Tenaga Ahli Utama Deputi I Kantor Staf Presiden (KSP) Mayjen TNI Purn Dedi Sambowo meminta pemda Batam memperkuat pengawasan di jalur-jalur penyelundupan narkoba di perdagangan orang di Batam. Menurut Dedi, dua kejahatan lintas negara tersebut menjadi ancaman serius bagi masa depan bangsa.
“Pemberantasan narkoba dan TPPO harus dilakukan secara sistemik, sinergis, dan kolaboratif oleh seluruh pihak. Mulai dari aparat penegak hukum, pemerintah pusat dan daerah, hingga peran aktif masyarakat,” ujar Dedi dalam rapat koordinasi bersama Forkopimda Batam, BNN Kepulauan Riau, serta jajaran Imigrasi dan Pemasyarakatan, Selasa (8/7).
Pemberantasan narkoba dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) masuk dalam prioritas Asta Cita pemerintahan saat ini, khususnya butir ketujuh mengenai reformasi hukum dan pemberantasan narkoba.
Dalam rapat ini, Dedi juga menyoroti perkembangan penanganan kasus besar yang sempat menggemparkan publik, yakni penangkapan jaringan narkoba internasional di Batam akhir Mei lalu, dengan barang bukti mencapai 2,1 ton sabu.
“Rakor ini adalah tindak lanjut dari arahan Kepala Staf Presiden yang hadir langsung saat pemusnahan barang bukti bulan lalu. Kami ingin melihat sejauh mana perkembangan, kendala yang dihadapi, serta dukungan tambahan yang dibutuhkan,” jelasnya.
Kepulauan Riau dinilai sebagai wilayah strategis yang sangat rentan menjadi jalur masuk jaringan narkoba internasional. Oleh karena itu, Dedi menekankan pentingnya memperkuat pencegahan, pengawasan, hingga penindakan di wilayah ini.
Selain narkoba, pembahasan juga mencakup penanganan TPPO. Dedi menyampaikan bahwa Batam merupakan salah satu wilayah perbatasan yang kerap menjadi jalur sindikat perdagangan orang. Berdasarkan data, selama beberapa waktu terakhir telah terungkap 68 kasus TPPO di Batam dengan 242 korban yang berhasil diselamatkan.
Untuk mencegah hal ini, pemerintah terus memperluas program Desa Binaan Imigrasi dan Petugas Imigrasi Pembina Desa (Pimpasa). Program ini menyasar tidak hanya wilayah tujuan TPPO, tapi juga daerah asal, dengan menggandeng pemerintah daerah dan desa dalam memberikan edukasi keimigrasian kepada masyarakat.
“Melalui kolaborasi dengan kementerian dan pemda, program ini diharapkan menjadi sistem peringatan dini agar masyarakat tidak terjerumus menjadi pekerja migran nonprosedural dan korban TPPO,” tutup Dedi.