sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bayang kelam demokrasi di tengah kemenangan Prabowo-Gibran

Kemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 diraih di tengah beragam indikasi pelanggaran etika dan hukum.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Jumat, 16 Feb 2024 15:25 WIB
Bayang kelam demokrasi di tengah kemenangan Prabowo-Gibran

Hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei menunjukkan pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) berpeluang besar memenangi Pilpres 2024 dalam satu putaran. Pasangan yang di-endorse Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu unggul dengan tingkat keterpilihan kisaran 55-59%.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M Isnur mengatakan kemenangan Prabowo-Gibran menandakan episode suram demokrasi Indonesia akan kembali berlanjut. Pasalnya, kemenangan itu diraih di tengah maraknya indikasi kecurangan dan pelanggaran etika, termasuk di antaranya skandal Mahkamah Konstitusi yang meloloskan Gibran menjadi cawapres. 

"Seperti yang diungkap dalam Dirty Vote, pilpres penuh dengan intrik atau penggalangan cipta kondisi, manipulasi dan lain-lain. Pasangan ini sudah diprediksi akan menang. Kami sangat-sangat kecewa dan sedih melihat keadaan negara dan demokrasi yang sedemikan rupa bisa dikendalikan oleh kekuasaan," ujar Isnur kepada Alinea.id, belum lama ini.

Dirty Vote ialah film dokumenter besutan Dandhy Laksono yang tayang di Yotube, belum lama ini. Film itu menghadirkan tiga pakar hukum tata negara, yakni Bvitri Susanti dari STH Jentera, Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada, dan Feri Amsari dari Universitas Andalas. Di film itu, mereka memaparkan data dan bercerita mengenai beragam indikasi kecurangan selama Pemilu 2024. 

Prabowo-Gibran, menurut Isnur, akan mewarisi rezim Jokowi yang mulai kental dengan watak otoritarian. Berkaca dari kemenangan Prabowo-Gibran yang penuh dengan pelanggaran etika dan intrik, ia mengingatkan agar masyarakat umum, media, dan kaum intelektual kritis untuk berhati-hati menyuarakan pendapat di ruang publik. 

Alarm tanda bahaya itu, lanjut Isnur, sudah terlihat sejak Prabowo memperingatkan media yang kritis pada Pemilu 2014 dan Pemilu 2019. Selain itu, sejumlah aktivis dan kritikus rezim dilaporkan ke polisi pada periode kedua pemerintahan Jokowi.

"Ketika dia menyebutkan akan melanjutkan Jokowi, ya, berarti pendekatan pidana untuk membungkam kritik, semisal dengan penggunaan UU ITE yang semakin masif. Ketika mereka menyebutkan akan meneruskan kebijakan Jokowi, berarti mereka akan meneruskan pola-pola, misalnya, membuat UU Cipta Kerja yang tabrak sana-sini," ucap Isnur.

Prabowo-Gibran, lanjut Isnur, kemungkinan bakal memanjakan kalangan konglomerat yang sudah berkontribusi besar dalam memodali kampanye mereka. Korupsi, kolusi, dan nepotisme bisa semakin marak. "Karena memerlukan modal yang sangat banyak dalam bertarung, maka akan korupsi di sana sini," imbuh dia.

Sponsored

Pakar hukum dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah Castro sependapat kemenangan Prabowo-Gibran merupakan alarm bahaya bagi demokrasi. Menurut dia, kemenanga pasangan itu diperoleh melalui dengan cara-cara yang justru bertentangan dengan prinsip- prinsip demokrasi. 

"Parahnya lagi, Prabowo akan meneruskan rezim Jokowi yang melapangkan jalan kemenangannya meski dengan mendesak mundur demokrasi. Apakah kita percaya seseorang yang merusak demokrasi akan mengembalikan martabat demokrasi? Tentu sulit," ucap Herdiansyah kepada Alinea.id, Kamis (15/2).

Herdiansyah berharap publik tetap kritis jika Prabowo-Gibran berkuasa. Ia khawatir Indonesia tergelincir menjadi rezim otoriter di tangan Prabowo-Gibran jika pelanggaran-pelanggaran hukum dan etika terus dibiarkan. 

"Gerakan masyarakat sipil harus terus kritis terhadap kekuasaan, termasuk kepada pemenang Pilpres 2024 nanti. Satu-satunya yang harus kita percaya sekarang adalah kekuatan kita sendiri," ucap Herdiansyah.


 

Berita Lainnya
×
tekid