Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya dalam memberantas Tuberkulosis (TBC) secara menyeluruh melalui peluncuran Gerakan Bersama Penguatan Desa dan Kelurahan Siaga TBC. Langkah ini merupakan bagian dari Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto, sebagai bentuk respons terhadap tingginya kasus TBC di Indonesia yang mencapai lebih dari satu juta kasus per tahun.
Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hariqo Wibawa Satria, menyampaikan percepatan eliminasi TBC menjadi salah satu prioritas utama pemerintahan Prabowo. Upaya ini bertujuan melindungi segenap rakyat Indonesia dari ancaman penyakit menular mematikan tersebut.
“Pemerintah berkomitmen mempercepat eliminasi penyakit ini agar tidak lagi menjadi masalah kesehatan utama di Tanah Air,” ujar Hariqo, dalam keterangan, Kamis (8/5).
Gerakan nasional ini secara resmi diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan pada Jumat (9/5), dipusatkan di Kantor Kelurahan Rambutan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Masyarakat dapat menyaksikan peluncuran tersebut secara langsung melalui saluran televisi nasional maupun kanal YouTube resmi Kementerian Kesehatan RI.
Indonesia saat ini berada di posisi kedua negara dengan kasus TBC terbanyak di dunia setelah India. Setiap tahun, sekitar 125.000 orang meninggal karena penyakit ini. Secara global, TBC masih menulari lebih dari 10 juta orang dan menyebabkan lebih dari satu juta kematian setiap tahunnya.
“Melalui Gerakan Bersama Desa dan Kelurahan Siaga TBC, kami ingin membangun kolaborasi lintas sektor. Peran aktif perangkat desa dan kelurahan sangat menentukan dalam memberdayakan masyarakat melawan TBC,” ucapnya.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan eliminasi TBC secara global pada tahun 2050, dengan menurunkan insidensinya menjadi kurang dari satu kasus per satu juta penduduk. Namun, pemerintah Indonesia menetapkan target lebih ambisius, yakni eliminasi TBC pada tahun 2030—20 tahun lebih cepat dari target WHO.
Untuk mencapainya, pemerintah menargetkan pada 2025 mampu mendeteksi 90% kasus TBC, memulai pengobatan pada 100% pasien terdeteksi, serta mencapai tingkat keberhasilan pengobatan di atas 80%. Berbagai strategi pun disiapkan, seperti penguatan promosi dan pencegahan, pemanfaatan teknologi, integrasi data antara rumah sakit dan Puskesmas, serta pengembangan vaksin TBC yang lebih efektif.
“Terinfeksi TBC bukanlah akhir dari segalanya. Penyakit ini bisa disembuhkan dengan pengobatan yang tepat dan disiplin,” kata Hariqo.
“Dengan hormat kami mengimbau, mari hentikan stigma dan pikiran negatif terhadap penderita TBC, karena itu justru menghambat proses penyembuhan,” lanjutnya.
Hariqo juga menegaskan pengobatan TBC telah digratiskan pemerintah sejak tahun 2016. Namun, keberhasilan penanggulangan penyakit ini membutuhkan keterlibatan seluruh lapisan masyarakat, termasuk aparat di tingkat desa dan kelurahan.
Melalui Gerakan Bersama Desa dan Kelurahan Siaga TBC, strategi yang dikembangkan meliputi pendaftaran pasien pengobatan (treatment enrollment), investigasi kontak, penghapusan stigma, peningkatan akses transportasi menuju layanan kesehatan, serta upaya lainnya yang dijalankan secara berkelanjutan berbasis kewilayahan.
Penuntasan TBC merupakan bagian dari quick win Presiden dan Wakil Presiden dalam Program Hasil Terbaik Cepat tahun 2025, sekaligus wujud nyata dari pelaksanaan Asta Cita—delapan cita-cita pembangunan nasional.