

Kenapa sekolah swasta mustahil gratis?

Lewat putusan bernomor 3/PUU-XXII/2024, Mahkamah Konstitusi (MK) mewajibkan biaya pendidikan pada tingkat SD dan SMP, baik itu swasta maupun negeri, digratiskan. Dirilis akhir Mei lalu, putusan itu merupakan jawaban atas permohonan uji materi yang diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama sejumlah individu.
Dalam putusan itu, MK menyertakan disclaimer. Putusan itu tak wajib dipatuhi oleh sekolah-sekolah swasta yang menerapkan kurikulum internasional atau memiliki keunggulan khusus. Sekolah-sekolah juga masih diperbolehkan memungut biaya dari orang tua dengan syarat dan ketentuan tertentu.
Dalam siaran pers yang diunggah di situs resmi Amnesty International Indonesia (AII), Deputi Direktur AII Wirya Adiwena menilai putusan MK jadi tonggak penting pemajuan hak asasi manusia di Indonesia di sektor pendidikan.
"Putusan ini tidak hanya sejalan dengan perintah Konstitusi, tetapi juga mencerminkan komitmen terhadap kewajiban internasional, seperti Konvensi Hak Anak, yang telah diratifikasi Indonesia," jelas Wirya.
Menurut AII, selama ini negara belum sepenuhnya memberikan perhatian yang layak terhadap akses pendidikan gratis dan berkualitas. Banyak sekolah yang tidak mendapat dukungan anggaran yang memadai. Padahal, pendidikan ialah salah satu instrumen utama untuk memberdayakan individu yang terpinggirkan secara ekonomi dan sosial.
"Negara tidak bisa lagi abai terhadap kewajiban konstitusionalnya untuk menjamin hak warga negara atas pengajaran. Implementasi putusan ini harus disertai dengan penguatan sistem pendidikan yang adil, inklusif, dan terjangkau," kata Wirya.
Pengamat pendidikan Satria Dharma menilai isi putusan MK tak mungkin dijalankan sepenuhnya oleh pemerintah. Menurut dia, pemerintah tidak p[unya kewenangan penuh untuk mengatur pembiayaan pendidikan di sekolah-sekolah swasta.
"Karena pemerintah bukan pemiliknya. Mereka hanya bisa menggratiskan sekolah negeri. Pemda hanya bisa menggratiskan sekolah negeri yang memang di bawah kewenangan dan pengelolaan pemerintah,” kata Satria saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.
Pemda, kata Satria, juga tidak akan mungkin bisa memukul rata pembiayaan untuk semua sekolah swasta di wilayahnya. Pasalnya, biaya pendidikan di sekolah swasta cenderung variatif.
"Ada yang SPP-nya tiap bulan Rp7 juta. Padahal, ada sekolah swasta pada jenjang yang sama, tetapi biaya pendidikannya Rp7 juta itu bisa untuk setahun. Tidak ada pemda yang bisa menutupi semua biaya pendidikan di semua sekolah swasta," terang dia.
Sebagai gambaran besarnya anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah untuk menggratiskan biaya pendidikan, Satria mengilustrasikannya lewat jumlah murid yang masuk pada tahun ajaran 2023/2024. Ketika itu, SD negeri hanya mampu menampung sebanyak 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa.
Adapun pada jenjang SMP, sekolah negeri tercatat menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa. "Jadi, masih sangat banyak siswa sekolah seasta yang harus dibiayai oleh pemerintah. Yang mungkin adalah memberi subsidi maksimal sejumlah tertentu dan sisanya ditanggung oleh orang tua siswa sendiri," imbuh dia.
Ketimbang menggratiskan sekolah, Satria berpendapat akan lebih baik jika pemerintah mengeluarkan kebijakan afirmatif bagi siswa miskin. Sekolah-sekolah negeri diwajibkan untuk menerima anak-anak yang paling miskin lebih dahulu.
"Semakin miskin semakin jadi prioritas untuk masuk di sekolah negeri. Kan memang sekolah negeri yang dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah. Nanti kalau semua anak miskin sudah masuk dan masih ada bangku lebih barulah anak-anak dari kalangan menengah silakan masuk," jelas dia.
Andreas Tambah, pendiri Komunitas Nasional Pendidikan dan Direktur Rumah Literasi 45, sepakat biaya pendidikan dalam program wajib belajar 9 tahun semestinya ditanggung pemerintah. Namun, ia juga gagasan menggratiskan biaya pendidikan di sekolah swasta bakal sulit direalisasikan.
Untuk menjembatani kendala anggaran, ia mengusulkan skema bantuan berbasis kategori sekolah swasta, yakni bawah, menengah, dan atas. Sekolah swasta kategori atas tidak perlu disubsidi karena ditujukan untuk kalangan masyarakat mampu.
Adapun sekolah kategori bawah dan menengah, yang biasanya melayani masyarakat tidak mampu, perlu diberikan bantuan biaya operasional tambahan (BOP) di luar BOS.
“Subsidi bisa dibuat per kepala, misalnya Rp300 ribu per anak. Kalau sekolah hanya memungut Rp200 ribu, berarti masih bisa surplus. Tapi kalau sekolah memungut Rp400 ribu, orang tua cukup menombok Rp100 ribu saja,” jelas Andreas kepada Alinea.id.
Menurut Andreas, selama ini program wajib belajar yang digalakkan pemerintah terkesan diskriminatif bagi sekolah swasta. Berbeda dengan sekolah negeri, biaya pendidikan di sekolah swasta tidak ditanggung oleh pemerintah.
"Sekolah swasta hanya mendapatkan dana (bantuan) operasional sekolah atau BOS. Tetapi penggunaan dana BOS itu terkadang sudah diplot oleh pusat untuk kegiatan tertentu yang kadang justru tidak meringankan bagi sekolah itu sendiri," kata dia.
Lebih jauh, Andreas juga menekankan agar subsidi dari pemerintah nantinya tidak diserahkan langsung ke sekolah untuk menghindari potensi penyelewengan. “Harus ada musyawarah dan kajian matang agar subsidi tepat sasaran,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengaku masih mempelajari isi putusan MK. Sejauh ini, belum ada arahan dari Presiden Prabowo Subianto untuk menindaklanjuti isi putusan itu. Rencananya, bakal ada rapat dengan Kementerian Keuangan untuk membahas anggaran terkait putusan MK itu.
"Pertama, bagaimana sesungguhnya substansi dari keputusan MK itu. Kedua, apa yang kami lakukan sekarang ini untuk membantu pendidikan. Ketiga, baru nanti kami menyusun skema kira-kira apa yang bisa kita lakukan untuk melaksanakan putusan MK ini,” kata Mu’ti.


Berita Terkait
Jam malam bagi pelajar: Keliru dan tak paham dinamika remaja
Apakah baik menyeragamkan siswa masuk sekolah pukul 6 pagi?
Kemensos: Renovasi SLB Pajajaran untuk dukung Sekolah Rakyat
Sekolah Rakyat untuk putus rantai kemiskinan anak

