close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi kerukunan umat beragama di Indonesia. Alinea.id/Firgie Saputra
icon caption
Ilustrasi kerukunan umat beragama di Indonesia. Alinea.id/Firgie Saputra
Peristiwa
Kamis, 03 Juli 2025 15:03

Pembubaran retret di Sukabumi dan berulangnya kasus intoleransi

Sekelompok orang membubarkan kegiatan keagamaan atau retret pelajar Kristen di sebuah vila di Kabupaten Sukabumi pada Jumat (27/6).
swipe

Sekelompok orang membubarkan kegiatan keagamaan atau retret pelajar Kristen di sebuah vila di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pada Jumat (27/6). Rekaman aksi pembubaran itu ramai menjadi perbincangan di media sosial. Terjadi pula perusakan terhadap rumah singgah, kendaraan, serta benda-benda simbol keagamaan.

Latar belakang pembubaran disebut karena warga menduga rumah itu dijadikan tempat ibadah tanpa izin. Belakangan, tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka perusakan.

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyebut, aksi kekerasan terhadap aktivitas keagamaan merupakan pelanggaran HAM. Negara, kata dia, menjamin setiap pemeluk agama untuk menjalankan kepercayaan agamanya sesuai dengan ajaran dan keyakinan masing-masing.

“Itu adalah bagian HAM yang dijamin oleh negara dan karena itu, setiap tindakan intimidasi apalagi kekerasan dengan membubarkan secara paksa tidak bisa dibenarkan,” kata Natalius, dikutip dari Antara.

Sementara Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengambil langkah proaktif untuk memantau langsung peristiwa dugaan pembubaran retret tersebut. Komnas HAM menyesalkan dan mengecam tindakan pembubaran yang diserta perusakan itu.

"Saya kira tidak bisa dibenarkan atau tidak bisa ditoleransi sama sekali atas alasan apa pun, apakah izin atau alasan administrasi lain kelompok tertentu menyerang satu kegiatan yang itu terelasi dengan kegiatan keagamaan," kat Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, dikutip dari Antara.

Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan mengatakan, aksi perusakan dan kekerasan yang terjadi di Sukabumi itu adalah bentuk nyata intoleransi dan pelanggaran serius terhadap hak beragama yang dijamin oleh konstitusi. Halili menilai, tindakan pembubaran, intimidasi, dan perusakan simbol keagamaan sebagai bentuk kekerasan terhadap kebebasan beragama.

“Berdasarkan video yang beredar luas, tampak ratusan warga mengepung lokasi, mengintimidasi para pelajar yang sedang beribadah, serta merusak fasilitas seperti meja, kursi, dan benda keagamaan menyerupai kayu salib,” kata Halili kepada Alinea.id, Rabu (2/7).

Menurut Halili, alasan pembubaran karena tidak ada izin kegiatan ibadah merupakan dalih yang kerap digunakan kelompok intoleran. “Itu mencerminkan ketidakpahaman dan konservatisme yang sayangnya difasilitasi oleh pembiaran dari aparat negara,” tutur Halili.

Kasus ini, disebut Halili, sebagai bagian dari pola kekerasan yang terus berulang. Terutama di kawasan Jawa Barat. Menurut laporan SETARA Institute, pada 2024 Jawa Barat menempati peringkat tertinggi pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, dengan 38 peristiwa, dari total 260 peristiwa di Indonesia.

Beberapa kejadian serupa terjadi pula di Jawa Barat. Misalnya, pelarangan Jalsah Salanah—pertemuan tahunan—Jemaah Ahmadiyah di Kabupaten Kuningan pada Desember 2024 dengan dalih keamanan dan kondusivitas, serta penyegelan Masjid Istiqamah milik Ahmadiyah di Kota Banjar pada 10 Juni 2025 oleh pemerintah kota.

Halili pun menanggapi tindakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang memberikan uang santunan Rp100 juta untuk memperbaiki kerugian material akibat perusakan vila atau rumah tempat diselenggarakan retret.

"Itu lebih cocok disebut sebagai aksi content creator yang sedang membangun citra pribadi di media sosial, bukan sebagai bentuk tanggung jawab seorang kepala daerah," ucap Halili.

Halili menilai, Dedi gagal menjalankan prinsip pencegahan berulang kasus intoleransi. Maka dari itu, dia menyarankan Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan memastikan jaminan konstitusional terhadap kebebasan beragama, seperti yang tercantum dalam Pasal 29 ayat 2 UUD 1945. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun didesak memberikan teguran keras kepada Gubernur Jawa Barat.

"Pemerintah pusat harus menyadari bahwa intoleransi yang terus dibiarkan merupakan bom waktu yang akan melemahkan kebinekaan dan merusak modal sosial bangsa," tutur Halili.

img
Nofal Habibillah
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan