Cawapres nomor urut 3 Mahfud MD tampil cemerlang di debat kedua Pilpres 2024 yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Jumat (22/12). Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai argumentasi-argumentasi Mahfud dalam debat jauh lebih bernas ketimbang calon-calon lainnya.
"Pak Mahfud tampil lebih menguasai panggung debat dari sisi narasi, pikiran, wawasan, dan kecerdasannya. Kalau dilihat dari itu, dia memenangi panggung debat kali ini," ucap Pangi kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.
Debat kedua mempertemukan tiga cawapres, yakni Mahfud MD, Gibran Rakabuming Raka, dan Muhaimin Iskandar alias Gus Imin. Tema yang disiapkan KPU ialah ekonomi kerakyatan, ekonomi digital, keuangan, investasi pajak, perdagangan, pengelolaan APBN-APBD, infrastruktur, dan perkotaan.
Berbasis tema, menurut Pangi, Gibran yang paling diuntungkan. Pasalnya, Gibran saat ini masih menjabat sebagai Wali Kota Surakarta. Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu tentu jauh lebih familiar dengan urusan perkotaan dan pengelolaan APBD.
"Betul-betul debat ini hanya untuk menjadikan panggung bagi Gibran untuk menunjukkan Gibran ini pandai debat, bahwa Gibran itu tidak seperti dibayangkan. Hanya itu saja maksud KPU menyelenggarakan debat ini. Sangat disayangkan jauh dari harapan," kata Pangi.
Terkait substansi, Pangi menilai argumentasi-argumentasi Gibran juga kurang berisi. Gibran terlihat jauh lebih sibuk "mendegradasi" kompetitor dengan pertanyaan-pertanyaan jebakan. Dalam salah satu momen debat, misalnya, Gibran memberikan pertanyaan singkat mengenai isu pengelolaan karbon kepada Mahfud.
Ia menanyakan soal regulasi carbon capture and storage. Isu itu seharusnya menjadi bagian dari tema debat keempat terkait lingkungan. Mahfud menjawab dengan menguliahi Gibran mengenai tata cara membuat regulasi.
Senada, analis politik dari Citra Institute Yusak Farchan menilai Mahfud MD tampil memukau jika bicara soal substansi debat. Mahfud terutama terlihat sangat fasih ketika bicara soal penegakan hukum untuk kepastian mendongkrak investasi.
Saat membahas pemberantasan korupsi di sektor investasi dan pertumbuhan ekonomi, menurut Yusak, Mahfud juga piawai menyelipkan isu mengenai distribusi keadilan.
"Sebagai Menkopolhukam saya kira Pak Mahfud mengerti persoalan dengan baik dan bagaimana solusinya untuk memberikan solusi terhadap permasalahan ekonomi dan investasi. Memang kepastian hukum itu yang cukup penting," ucap Yusak kepada Alinea.id.
Dalam salah satu sesi, Cak Imin menyinggung soal distribusi lahan yang tidak adil. Menurut dia, negara mengekploitasi lahan yang luas tanpa memperhatikan kebutuhan rakyat akan tanah. Ia menanyakan langkah Mahfud untuk memastikan mayoritas lahan tidak dikuasai segelintir orang.
Mahfud mengakui distribusi lahan saat ini masih timpang. Ia menjelaskan ketimpangan itu terjadi lantaran penegakan hukum terkait kepemilikan lahan sesuai UU Pokok Agraria tahun 1960 tak pernah serius dijalankan oleh pemerintah.
Pada kesempatan itu, Mahfud juga menceritakan pengalamannya ketika dikritik soal distribusi lahan tertentu oleh masyarakat. Mahfud pun menanyakan daftar-daftar lahan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ia mendapati banyak lahan dikuasai individu dan perusahaan karena kolusi.
"Oh, ini (izin pengelolaan lahan) dibuat sekian-sekian. Ini tahun sekian, tahun sekian. Saya tahu di mana masalahnya dan siapa yang buat ini. Ini yang harus ditertibkan. Apalagi, sekarang lahan-lahan ini tiba-tiba diduduki orang sampai puluhan tahun, negara diam saja," ujar Mahfud.
Yusak mengamati ketiga kandidat memiliki kelebihan dan kekurangan. Muhaimin, misalnya, unggul sebagai oposisi yang tegas menolak proyek IKN dan menawarkan alternatif mengakselerasi pembangunan 40 kota agar selevel Jakarta. "Terlihat Cak Imin mengambil posisi politik yang sedikit berbeda dengan Gibran dan Mahfud MD,"ucap Yusak.
Meski begitu, menurut Yusak, Muhaimin terlalu banyak mempertontonkan gimmick. Walhasil, gagasan-gagasan dia terkait topik seringkali tidak tersampaikan secara rinci dan jelas.
"Cak Imin memang banyak membuang waktu dengan berbagai retorika yang sebenarnya tidak perlu ketika menjelaskan tentang fungsi istilah selepet. Waktu yang terbuang cukup banyak," ucap Yusak.
Di lain sisi, Gibran tampil cukup percaya diri. Ketika membahas isu keberlanjutan IKN, Gibran bahkan bisa menyerang balik Muhaimin dan Mahfud. "Dalam hal ini Cak Imin dan Pak Mahfud cenderung bertahan dari serangan Gibran," ucap Yusak.
Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Bakir Ihsan memandang Gibran tampil ciamik. Ia menyebut Gibran cerdik saat mengajukan pertanyaan-pernyataan dengan istilah yang tidak familiar kepada lawan debat.
"Gibran berhasil terutama saat nanya ekonomi Islam ke Cak Imin. Ini juga pernah dipakai Jokowi saat debat capres dengan menggunakan istilah yang di luar dugaan atau pengetahuan lawannya. Secara strategi, cukup efektif untuk mengambil poin lebih," kata Bakir kepada Alinea.id, Jumat (22/12).
Gibran terlihat lebih siap menyampaikan retorika gagasan secara lugas. Saat menyampaikan pernyataan pamungka, hanya Gibran yang tak pakai contekan. Muhaimin dan Mahfud masih melihat catatan yang mereka bawa saat berbicara.
"Closing statement Cak Imin dan Mahfud masih pakai contekan, terkesan belum firm terkait agendanya sendiri. Gibran bicara tanpa teks dan berusaha menempatkan diri sebagai anak muda yang terus belajar," ucap Bakir.