close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi lokasi tambang. Alinea.id/Firgie Saputra
icon caption
Ilustrasi lokasi tambang. Alinea.id/Firgie Saputra
Peristiwa
Minggu, 15 Juni 2025 08:10

Pulau Gag dan evaluasi tambang nikel di pulau kecil

Kasus kerusakan lingkungan di Pulau Gag harus jadi momentum untuk mengevaluasi izin tambang nikel di pulau-pulau kecil.
swipe

Kasus kerusakan lingkungan di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat, harus dijadikan momentum bagi pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) untuk mengevaluasi izin tambang nikel di pulau-pulau kecil di seluruh Indonesia. 

Kepala Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Fanny Tri Jambore menilai aktivitas tambang nikel di wilayah pulau-pulau kecil sangat merusak lingkungan. Kehidupan warga setempat pun terancam.

"Pulau-pulau kecil memiliki daya dukung dan daya tampung lingkungan yang sangat terbatas. Tambang nikel tidak hanya menghancurkan ekosistem darat tetapi juga mengancam laut yang selama ini menjadi sumber ekonomi dan pangan masyarakat," kata Fanny kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini. 

Fanny mengutip dua putusan hukum penting, yakni putusan Mahkamah Agung Nomor 57 P/HUM/2022 dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023. Dua putusan itu menyatakan bahwa tambang di pulau kecil tergolong sebagai kegiatan sangat berbahaya yang dampaknya serius dan tidak dapat diperbaiki.

Pemerintah, lanjut Fanny, seharusnya tidak hanya menegakkan aturan, tetapi juga bertindak preventif dengan menghentikan seluruh kegiatan tambang di pulau-pulau kecil. “ni bukan hanya kewajiban ekologis, tapi juga bentuk keadilan bagi masyarakat pesisir yang menjadi korban eksploitasi,” ujar Fanny. 

Terkait kebijakan hilirisasi nikel, Fanny menilai bahwa model saat ini masih menimbulkan banyak persoalan. Menurut catatan WALHI, Indonesia telah kehilangan 4,5 juta hektare hutan selama periode 2013–2022. Sebagian besar hutan hilang karena ekspansi tambang nikel. 

“Dari total 1 juta hektare lebih konsesi tambang nikel pada 2022, lebih dari 765 ribu hektare berada di dalam atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan,” jelasnya.

Fanny juga menilai kebijakan hilirisasi terlalu bergantung pada satu komoditas, yang membuat Indonesia rentan terhadap gejolak pasar global. “Pada akhirnya kita bukan penguasa rantai pasok, tapi justru menerima dampak buruknya,” katanya.

WALHI mencatat terdapat sedikitnya 248 izin tambang aktif di 43 pulau kecil di Indonesia. Dalam hal perizinan dan pengawasan, WALHI mencatat banyak kelemahan. Proses perizinan tambang dinilai tidak transparan dan minim partisipasi publik. 

“Pemerintah cenderung baru bertindak saat kasus menjadi viral. Padahal, UU sudah jelas melarang tambang di pulau kecil,” ungkapnya. 

Jika pemerintah terus memaksakan proyek tambang di wilayah sensitif seperti Raja Ampat, Fanny memperingatkan bahwa kerusakan yang terjadi akan bersifat permanen. “Kerusakan ini akan memukul ekonomi masyarakat pesisir, merusak biodiversitas, dan menghancurkan potensi pariwisata nasional,” tegasnya.

WALHI mendesak pemerintah agar segera menghentikan aktivitas tambang di pulau kecil dan meninjau ulang seluruh kebijakan hilirisasi yang tidak berkelanjutan.

Sebelumnya, Kepala Divisi Hukum dan Kebijakan Jaringad Advokasi Tambang (Jatam) Nasional Muhammad Jamil mengatakan semestinya tidak boleh ada pertambangan di pulau kecil. Faktanya, izin tambang tetap dikeluarkan oleh pemerintah, baik itu di tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan kota. 

"Di era otonomi daerah, kondisi tersebut semakin parah karena ternyata gubernur dan bupati itu boleh menerbitkan izin tambang. Nah, terbitlah izin-izin tambang baru. Lokasinya (tambang baru) di sekitar lokasi wilayah yang sebelumnya sudah diteken, tapi luasannya lebih besar," kata Jamil kepada Alinea.id.

Selain di Pulau Gag, Jamil mencontohkan kerusakan linkungan yang terjadi di Halmahera, Sangihe, dan Wawonii. Di Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara, warga kini kesulitan mendapatkan air bersih dan rentan terkena gangguan ISPA karena aktivitas tambang. 

Pulau Wawonii hanya punya luas sekitar 715 kilometer persegi. Menurut catatan Jatam, ada dua izin pertambangan dengan total luas 1.808 hektare yang diterbitkan pemerintah. Salah satunya ialah izin pertambangan nikel untuk PT Gema Kreasi Perdana (GKP), anak perusahaan Harita Group. 

"Karakteristik pulau kecil itu daratan terbatas. Ketika di darat ditambang, apalagi nikel dan pola tambang terbuka, ya, bisa dipastikan terjadi kontaminasi. Material tambang, ketika hujan turun, akan terbawa oleh air hujan ke sungai dan ke laut," ujar dia. 

 

img
Ikhsan Bilnazari
Reporter
img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan