sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Agenda Pemilu 2024 dinilai merugikan partai nonparlemen

Percepatan pelaksanaan verifikasi itu tentu saja merugikan bagi parpol nonparlemen.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Senin, 20 Sep 2021 09:55 WIB
Agenda Pemilu 2024 dinilai merugikan partai nonparlemen

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Said Salahudin menyebut, agenda memajukan jadwal pemilihan umum di Februari 2024, sangat tidak adil dan merugikan partai nonparlemen. Salah satu alasannya, yakni putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membedakan cara verifikasi partai politik.

Menurut Said, jika hari pemungutan suara dimajukan ke Februari, itu artinya jadwal tahapan Pemilu 2024 otomatis akan dimulai lebih awal. Akibatnya, jadwal pelaksanaan verifikasi parpol calon Peserta Pemilu 2024 pun akan dipercepat sekitar dua bulan.

"Percepatan pelaksanaan verifikasi itu tentu saja merugikan bagi parpol nonparlemen. Sebab, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVIII/2020, verifikasi parpol dibedakan dalam dua kategori," kata Said kepada Alinea.id, Senin (20/9).

Menurut Said, berdasarkan putusan MK tersebut, sembilan parpol yang saat ini mempunyai kursi di DPR RI, hanya diwajibkan lulus verifikasi administrasi. Adapun terhadap tujuh parpol nonparlemen dan parpol lain yang tidak ikut Pemilu 2019 diwajibkan harus lulus verifikasi administrasi dan verifikasi faktual jika ingin ditetapkan sebagai Peserta Pemilu 2024.

"Nah, dengan aturan main versi MK itu saja parpol-parpol nonparlemen sudah dirugikan. Apalagi jika waktu yang menjadi hak mereka untuk mempersiapkan diri menghadapi verifikasi juga ikut disunat," katanya.

Said mengatakan, waktu dua bulan itu jadi barang mewah bagi parpol yang terkena aturan verifikasi ganda. Sebab, dalam kurun waktu tersebut, ada banyak hal yang bisa dikerjakan oleh pengurus partai di setiap tingkatan untuk memenuhi seluruh persyaratan verifikasi administrasi maupun verifikasi faktual.

Oleh sebab itu, lanjut dia, agenda pemajuan jadwal Pemilu di Februari 2024 harus ditolak. "PKP merasa diperlakukan tidak adil dan mengajukan protes keras atas rencana tersebut. Apalagi sebagai salah satu calon Peserta pemilu 2024 kami sama sekali tidak pernah diajak bicara oleh DPR, Kemendagri, KPU, dan Bawaslu terkait agenda tersebut. Ini jelas tidak benar. Sebagai salah satu parpol nonparlemen, Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) merasa sangat dirugikan karena hak konstitusional kami seolah dinjak-injak oleh rencana tersebut," tegas Said.

Said menambahkan, pemerintah, DPR dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu hati-hati dalam menentukan jadwal Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Menurutnya, mengubah waktunya menyebabkan pelaksanaan Pemilu berpotensi inkonstitusional.

Sponsored

Said menjelaskan, Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 telah tegas menyatakan "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali". Kata dia, frasa "lima tahun" itu kan mudah sekali mengitungnya, yaitu 12 bulan dikali lima. Kalau di 2019, pemilu dilaksanakan di April, maka 60 bulan berikutnya jatuh di April 2024.

"Nah, semestinya kita semua patuh dan konsisten pada perintah konstitusi itu. Negara ini harus dibangun dengan sistem yang ajeg agar agenda kenegaraan lima tahunan itu bisa dilaksanakan sebagaimana mestinya," kata Said.

Said menegaskan, kalau ada alasan yang bersifat ‘force majeure’, seperti bencana alam atau bencana nonalam yang terjadi di seluruh Indonesia atau ada unsur kedaruratan serta alasan khusus lainnya, itu bisa saja dijadikan sebagai pertimbangan untuk memajukan atau memundurkan jadwal pemilu sehingga tidak harus dilaksanakan di April. Namun, kalau alasannya hanya karena ada Pilkada Serentak 2024, itu jelas tidak masuk akal. Sebab, jadwal Pilkada Serentak Nasional di November 2024 hanya diatur di level undang-undang.

Berbeda halnya dengan pemilu yang jadwalnya ditetapkan langsung oleh UUD 1945 dan sudah menjadi konvensi selalu dilaksanakan di April, sejak empat kali pemilu terakhir. Jika pemilu dilaksanakan di Februari atau Mei 2024 seperti wacana yang muncul selama ini, itu artinya pemilu tidak genap dilaksanakan setiap lima tahun sekali.

"Jadi, bisa muncul permasalahan hukum yang serius jika jadwal pemilu yang diatur dalam UUD 1945 dikalahkan oleh jadwal pilkada yang hanya diatur di level undang-undang," ujarnya.

Diketahui, KPU sudah menyusun simulasi tahapan pemilu jika pemungutan suara digelar 21 Februari 2024 berdasarkan kesepakatan Tim Kerja Bersama Pemilu dan Pilkada 2024. Namun, jadwal pencoblosan ini batal disahkan dalam rapat bersama Komisi II DPR pada Kamis (16/9).

Sementara, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengusulkan agar agar pemungutan suara pemilu digelar April/Mei 2024. Sehingga, Tim Kerja Bersama Pemilu dan Pilkada 2024 yang terdiri dari Kemendagri, Komisi II DPR, KPU, Bawaslu, serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan membahas kembali terkait jadwal dan simulasi tahapan jika hari pemungutan suara dilaksanakan April/Mei.

Berita Lainnya
×
tekid