close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pengurus Pusat PERHEPI, Anggota Komite Ketahanan Pangan INKINDO, serta Pegiat Komite Pendayagunaan Pertanian dan AEPI, Khudori. Foto dokumentasi.
icon caption
Pengurus Pusat PERHEPI, Anggota Komite Ketahanan Pangan INKINDO, serta Pegiat Komite Pendayagunaan Pertanian dan AEPI, Khudori. Foto dokumentasi.
Peristiwa
Jumat, 05 Desember 2025 20:20

Keadaan darurat-bencana dan cadangan pangan daerah-desa

Cadangan beras daerah minim, bencana Sumatera picu kelaparan dan penjarahan, sehingga kebutuhan stok pangan darurat makin mendesak.
swipe

Jumlah korban meninggal akibat bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat mencapai ratusan jiwa. Demikian pula jumlah korban hilang. Sejak awal bencana di penghujung November hingga saat ini, Jumat (5/12), sejumlah daerah masih terisolasi. Kerusakan infrastruktur yang parah membuat penanganan bencana dan pertolongan terhadap korban sulit dilakukan, termasuk mobilisasi bantuan.

Sejumlah media melaporkan logistik pangan pengungsi menipis. Jika bantuan tidak segera diterima dikhawatirkan pengungsi akan kelaparan. Ada juga media yang menulis warga mulai kelaparan, salah satunya di Kabupaten Aceh Utara. Menurut Bupati Aceh Utara Ismail A Jalil, hingga hari ke-12 belum ada pejabat yang datang ke daerah. Korban tewas di Aceh Utara hingga Rabu (3/12) 121 orang dan 109 orang hilang.

Bencana hidrometeorologi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat berpotensi besar mengganggu ketahanan pangan daerah. Distribusi pangan yang terlambat karena medan sulit dapat memicu kerawanan pangan, lonjakan harga pangan pokok, dan gejolak sosial. Gejolak sosial antara lain berupa penjarahan minimarket dan gudang BULOG. Ini diakui oleh Direktur Utama Perum BULOG Ahmad Rizal Ramdhani dan Pelaksana Tugas Deputi II Bidang Perekonomian dan Pangan Kantor Staf Presiden Telisa Aulia Falianty. 

Menurut Ahmad Rizal, dua gudang BULOG di Dayah Timu Sigli di Provinsi Aceh dan Sarudik Sibolga di Sumatera Barat telah dijarah pascabencana. Beras dan minyak goreng yang disimpan di dua gudang itu dan satu gudang di Labuhan Deli, Medan, juga terimbas banjir. Meski terdampak bencana, layanan publik BULOG tetap berjalan. Rizal memastikan BULOG tetap menyalurkan cadangan pangan pemerintah (CPP) pusat dan cadangan pangan pemerintah daerah. Bantuan pangan beras juga tetap disalurkan.

Dalam konteks bencana di Sumatera kali ini amat relevan untuk kembali membicarakan ihwal pentingnya keberadaan cadangan pangan pemerintah daerah dan cadangan pangan pemerintah desa. UU Pangan Nomor 18/2012 mengatur bahwa cadangan pangan ada tiga macam: cadangan pangan pemerintah (pusat), cadangan pangan pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota, dan desa), dan cadangan pangan masyarakat. 

Cadangan ini digunakan untuk mengantisipasi kekurangan ketersediaan pangan, kelebihan ketersediaan, gejolak harga pangan, dan keadaan darurat. Selaras dengan hal itu, cadangan pangan ini digunakan untuk menanggulangi kekurangan pangan, gejolak harga pangan, bencana alam, bencana sosial, dan menghadapi keadaan darurat.

Regulasi turunan telah mengatur lebih detail dan rinci, baik di Peraturan Pemerintah No. 17/2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, Perpres 125/2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah maupun di Peraturan Badan Pangan Nasional (Bapanas) No. 15/2023 tentang Tata Cara Penghitungan Jumlah Cadangan Beras Pemerintah Daerah yang kemudian diubah jadi Peraturan Bapanas No. 3/2025. 

