close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Tim SAR dari Kementerian Perhubungan turut dikerahkan untuk mencari korban insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali, Juli 2025. /Foto dok. Kemenhub
icon caption
Tim SAR dari Kementerian Perhubungan turut dikerahkan untuk mencari korban insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali, Juli 2025. /Foto dok. Kemenhub
Peristiwa
Minggu, 06 Juli 2025 10:14

Di balik berulangnya tragedi kapal tenggelam di Selat Bali

Hingga kini, pencarian sisa 29 korban insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya terus dilakukan tim SAR.
swipe

Tim gabungan dari Basarnas, kepolisian, dan TNI masih terus mencari 29 korban tragedi tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali. Hingga Minggu (6/7), dari total 65 orang, tim sudah menemukan 36 korban kecelakan nahas itu. Sebanyak 30 orang selamat, 6 lainnya meninggal dunia. 

"Semua sumber daya kami kerahkan baik dari laut, udara, maupun darat untuk mempercepat pencarian dan penyelamatan korban,” ujar Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy dalam keterangan tertulis kepada wartawan Jakarta, Sabtu (5/7) lalu.

KRI Fanildo 732 dari Koarmada II Surabaya turut diterjunkan untuk membantu pencarian korban dan lokasi kapal tenggelam. KRI itu punya kemampuan deteksi bawah air hingga kedalaman 400 meter dan dilengkapi teknologi sonar canggih. Tim penyelam, helikopter, tim Kopaska, serta para ahli dari Pushidrosal diterjunkan. 

Kapal sedang dalam perjalanan dari Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi, Jawa Timur, menuju Gilimanuk, Bali saat dilaporkan tenggelam, Rabu (2/7) malam sekira pukul 23.20 WIB. Saat itu, kapal mengalami gangguan mesin dan awak kapal menyampaikan permintaan bantuan melalui saluran komunikasi radio.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) juga terlibat dalam penanganan insiden ini. Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menjelaskan bahwa saat ini pihaknya masih menunggu proses search and rescue (SAR) rampung sebelum memulai investigasi penuh.

Namun, koordinasi awal telah dilakukan untuk mendalami berbagai aspek kecelakaan, mulai dari penyelidikan penerbitan surat persetujuan berlayar (SPB), kondisi cuaca, hingga kelengkapan dan kelayakan kapal saat berangkat.

Soerjanto juga menyoroti pentingnya alat keselamatan di kapal, seperti EPIRB dan rakit penyelamat (life raft). Dalam situasi darurat, perangkat tersebut seharusnya otomatis berfungsi untuk mendukung evakuasi penumpang. KNKT masih mengumpulkan bukti dan data untuk memastikan apakah alat-alat tersebut berfungsi saat kejadian. 

"Hal ini penting karena sebelumnya dalam kasus kecelakaan kapal lain seperti Yunice dan Raffaella, ditemukan bahwa sejumlah life raft tidak mengembang sebagaimana mestinya," kata Soerjanto dalam konferensi pers di Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (5/7). 

Ini memang bukan kali pertama kapal penumpang tenggelam di Selat Bali. 
Insiden serupa di Selat Bali juga pernah terjadi pada 29 Juni 2021. Ketika itu, kapal KMP Yunicee yang mengangkut 75 orang tenggelam. Sebanyak 11 orang tewas dalam peristiwa itu. 

Evaluasi menyeluruh akan dilakukan di Jakarta setelah pengumpulan data lapangan selesai. Soerjanto menegaskan bahwa hasil investigasi akan dituangkan dalam rekomendasi resmi KNKT agar kecelakaan serupa tidak terulang. 

“Kami akan menelusuri sejak kapal mulai berangkat, bagaimana proses darurat di kapal berlangsung, hingga penyebab utama munculnya korban. Semua kelemahan yang ditemukan akan kami rekomendasikan agar bisa segera diperbaiki,” ujar dia.

Pakar transportasi publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Muslich Zainal Asikin merinci sejumlah faktor yang potensial jadi penyebab tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya. Pertama, kapal tersebut kelebihan muatan. 

“Setiap kali terjadi kecelakaan kapal penumpang, penyebabnya hampir selalu overload. Tidak ada kontrol ketat. Begitu ada beban tambahan atau cuaca memburuk, kecelakaan langsung terjadi,” kata Muslich saat dihubungi Alinea.id dari Jakarta, belum lama ini.

Selain mengangkut 65 orang---53 penumpang dan 12 kru kapal--KMP Tunu Pratama Jaya juga dilaporkan memboyong 22 kendaraan berbagai golongan. Sebelum insiden itu, KMP Tunu Pratama Jaya juga pernah kandas di dekat Pelabuhan Gilimanuk, Kabupaten Jembrana, Bali pada Agustus 2022. 

KMP Tunu Pratama Jaya, /Foto Instagram

Perlu reformasi total

Muslich juga menyebut bahwa banyak kapal penumpang yang melayani masyarakat kelas menengah ke bawah tidak berada dalam kondisi laik laut. Lebih parah lagi, sistem pengawasan yang lemah dan biaya tinggi di pelabuhan justru memicu praktik manipulasi.

“Kapal-kapal ini bagian dari bisnis, tapi sistem kita belum berpihak pada rakyat. Di darat, Transjakarta bisa disubsidi besar-besaran. Di laut, seharusnya juga demikian. Tapi, (transportasi laut) berbiaya tinggi dan tidak ada pengembalian kepada negara,” tambahnya.

Ia menyebut perlunya reformasi total dalam pengelolaan transportasi laut, termasuk pemberantasan korupsi dalam sistem perizinan pelayaran, audit besar-besaran terhadap kelayakan kapal, hingga pemberian subsidi dari negara untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan penumpang.

“Pemerintah harus berhenti melihat angkutan umum sebagai ladang bisnis. Negara maju menjadikan transportasi publik sebagai layanan, bukan untuk cari untung,” tegas Muslich.

 

img
Ikhsan Bilnazari
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan