close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi menghadiri rapat kerja bersama dengan Komisi XIII DPR, Rabu (13/11/2024). Foto dokumentasi Kementerian Sekretaris Negara .
icon caption
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi menghadiri rapat kerja bersama dengan Komisi XIII DPR, Rabu (13/11/2024). Foto dokumentasi Kementerian Sekretaris Negara .
Politik
Rabu, 23 April 2025 19:30

Kenapa Prasetyo ditunjuk jadi jubir Prabowo?

Perpres pembentukan Kantor Komunikasi Presiden (PCO) saat ini juga tengah digugat ke Mahkamah Agung.
swipe

Presiden Prabowo Subianto menunjuk Menteri Sekretaris Negara (Menseneg) Prasetyo Hadi sebagai juru bicara (jubir) presiden. Selain Prasetyo, politikus Gerindra Angga Raka dan Wamensesneg Juri Ardiantoro juga diproyeksikan untuk jadi juru bicara Istana Kepresidenan.

Penunjukkan Prasetyo menimbulkan tanda tanya mengenai eksistensi Kantor Komunikasi Presiden (PCO) yang dipimpin Hasan Nasbi. Sebagai Kepala PCO, Hasan juga berstatus sebagai jubir Prabowo. PCO juga sudah mengangkat sejumlah tokoh untuk jadi jubir Istana. 

Namun, Prasetyo membantah posisinya sebagai jubir ini akan menggerus peran PCO. Ia juga menepis anggapan PCO sedang dievaluasi karena persoalan kinerja di bidang komunikasi publik. 

"Ini hanya untuk memperkuat. Itu kan kewajiban kita dan kalau ada yang dianggap kurang, itulah nanti kita perbaiki," kata Prasetyo kepada wartawan di Jakarta, belum lama ini. 

Hasan Nasbi sempat dikritik karena komentarnya ketika menanggapi kiriman kepala babi ke kantor Tempo di Palmerah, Jakarta, medio Maret lalu. Ia menyarankan agar kepala babi yang dianggap simbol intimidasi itu supaya dimasak saja.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai penunjukan Prasetyo sebagai jubir merupakan upaya Prabowo untuk memperbaiki komunikasi politik pemerintah. Ia menduga Prabowo kecewa pada performa Hasan Nasbi sebagai jubir. 

"Mensesneg (Prasetyo Hadi) merupakan tokoh lama yang jauh lebih mengenal Prabowo, meskipun, dari sisi kritik, tidak seharusnya Mensesneg merangkap juru bicara," kata Dedi kepada Alinea.id, Senin (19/4).

Peralihan peran dominan jubir presiden dari Hasan Nasbi kepada Prasetyo, lanjut Dedi, menandakan Prabowo ingin menata ulang lingkaran Istana dengan orang-orang terdekatnya. Prasetyo dan Angga Raka ialah kader Prabowo di Gerindra.

Terlepas dari nuansa politik yang menyertai penunjukan Prasetyo sebagai jubir, Dedi berpendapat eksistensi PCO juga perlu dipertanyakan. Terlebih, saat ini muncul gugatan terhadap regulasi yang mengatur keberadaan PCO di Mahkamah Agung (MA).

"Presiden seharusnya menunjuk juru bicara secara khusus dan tanpa perlu kantor seperti PCO. Dengan kondisi saat ini, diperlukan tokoh profesional yang komunikatif dan tentu memiliki kapasitas dan pengetahuan terkait komunikasi politik istana," kata Dedi.

Uji materiil terhadap Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2024 tentang Kantor Komunikasi Kepresidenan diajukan oleh Windu Wijaya ke MA, Kamis (17/4) lalu. Adapun obyek uji materiil yang dipersoalkan adalah Pasal 3, Pasal 4, Pasal 48 Ayat (1), dan Pasal 52.

Dalam petitumnya, pemohon antara lain meminta MA untuk menyatakan bahwa Perpres No 82/2024 tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. MA juga diminta memerintahkan Presiden Prabowo untuk mencabut Perpres No 82/2024.

Analis politik dari Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) Ahmad Chumaedy sepakat Prabowo mempekuat komunikasi publik pemerintahannya dengan menunjuk Prasetyo sebagai jubir. Pernyataan kontroversial Hasan Nasbi saat menanggapi kiriman kepala babi ke Tempo jadi salah satu pemicunya.

"Mau tidak mau dibutuhkan penguatan posisi jubir resmi pemerintah. Dengan munculnya Prasetyo Hadi sebagai figur yang lebih menonjol dalam peran juru bicara dapat dilihat sebagai bagian dari konsolidasi komunikasi resmi negara. Ini bisa jadi strategi untuk menghadirkan suara yang lebih steril secara institusional," kata pria yang akrab disapa Memed itu kepada Alinea.id.

Memed juga berpendapat sedang ada regrouping di lingkaran kekuasaan. Dalam situasi seperti ini, bukan peran PCO dipertanyakan dengan dalih memperkuat komunikasi politik agar lebih kohesif dan terkontrol.

"Jadi, apakah ini bentuk penyingkiran pelan-pelan? Bisa jadi, iya. Namun, dalam konteks bahwa pemerintah sedang berupaya membangun narasi yang solid dan menghindari friksi komunikasi," kata Memed.

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan