sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Jalan politik putra-putri Bamsoet, Haji Lulung, dan Zulhas di Kebon Sirih

Tiga anak politikus kawakan mengikuti jejak ayah mereka setelah lolos ke DPRD DKI Jakarta.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Jumat, 30 Agst 2019 18:35 WIB
Jalan politik putra-putri Bamsoet, Haji Lulung, dan Zulhas di Kebon Sirih

Sebanyak 106 anggota DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024 Jakarta dilantik di Gedung DPRD Jakarta, Kebon Sirih, Senin (26/8) lalu. Selain muka-muka lama, wajah-wajah baru juga bermunculan. Tiga di antaranya ialah putra-putri politisi kawakan. 

Zita Anjani, putri Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (Zulhas), lolos dari dapil V DKI Jakarta, sedangkan putra Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, Dimaz Raditya Soesatyo lolos dari dapil II DKI Jakarta. 

Putra eks anggota DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana atau Haji Lulung, Guruh Tirta Lunggana lolos dari dapil X DKI Jakarta. Guruh 'mengisi' kursi kosong yang ditinggalkan Haji Lulung di DPRD. Pasalnya, Haji Lulung naik kelas setelah memastikan diri terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024. 

Pada Pileg 2019, Zita mengantongi nomor urut 01 dari PAN. Zita tak menepis keluarganya, khususnya sang ayah, berperan dalam membuka akses ke dunia politik. Namun, ia membantah terjun ke dunia politik berbasis 'aji mumpung'. 

"Saya sudah biasa yang kayak begini. Beliau memang inspirasi saya. Tapi, tidak tertutup pada saat tertentu pandangan kami berbeda. Jadi, yang kenal saya, pasti sudah tahu saya selalu bekerja keras untuk prinsip saya. Jadi, saya lebih merasa beban sosial yang besar bila tidak berhasil perform," ujar Zita kepada Alinea.id di Jakarta, Rabu (30/8) lalu.

Sebelum nyaleg, Zita diketahui aktif memperjuangkan isu-isu sosial. Zita bahkan tercatat sebagai penggagas Gerakan Mengajar 1.000 Guru untu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan pendiri Kids Republic. Sebelumnya, Zita sempat berkarier di World Health Organization (WHO). 

Anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi PAN Zita Anjani. Foto Instagram @zitaanjani

Menurut Zita, ia mencalonkan diri menjadi anggota DPRD karena tergerak untuk meningkatkan kesejahteraan guru PAUD dan pendidikan anak di Jakarta. Sang ayah, kata Dita, tak pernah memaksanya untuk berkarier di dunia politik. 

Sponsored

"Saya melihat cara paling cepat untuk mewujudkan itu lewat politik. Ada momentumnya. Ya, saya ambil. Keluarga saya membuka jalan (dengan) menjadi tempat berdiskusi dan bertanya," kata perempuan berusia 29 tahun itu. 

Saat ditanya apakah bakal membidik kursi anggota DPR di pemilu berikutnya, Zita tidak ingin berandai-andai. Ia menegaskan bakal fokus merealisasikan mimpinya terlebih dahulu di DKI Jakarta. 

"Kualitas kesejahteraan ibu dan anak bisa meningkat, (Jakarta) jadi pusat pendidikan nasional. Saya harus bisa buktikan pada mereka bahwa jalan politik bisa membawa kita mencapai kehidupan yang lebih berkualitas," ujar dia. 

Ditemui di Menteng, Jakarta, Rabu (30/8) lalu, Bamsoet menepis anggapan aji mumpung yang dialamatkan kepada anaknya, Dimaz. Menurut dia, Dimaz bukan orang baru di jagat politik. Sejak muda, Dimaz hobi berorganisasi. "Terakhir adalah Pemuda Pancasila. Oleh sebab itu, secara kompetensi, Dimaz memiliki modal," ujar dia. 

Seperti sang ayah yang kembali lolos ke Senayan, Dimaz menggunakan Golkar sebagai kendaraan politik untuk mengantarkannya berkantor di Kebon Sirih. Namun demikian, Bamsoet membantah Dimaz disiapkan untuk menjadi penerusnya di dunia politik.  

"Awalnya si Dimaz juga pengusaha. (Ia maju menjadi caleg) karena mungkin melihat bapaknya berkecimpung di dunia politik dan kawan-kawannya juga sebagai para pekerja dan aktivis politik," jelas calon ketua umum Partai Golkar itu. 

Lebih jauh, Bamsoet mengatakan, ia mengizinkan Dimaz untuk maju mencalonkan diri jadi anggota DPRD DKI Jakarta dalam kapasitas belajar politik saja. "Kalau memang jadi, ya, itu mungkin garis jalan Tuhan untuk dia," kata Bamsoet.

Pengamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin mengatakan, label aji mumpung belum bisa dilekatkan kepada bani para politikus Senayan yang lolos ke DPRD DKI Jakarta. Pasalnya, kinerja mereka sebagai anggota DPRD belum teruji. "Kalau hanya politik mendompleng, itu ya nanti," kata dia. 

Namun demikian, menurut dia, sulit untuk dimungkiri Zulkifli, Bamsoet, dan Haji Lulung, berperan besar dalam memastikan anak-anak mereka lolos ke Kebon Sirih. Selain memiliki jaringan yang luas, ketiga politikus ulung itu juga punya modal finansial untuk menyokong anak-anak mereka di belakang layar. 

"Artinya untuk kampanye, katakanlah untuk menentukan nomor urut di partai, lalu untuk macam-macam (aktivitas kampanye) yang membutuhkan biaya besar itu," ujar dia.

Patronase politik 

Dijelaskan Ujang,  patronase politik berbasis kekerabatan tersebut merupakan gejala yang wajar di dunia politik Indonesia. "Bukan hal baru. Konstruksinya sudah lumrah. Sebagai contoh, ketika Jokowi sebagai Presiden, anak-anaknya lalu muncul (digadang-gadang jadi calon Wali Kota Solo)," kata dia.

Lebih jauh, Ujang mengatakan, sah-sah saja jika mereka lolos berkat bantuan ayah mereka. Asalkan, ketika berkantor di DPRD nanti, mereka mampu membuktikan kepada publik bahwa mereka layak untuk dipilih. 

"Tapi kalau dia tidak bisa dan tidak mau belajar, maka saya khawatir akan menjadi kerumunan anggota DPRD yang tidak memiliki arti. Jangan sampai seperti itu," kata dia. 

Berita Lainnya
×
tekid