Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta saat ini sedang menggodok aturan baru untuk meregulasi para perokok. Beleid itu bernama Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Salah satu poin yang diatur ialah denda Rp250 ribu bagi warga yang merokok sembarangan.
Selain itu, ada juga regulasi yang melarang pemilik toko kelontong memajang rokok di etalase toko. Dendanya hingga sebesar Rp10 juta. Pedagang yang menjual rokok dalam radius 200 meter dari tempat anak bermain dan sekolah akan didenda Rp1 juta.
Pardi, 47 tahun, pemilik warung Madura di kawasan Bambu Apus, Jakarta Timur, mengaku sudah mendengar soal regulasi baru itu. Menurut Pardi, regulasi semacam itu tak adil bagi pedagang kecil seperti dia.
"Jangan orang kecil kayak saya ini dilarang jualan rokok. Nanti gimana kita? Untuk kelangsungan ke depan, jualannya nanti gimana?" ujar Pardi saat berbincang dengan Alinea.id, Selasa (1/7) lalu.
Pardi terutama tak setuju jika penjual tak boleh memajang produk-produk rokok di etalase toko. Apalagi, ada denda yang sangat besar untuk pelanggar ketentuan itu.
"Keberatan sekali kalau sampe kena denda. Makanya, kalau emang enggak boleh ngerokok, ya, enggak usah ada yang ngeluarin produk rokok. Ditutup aja sekalian pabrik rokoknya, biar enggak ada rokok sekalian," tutur Pardi.
Keluhan serupa diungkap Udin, rekan Pardi yang juga pemilik warung Madura di Bambu Apus. Ia sudah tujuh tahun membuka toko kelontong. Menurut dia, jualan beragam produk rokok jadi salah satu andalan dia untuk meraup cuan.
"Jadi, ini bisa mengurangi omset. Apalagi, kan rata-rata orang Indonesia perokok semua. Jadi, ya, pembelinya emang rata-rata beli rokok," kata pria berusia 40 tahun itu kepada Alinea.id.
Udin berharap pemerintah membatalkan larangan memajang produk rokok di etalase toko. Menurut dia, ketentuan itu bakal merugikan para pedagang kecil. "Soalnya, di warung itu, kalau enggak ada rokok, kurang menarik minat orang beli," imbuh dia.
Dalam Raperda KTR, yang dimaksud kawasan tanpa rokok semisal tempat kerja, tempat umum, ruang publik terpadu, dan tempat tertentu yang menyelenggarakan izin-izin keramaian dengan batas wilayah kucuran air dari atap paling luar. Keempat area ini wajib menyediakan tempat khusus untuk merokok.
Altaf Musyafa, salah seorang perokok aktif, mengaku tak khawatir Raperda KTR bakal merepotkan bagi perokok seperti dia. Menurut Alfaf, aturan itu dibuat pemerintah untuk mengingatkan agar warga tidak merokok sembarangan.
"Memang kesannya agak ketat sih, tapi ada niat baiknya. Biar ruang publik lebih nyamanlah buat semuanya termasuk anak kecil. Kalo, misalkan, masih ada spot buat ngerokok gitu, harusnya sih masih aman-aman aja, ya," kata Altaf kepada Alinea.id.
Romdhon, perokok aktif lainnya, setuju dengan isi raperda itu. Namun, ia berharap pemerintah juga menyediakan penyediaan fasilitas yang layak dan nyaman untuk perokok.
"Terus yang penting aturannya juga dipergunakan dengan baik, jalannya dengan baik, dan berlaku adil buat semua," kata pemuda asal Jakarta Timur itu kepada Alinea.id.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati mengatakan tugas untuk menertibkan kawasan bebas rokok nantinya akan diemban Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) teknis DKI.