close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menjajal Kendaraan Taktis  produksi PT Pindad/Foto Dok. Pindad
icon caption
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menjajal Kendaraan Taktis produksi PT Pindad/Foto Dok. Pindad
Politik
Rabu, 09 Juni 2021 13:19

Di balik petualangan politik Prabowo dari capres ke Menhan

Anggaran jumbo Kemhan dicurigai jadi alasan Prabowo mau jadi Menhan.
swipe

Ketua Centra Initiative sekaligus anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan Al-A’raf menilai, kemauan Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan (Menhan) disinyalir berkaitan dengan sektor pertahanan yang dianggap ‘seksi’.

Ia curiga, perjalanan politik Prabowo Subianto dari calon presiden (capres) ke Menhan tidak hanya mengejar jabatan belaka. Sebab, sektor pertahanan bakal memperoleh anggaran jumbo dan berpotensi tidak tersentuh oleh lembaga-lembaga independen.

Rancangan politik pertahanan, katanya, mulai terlihat ketika Omnibus Law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disahkan. UU Cipta Kerja pada sektor pertahanan dinilai akan merombak politik pertahanan presiden dari 2014-2019 yang menginginkan kemandirian pertahanan.

“Itu digeser kemudian, ke arah liberalisasi pertahanan,” ucapnya dalam diskusi virtual, Rabu (9/6).

Al-A’raf melanjutkan, Omnibus Law UU Cipta Kerja di sektor pertahanan menghambat upaya kemandirian pertahanan karena sektor swasta diberikan peran dan posisi. Bahkan, dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja, sektor swasta dapat menjadi pemain utama modernisasi alutsista. Juga memberikan kewenangan yang lebih besar terhadap Kementerian Pertahanan (Kemhan).

Sebaliknya, sambung Al-A’raf, kewenangan presiden sebagai Ketua Komite Industri Pertahanan (KKIP) dipangkas. KKIP memiliki kewenangan menentukan kebijakan pengadaan alutsista. “Mungkin, ini sebuah transaksi (politik). Nah, kok bisa KKIP itu dibisa dihapus Omnibus Law, saya bingung yang membuat UU (ini) Presiden, tetapi kewenangan di KKIP dipangkas dan diam,” tutur Al-A’raf.

Menurutnya, peningkatan anggaran pertahanan 1.700 triliun hingga 2024 dan kemunculan PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) yang didesain grup politik Menhan merupakan pertanda adanya upaya memonopoli. Di sisi lain, Kemhan belum membuat produk strategis, seperti buku putih, kebijakan postur, kebijakan strategi, sebelum menaikkan anggaran 1.700 triliun.

“Sebelum menjadi Menhan, Pak Prabowo mengkritik pemerintah yang suka berhutang. Itu berulang kali, termasuk dalam debat capres, kita bisa menonton itu.  Setelah jadi Menhan, Prabowo langsung berhutang 1.700 triliun. Itu fantastis,” ujar Al-A’raf.

Sebelumnya (4/6), Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai, Kemhan tidak perlu lagi membuat jalan baru dengan meningkatkan anggaran pertahanan sebesar Rp1.700 triliun hingga tahun 2024. Sebab, Pemerintah Indonesia sesungguhnya telah merancang program minimum essential force (MEF) secara bertahap sejak 2009.

Belakangan muncul kecurigaan bahwa peningkatan anggaran sektor pertahanan ini tidak terlepas dari kepentingan politik kontestasi pemenangan Pemilu 2024 yang membutuhkan biaya tinggi.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan