lewat akun di aplikasi Pantau Bersama, boleh memberi nilai dari setiap pertanyaan favorit.

“Nanti dari hasil penilaian, pertanyaan yang peringkatnya teratas akan kami teruskan ke pihak TKN dan BPN. Kalaupun tidak langsung ke capres atau cawapres, setidaknya bisa ditanggapi oleh timsesnya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Riyadi mengemukakan, timnya berharap ada pertanyaan dari publik yang bisa diajukan dan diulas dalam debat capres-cawapres.

Dampaknya belum terasa

Kepala Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (FISIPOL UGM) Kuskridho Ambardi mengatakan, gerakan masyarakat sipil dalam pendidikan politik belum begitu terasa dampaknya.

Alasannya, kata dia, dalam kondisi yang terpengaruh isu partisan seperti sekarang, membuat masyarakat menjadi terbelah. “Ruang mereka untuk melakukan pendidikan politik menjadi sempit,” kata Kuskridho ketika dihubungi, Senin (25/2).

Petugas mencopot baliho calon legislatif (caleg) yang menyalahi aturan di Kelurahan Kalinyamat Wetan, Tegal, Jawa Tengah, Rabu (13/2). /Antara Foto.

Oleh karena itu, menurut pengamat komunikasi politik ini, partisipasi masyarakat dalam politik cenderung menurun. Gerakan pendidikan politik yang diadakan Perludem, PARA Syndicate, dan Pantau Bersama, Kuskridho nilai kurang menjangkau masyarakat.

Walau begitu, gerakan ini ada kecenderungan serupa dari pendidikan politik yang dijalankan masyarakat sipil. Selain memanfaatkan teknologi digital, generasi milenial menjadi sasaran utama dari program-program edukasi yang dilakukan tiga lembaga tadi.

Misalnya saja, Perludem. Melalui Pintarmemilih.id, mereka mengunjungi mahasiswa di sejumlah kampus. Demi menyajikan informasi pemilu yang menarik, Perludem memperkuat kolaborasi dengan KPU, Bawaslu, dan para kreator konten.

“Kita memang menyasar teman-teman kalangan muda. Kami tak hanya jualan aplikasi, tapi juga mengedukasi,” ujar Maharrdhika.

Sejumlah lembaga membuat aplikasi untuk pendidikan politik.

Sementara itu, menurut staf peneliti di Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati, gerakan masyarakat sipil perlu digalakkan untuk mengajak masyarakat lebih bersikap kritis.

Ia melihat, hal itu diperlukan, lantaran kanal informasi media sosial telah membuat publik leluasa mengakses informasi.

“Harusnya, peran masyarakat sipil adalah sebagai penyaring informasi. Ini krusial sekali dalam menjaga nalar publik yang makin ekstrem karena politisasi pilpres,” kata Wasisto ketika dihubungi, Senin (25/2).

Berita Lainnya
×
tekid