sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Absen terima Bintang Mahaputra, Gatot dinilai dalam dilema

Tak mungkin Gatot Nurmantyo terima penghargaan saat pengurus KAMI lainnya berurusan dengan hukum.

Achmad Al Fiqri Fathor Rasi
Achmad Al Fiqri | Fathor Rasi Rabu, 11 Nov 2020 13:29 WIB
Absen terima Bintang Mahaputra, Gatot dinilai dalam dilema

Absennya eks Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo di acara pemberian tanda jasa Bintang Mahaputera oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Rabu (11/11), dinilai akan memunculkan spekulasi baru di ruang publik.

"Persisnya hanya Gatot dan Tuhan saja yang tahu. Yang jelas ini akan memantik spekulasi baru," kata pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno kepada Alinea.id, Rabu (11/11). 

Setidaknya, sambung Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) ini, publik akan menangkap dua hal dari absennya Gatot tersebut.

"Pertama, Gatot menganggap penghargaan tersebut hal biasa. Sejak awal Gatot terlihat datar saja, bahkan dingin mendengar info mendapat pengharhaan. Enggak ada ekspresi semringah meyambut penghargaan tersebut," terangnya.

Kedua, jelas Adi, sebagai bentuk penegasan manuver Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu ke publik bahwa bakal tetap bersikap oposan.

"Ketiga, sepertinya Gatot dalam dilema. Tak mungkin ia terima penghargaan penuh bahagia sementara ada pengurus KAMI yang masih berurusan degan hukum," pungkas Adi.

Sebelumnya, beredar isu bahwa Istana diduga memainkan politik 'belah bambu' dengan memenjarakan petinggi KAMI yakni Syahganda Nainggolan, Anton Permana dan Jumhur Hidayat. Di sisi lain Istana memberikan penghargaan terhadap Gatot Nurmantyo.

Namun, hal ini dibantah politikus PDI Perjuangan  Eva Sundari. Menurutnya penghargaan tanda jasa Bintang Mahaputra tersebut tidak dapat ditafsirkan sebagai alat politik pecah belah. Dia memandang, penghargaan itu diberikan hanya untuk melaksanakan ketentuan undang-undang (UU).

Sponsored

"Pemerintah melaksanakan perintah UU terkait pemberian gelar pahlawan/tanda jasa. Bukan personal, tetapi melekat di jabatan. Siapapun pangdam atau menteri, misalnya, maka dia berhak mendapat Bintang Mahaputra," kata Eva saat dihubungi Alinea hari ini.

Regulasi yang dimaksud Eva, yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Terdapat syarat khusus untuk mendapatkan Bintang Mahaputera sebagaimana dalam Pasal 28 itu, di antaranya berjasa luar biasa di berbagai bidang yang bermanfaat bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa dan negara.

Berita Lainnya
×
tekid