Di pinggiran Tonsley, selatan Adelaide — salah satu wilayah terkering di Australia — suara riuh tak datang dari mesin pabrik, melainkan dari warga yang berdiri tegak menjaga ruang hijaunya. Dengan spanduk bertuliskan “Trees Not Teslas”, Neon dan Zane memimpin gerakan menolak pembangunan pabrik daur ulang baterai Tesla di lahan yang selama ini ditumbuhi sekitar 60 pohon dewasa.
Bagi sebagian orang, ini mungkin sekadar penolakan terhadap proyek industri. Namun, bagi banyak warga Australia, ini adalah pernyataan tegas: transisi energi hijau tidak bisa mengorbankan lingkungan yang tersisa.
Lingkungan paling utama
Kampanye warga Tonsley tak hanya menyoroti figur kontroversial Elon Musk, pemilik Tesla, tetapi juga mengangkat kekhawatiran yang lebih dalam — soal degradasi lingkungan, hilangnya ruang hijau, dan potensi risiko kesehatan dari tanah terkontaminasi. Meski lahan itu telah dipagari sejak 2016 karena mengandung trikloroetilen (TCE), zat karsinogenik yang dilarang di AS, warga tak ingin solusi atas polusi justru menciptakan masalah baru.
“Penebangan pohon di lokasi ini bisa memperburuk kebocoran kontaminan ke tanah dan air bawah tanah,” kata Kirsty Bevan dari Dewan Konservasi Australia Selatan. “Pohon dewasa berfungsi menahan polutan. Menebangnya hanya memperparah risiko kesehatan.”
Tesla berjanji akan menanam pohon pengganti, tapi warga menganggap itu tak sebanding. Menurut mereka, memindahkan pencemaran dengan beton bukanlah penyelesaian, tapi pembungkaman.
Bukan Sekadar Soal Elon Musk
Dewan Marion menerima lebih dari 900 tanggapan dari publik, dan 95% di antaranya menolak rencana tersebut. Meski begitu, dewan tetap menyetujui proposal tersebut dengan suara 8-3, mengirimkannya ke pemerintah negara bagian untuk diputuskan.
Ratusan komentar bahkan mengarah pada kritik terhadap Musk, mulai dari reputasinya, gestur politik, hingga gaya komunikasinya yang memecah belah. Namun bagi sebagian warga seperti Zane, ini bukan tentang sosok Musk semata:
“Kami tidak membiarkan pendapat pribadi mengaburkan fakta bahwa ini adalah perjuangan menyelamatkan ruang hijau kami. Kami tidak menolak kemajuan, tapi kami menolak kemajuan yang mengorbankan alam,” katanya.
Janji energi bersih tak harus merusak alam
Australia Selatan memang dikenal sebagai pelopor energi bersih, bahkan pernah menerima tawaran Musk membangun baterai terbesar dunia dalam waktu 100 hari — dan berhasil. Tapi proyek Tesla kali ini berbeda: pabrik daur ulang baterai dan ruang pamer EV di atas lahan terkontaminasi tak menjanjikan energi untuk publik, hanya keuntungan komersial.
Pemerintah lokal berdalih pabrik akan menciptakan 100 lapangan kerja, memberi pemasukan pajak, dan “menghidupkan” kawasan industri. Namun bagi warga, itu tak sebanding dengan kehilangan ekosistem kecil yang tersisa.
“Pekerjaan itu akan berada di lahan tercemar milik perusahaan yang juga tercemar secara reputasi,” ujar Neon. “Jika suara warga diabaikan, artinya demokrasi lokal bisa dibeli.”
Warga Tak Gegabah: “Transisi Hijau Bukan Alasan Untuk Merusak”
Penolakan warga Tonsley adalah pengingat penting: bahkan negara-negara maju yang berkomitmen terhadap energi hijau tidak serta merta menyerahkan ruang hidupnya kepada industri, meskipun berkedok teknologi bersih.
Warga Tonsley telah membuktikan bahwa mereka bisa memimpin transisi energi terbarukan tanpa mengorbankan ruang hijau. Maka ketika sebuah perusahaan besar datang membawa label “ramah lingkungan” tapi harus menebang pohon dan memadatkan tanah beracun, warga berhak bertanya: hijau untuk siapa?
“Ini bukan tentang anti-Tesla atau anti-EV. Ini tentang memastikan bahwa dalam perlombaan menuju masa depan yang hijau, kita tidak menabrak alam yang tersisa,” tutup Zane.(cnn)