Jumlah cadangan beras pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota, dan desa) ditetapkan oleh kepala daerah sesuai kewenangan. Jumlah itu ditetapkan dengan mempertimbangkan produksi beras di daerah, kebutuhan untuk penanggulangan keadaan darurat di daerah, dan kerawanan pangan di daerah. Juga disesuaikan dengan kebutuhan konsumsi masyarakat di daerah dan potensi sumber daya yang ada di daerah. Pengadaan cadangan dilakukan bertahap sesuai kemampuan anggaran masing-masing daerah.

Regulasi saat ini mengatur cadangan pangan pemerintah daerah berbasiskan beras. Padahal, tidak semua daerah menghasilkan beras. Idealnya, cadangan pangan daerah berbasiskan pangan lokal. Tentu tidak mudah menyediakan cadangan pangan pemerintah daerah berbasiskan pangan lokal. Sebaliknya, kerumitan teratasi apabila cadangan pangan berbentuk beras. Salah satunya karena produksi beras secara nasional cukup, tersedia di pasar sepanjang waktu, dan harganya relatif terjangkau kantong.

Karakteristik beras inilah yang membuat tingkat partisipasi konsumsi warga terhadap beras, dari Sabang sampai Serui, nyaris sempurna: 99,33% pada 2023. Dari sisi gizi, beras juga menjadi sumber utama energi (44,4%) dan protein (34,1%) warga. Kalau pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota, dan desa) memiliki cadangan beras, ancaman kelaparan karena hambatan distribusi saat bencana bisa dihindari. Di sinilah pentingya keberadaan cadangan beras pemerintah daerah itu. Baik yang dikelola sendiri oleh BUMD setempat, misalnya, atau dikerjasamakan dengan BULOG.

Sayangnya, belum semua pemerintah daerah memiliki cadangan pangan beras. Pada 2025, merujuk data Bapanas, 33 dari 38 provinsi telah menyediakan cadangan beras berikut regulasinya. Sisanya, 5 provinsi, yakni Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Barat Daya, Papua Pegunungan, dan Jakarta, belum menyediakan cadangan beras dan regulasi. 

Khusus Jakarta, meski tak memiliki cadangan pangan, provinsi ini memiliki BUMD Food Station dan Pasar Jaya yang powerfull menjamin stabilitas pasokan dan harga pangan. Untuk beras misalnya, Food Station menguasai sekitar 50% dari kebutuhan konsumsi warga Jakarta. Jakarta juga memiliki program pangan bersubsidi yang menjamin warga miskin/rentan mendapatkan paket pangan pokok dengan harga murah. Itu sebabnya, meski 98% kebutuhan pangan Jakarta dipasok dari luar daerah, harga pangan relatif stabil.

Lalu, merujuk data Bapanas, 331 kabupaten/kota memiliki regulasi cadangan beras pemerintah daerah. Dari jumlah itu 46 di antaranya tidak memilik stok cadangan beras pemerintah daerah. Data Bapanas per November 2025, hanya 8 dari 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh dan 13 dari 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara memiliki cadangan beras. Sebaliknya, semua kabupaten/kota di Sumatera Barat punya cadangan beras. Belum diketahui berapa jumlah desa/kelurahan yang memiliki cadangan beras.

Secara keseluruhan, stok cadangan beras pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota, dan desa) jumlahnya masih kecil. Padahal, cadangan beras daerah menjadi indikator kinerja, seperti tertuang di Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 18/2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 13/2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Tahun ini cadangan beras daerah juga menjadi indikator Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan serta Indeks Ketahanan Pangan.

Sekali lagi, bencana di tiga provinsi di Sumatera kali ini memberi pelajaran penting: betapa urgen keberadaan cadangan pangan pemerintah daerah. Berapapun jumlahnya: seminggu, 10 hari atau sebulan kebutuhan konsumsi. Ketika situasi darurat karena bencana terjadi dan distribusi barang terhambat, cadangan di daerah bisa segera digerakan. Jika hanya distribusi jalur udara yang memungkinkan, cadangan beras di desa/kelurahan setidaknya bisa mencegah ancaman kelaparan dalam jangka pendek. Kalau situasi membaik, cadangan beras daerah dan pusat akan memperkuat.

img
Khudori
Reporter
img
sat
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan