sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Belang parpol dalam PAW Harun Masiku dan Mulan Jameela

PAW Harun Masiku dan Mulan Jameela mengindikasikan parpol-parpol punya "anak-anak kesayangan".

Marselinus Gual
Marselinus Gual Rabu, 05 Feb 2020 06:12 WIB
Belang parpol dalam PAW Harun Masiku dan Mulan Jameela

Menggantikan Pramono Anung yang ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Sekretaris Kabinet (Seskab), politikus Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) Eva Kusuma Sundari melenggang ke Senayan. 

Meskipun hanya mengantongi 42.704 suara di Pileg 2014, DPP PDI-P menganggap Eva lebih layak menggantikan Pramono ketimbang Erjik Bintoro. Padahal, Erjik meraup suara terbanyak kedua setelah Pramono di dapil yang sama. 

"Kalau masalah tersebut (PAW) DPP yang berkompeten. Saya berharap Erjik lebih bisa menerima secara legawa dengan keputusan tersebut," ujar Pramono ketika itu. 

Itu terjadi empat tahun lalu. Saat itu, tak ada polemik panjang meliputi PAW Eva. Erjik juga tak menggugat keputusan DPP PDI-P. Namun, dua tahun berselang, Erjik hengkang dari partai berlambang banteng bermoncong putih itu. 

Kini, mekanisme PAW serupa juga diberlakukan dalam penunjukan Harun Masiku. Harun ditunjuk DPP PDI-P untuk menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia dua pekan jelang pencoblosan Pileg 2019. Padahal, suara Harun di dapil Sumatera Selatan I masih kalah dibanding Riezky Aprilia. 

Namun, PAW Harun tak semulus Eva. Sesuai keputusan KPU Nomor 987/PL.01.8-Kpt/06/KPU/V/2019 tanggal 21 Mei 2019, KPU menetapkan Riezky sebagai anggota DPR terpilih. 

DPP PDI-P tak patah arang. DPP kemudian menguji materi PKPU Nomor 3 Tahun 2019 berkaitan dengan perolehan suara calon yang meninggal dunia. Pada 19 Juli 2019, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan sebagian permohonan PDI-P. 

Dalam putusan itu, suara caleg meninggal dikembalikan kepada parpol dan bebas disalurkan ke caleg lainnya. Akan tetapi, KPU tetap berkukuh menetapkan Riezky sebagai pemenang. Riezky pun resmi dilantik sebagai anggota DPR pada 1 Oktober 2019.

Sponsored

Mengantongi putusan MA, Harun bermanuver untuk mendongkel Riezky. Salah satunya dengan menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Suap itu diberikan agar Wahyu mempengaruhi komisioner lainnya untuk mematuhi putusan MA dan menunjuk dia menggantikan Riezky dalam PAW berikutnya.

Namun, praktik lancung itu keburu terendus penyidik Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Wahyu pun digulung dalam sebuah rangkaian operasi tangkap tangan (OTT), awal Januari lalu. Adapun Harun kini berstatus buron.

Dicegat wartawan usai diperiksa KPK, pekan lalu, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menyebut PAW merupakan kewenangan dari DPP PDI-P sepenuhnya. Menurut dia, Harun merupakan salah satu kader terbaik partai sehingga dinilai lebih layak menggantikan Nazarudin ketimbang Riezky. 

"Mengapa saudara Harun? Kami juga memberikan keterangan karena yang bersangkutan punya latar belakang yang baik. Hanya sedikit dari orang Indonesia yang menerima beasiswa dari Ratu Inggris dan memiliki kompetensi dalam international economic law," kata Hasto.

Tak hanya di PDI-P, PAW bermasalah juga terendus di tubuh Gerindra. Gagal berkantor di DPR, penyanyi kondang Mulan Jameela dan rekan-rekannya menggugat keputusan KPU ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). 

Dalam gugatannya, Mulan meminta pengadilan memberikan hak kepada Gerindra untuk menunjuk pemenang pemilu di dapil XI Jawa Barat pada Pileg 2019. Pasalnya, suara partai lebih besar dari suara caleg terpilih di dapil tersebut. 

Gugatan itu dikabulkan PN Jaksel. Mulan dan rekan-rekannya yang punya hambatan serupa lolos ke Senayan. Meski hanya menjadi peraup suara terbesar keempat, Mulan ditetapkan sebagai anggota DPR lantaran Gerindra memecat dua kader peraup suara terbanyak kedua dan ketiga di dapil tersebut. 

Anggota DPR RI Mulan Jameela berfoto bersama mantan pesinetron Desi Ratnasari di sela-sela pelantikan anggota DPR periode 2019-2024 di Gedung DPR, Senayan, 1 Oktober 2019. /Foto Antara

Perlu pengadilan khusus

PAW sebenarnya bukan hal baru di jagat politik parlemen. Menurut catatan KPU, pada periode 2014-2019, ada sekitar 22% anggota DPR yang diganti oleh parpol. Mayoritas PAW terjadi karena anggota DPR mengikuti pilkada (42 orang), pindah partai (25 orang), dan tersangkut kasus pidana (21 orang). 

Aturan mengenai PAW tersebar dalam sejumlah UU, semisal disebutkan dalam Pasal 85 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) dan Pasal 8 huruf g Undang-Undang Nomor 31 tahun 2002 tentang Partai Politik (UU Parpol).

PAW juga diatur Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan PKPU No 3 Tahun 2019. Disebutkan, PAW dapat dilakukan karena sejumlah alasan, semisal calon terpilih meninggal dunia, mengundurkan diri, tidak lagi memenuhi syarat, atau terbukti melakukan tindak pidana pemilu berupa politik uang atau pemalsuan dokumen.

Meskipun diatur berbagai regulasi, menurut peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil, terdapat banyak celah yang bisa dipakai parpol untuk mengganti kader-kadernya di parlemen. Salah satunya adalah dengan memecat kader dari keanggotaan partai. 

"Kalau PDI-P mau me-PAW si Riezky misalnya, kasarnya, ya, dalam tanda petik, tinggal mereka ganti saja. Persoalan nanti si Riezky keberatan atau mengajukan mekanisme ke partai, ya, itu silakan. Ya, mungkin saja alasan pemecatan itu tidak diterima. Misalnya kasus Fahri Hamzah dan PKS itu kan," ujar Fadli saat berbincang dengan Alinea.id di Jakarta, Senin (3/2).

 

Namun demikian, menurut Fadli, PDI-P melabrak aturan dalam kasus Harun Masiku. Pasalnya, KPU sudah tidak memiliki wewenang untuk mencopot Riezky karena sudah ditetapkan sebagai caleg terpilih dan dilantik menjadi anggota DPR periode 2019-2024. "Karena semua proses sudah selesai," kata Fadli. 

Situasi berbeda terjadi dalam kasus pemecatan dua caleg pesaing Mulan, Ervin Luthfi dan Fahrul Rozi. Menurut Fadli, Mulan dan Gerindra memanfaatkan ruang kosong antara masa penetapan calon terpilih dengan masa pelantikan. 

Ketika itu, KPU menerima Mulan sebagai caleg terpilih setelah mendapat surat pemecatan dari DPP Gerindra. "Meskipun dalam hal mendasar, mekanisme itu sangat tidak demokratis dan membuat institusi partai menjadi tidak sehat," katanya.

Ke depan, Fadli menyarankan agar KPU menutup ruang pergantian caleg terpilih sebelum pelantikan. Dengan begitu, suap-menyuap dalam proses PAW bisa dihindari. "Dia enggak boleh lagi ada pergantian. Apa pun alasannya," imbuh Fadli.  

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengatakan, PAW anggota DPR menimbulkan polemik karena terlalu banyak pintu menyelesaikan persoalan terkait pemilu. Dalam kasus PAW Harun, menurut Mardani, MA seharusnya tidak ikut-ikutan menyelesaikan perkara yang seharusnya jadi wewenang Mahkamah Konsitusi (MK).

"Mestinya MA tidak boleh menyelesaian kasus yang bukan domain MA. Karena (persoalan kepemiluan) itu domain MK. Itu makanya kenapa KPU dan Bawaslu setuju ada peradilan pemilu," kata Mardani saat ditemui Alinea.id di ruang kerjanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (4/1).

Mardani meyakini, PAW tidak akan menimbulkan masalah jika diselesaikan oleh lembaga peradilan khusus. "Ini masalah pemilu tapi diselesaikan dengan undang-undang yang bukan undang-undang pemilu. Timbullah kasus kayak gini. Sama kayak kasus pertanahan diselesaikan ke PTUN (pengadilan tata usaha negara). Enggak boleh," kata dia. 

Selain itu, menurut Mardani, persoalan PAW juga tidak akan muncul jika caleg ditetapkan lewat mekanisme proporsional tertutup. Namun demikian, PKS ingin perubahan sistem itu sepaket dengan revisi UU Parpol. "Karena kita partai kader. Tapi, itu (perubahan sistem pemilu) disatukan dengan revisi UU parpol," imbuhnya. 

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri (kiri) berbincang dengan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di sela penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I PDIP di Jakarta, Minggu (12/1). Foto Antara/Aditya Pradana

Polemik PAW gerus elektabilitas

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, mencuatnya kasus-kasus PAW bermasalah menunjukkan proses demokrasi di Indonesia masih diwarnai kongkalingkong. Padahal, sudah ada aturan jelas yang merinci mekanisme PAW.

"Di Indonesia ini hal yang sudah jelas masih juga dibikin enggak jelas. Aturan PAW kan sudah jelas siapa yang menggantikan kalau yang bersangkutan (caleg yang meninggal) tidak bisa melanjutkan," kata Siti kepada Alinea.id di Jakarta, Senin (3/2).

Menurut Siti, PAW tidak akan menimbulkan persoalan jika sejak awal parpol punya pola rekrutmen dan promosi yang akuntabel dan transparan. Semua kader yang diusung menjadi caleg dan terpilih seharusnya tidak boleh semena-mena disingkirkan karena sejak awal "diberi nomor urut" berbasis kompetensi dan kualitas. 

"Artinya apa? Parpol melakukan kaderisasi, promosi yang proper, dan trusted. Kalau (kader) ini berhalangan tetap, ya, berarti siapa berikutnya. Jadi, urutan sudah diketahui partai dan KPU. Ini tidak boleh ada kongkalikong. Tidak boleh ada jual-beli atau rekrutmen itu (berdasar) suka tidak suka," kata dia. 

Infografik Alinea.id/Dwi Setiawan

Lebih jauh, Siti meminta agar PDI-P segera mengklarifikasi polemik yang menyelimuti PAW Harun. Jika dibiarkan, ia menilai, elektabilitas PDI-P bisa tergerus di pemilu berikutnya. Apalagi, kasus Harun telah menjadi sorotan publik. 

"Ini dampak politik akan terasakan nanti. Siapa pun partai itu yang melakukan kebohongan, tidak jujur, dan melakukan korupsi, next election itu langsung jatuh. Langsung turun suaranya. Itu sudah dibuktikan dari pemilu ke pemilu," kata dia. 

Senada, pakar filsafat politik Norbertus Jegalus menilai PDI-P harus terbuka soal PAW Harun. Jika tidak, ia khawatir, spekulasi mengenai keberadaan Harun dan dugaan keterlibatan para petinggi PDI-P dalam kasus itu berkembang semakin liar. 

"Publik membaca ada skenario, ada permainan. Mengapa ada permainan? Jangan sampai ada sesuatu kebobrokan yang kuncinya ada di Harun ini. Kalau orang ini terungkap, maka selesai banyak tokoh atau pihak yang terlibat," kata dia.

Berita Lainnya
×
tekid