sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ketentuan baru JHT dinilai menghambat hak pekerja

DPR minta adanya peninjauan kembali Permenaker Nomor 2 Tahun 2022.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Rabu, 16 Feb 2022 09:24 WIB
Ketentuan baru JHT dinilai menghambat hak pekerja

Anggota Komisi IX DPR Alifudin meminta pemerintah meninjau kembali Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 yang menuai polemik. Menurutnya, aturan yang memperbolehkan pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) hanya bisa dilakukan saat usia pekerja mencapai 56 tahun ini menghambat hak-hak pekerja.

"Salah satu manfaat JHT sebelum Permenaker 2 Tahun 2022 ini, secara langsung diterima oleh Mbak Parni, buruh tekstil di Karanganyar yang mengalami PHK pada pertengahan 2021 lalu. Ia menerima JHT sebesar Rp9,1 juta dan dimanfaatkan untuk biaya kuliah anaknya," kata Alifudin dalam keterangannya, Rabu (16/2).

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan pada Desember 2021, terdapat 72.983 pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat dampak pandemi Covid-19. Sehingga, kata dia, manfaat JHT kepada para pekerja yang di-PHK sangat dibutuhkan saat ini. 

Alifudin menegaskan, hingga saat ini, simpanan JHT masih menjadi penopang utama bagi para pekerja yang mengalami PHK untuk melanjutkan kehidupan mereka, di samping mereka menerima pesangon. Nilai pesangon itu sendiri tergerus drastis oleh Undang-Undang Cipta Kerja.

"Sampai  bulan Desember 2021, BPJamsostek melaporkan kepada DPR bahwa klaim JHT didominasi oleh 55 persen pekerja yang mengundurkan diri, 36 persen pekerja yang di-PHK, dan 3 persen pekerja yang sudah usia pension," ujar politikus Partai Keadilaan Sejahtera (PKS) ini.

Alifudin menegaskan, fraksi PKS menyesalkan terbitnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 dan dinilai sangat tidak berpihak pada rakyat, khususnya kaum pekerja. Dengan membatasi pencairan JHT pada usia 56 tahun membuat pekerja yang di-PHK terlunta-lunta tanpa ada yang bisa menanggung.

Dia menambahkan, penolakan masyarakat terhadap Permenaker Nomor 22 Tahun 2022 juga sangat masif. Dalam petisi online, hanya dalam tiga hari, penolakan terhadap aturan tersebut sudah mencapai angka lebih dari 300 ribu dukungan. 

"Sangat jarang sebuah isu bisa mendapat perhatian yang besar dari masyarakat," ucapnya.

Sponsored

Sebelumnya, Menaker Ida Fauziyah menyebut program JHT dimaksudkan untuk kepentingan jangka panjang demi menyiapkan para pekerja di usia yang sudah tidak produktif atau dalam masa tua.

"Sesuai namanya Program JHT adalah merupakan usaha kita semua untuk menyiapkan agar para pekerja kita di hari tuanya, di saat sudah tidak bekerja, mereka masih dapat melanjutkan kehidupannya dengan baik," ujar Ida Fauziyah dalam keterangan virtual Senin (15/2).

Dia juga menyebut, sejak awal memang program JHT sudah dipersiapkan untuk kepentingan jangka panjang. Menurut Ida, untuk kepentingan jangka pendek sudah terdapat beberapa program lain seperti yang terbaru Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk membantu para pekerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).

Terkait ketentuan JHT diberikan kepada peserta yang mencapai usia 56 tahun, Ida mengatakan ketentuan itu tidak berlaku untuk peserta yang meninggal dunia atau mengalami cacat total tetap. Bagi peserta yang meninggal dunia maka dapat diklaim oleh ahli waris dan untuk yang dalam kondisi cacat total tetap maka klaim dapat diajukan setelah adanya penetapan catat total tetap.

Ida menegaskan, sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bahwa klaim dapat dilakukan sebagian dengan jangka waktu tertentu. Klaim dapat dilakukan ketika peserta telah mengikuti Program JHT paling minimal 10 tahun dengan besaran yang dapat diambil adalah 30 persen dari manfaat JHT untuk pemilikan rumah atau 10 persen dari manfaat JHT untuk keperluan lainnya dalam rangka persiapan masa pensiun.

"Apabila manfaat JHT kapanpun bisa dilakukan klaim 100 persen maka tentu tujuan Program JHT tidak akan tercapai," katanya.

Berita Lainnya
×
tekid