sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Indonesia bisa kebanjiran permintaan gas dan batu bara karena konflik Rusia-Ukraina

Terganggunya pasokan batu bara dari Rusia untuk China juga akan mendatangkan pembeli beralih ke Indonesia.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Kamis, 03 Mar 2022 17:59 WIB
Indonesia bisa kebanjiran permintaan gas dan batu bara karena konflik Rusia-Ukraina

Konflik Rusia dan Ukraina dapat lebih menyibukkan dunia maritim dan pelaut Indonesia. Hal itu terjadi apabila konflik sampai berujung pada terjadinya penutupan jalur pipanisasi minyak dan gas menuju negara-negara Uni Eropa, serta sanksi ekonomi yang ditujukan kepada Rusia yang menyebabkan kegiatan ekspor batu bara Rusia menjadi terhambat.

"Terlepas dari kita tidak mendukung sama sekali adanya perang di dunia ini, perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina ini dapat memberi dampak positif bagi dunia kemaritiman Indonesia," ujar pengamat maritim Marcellus Hakeng Jayawibawa dalam keterangannya, Kamis (3/3). 

"Termasuk juga tentunya bagi para pelaut Indonesia, karena pastinya dengan naiknya kebutuhan distribusi BBM, Gas dan batu bara ke Eropa serta China yang nantinya akan menggunakan kapal, maka akan berimbas peningkatan kebutuhan pelaut yang akan bekerja di atas kapal di mana tentunya pelaut Indonesia bisa bekerja di atasnya," sambung dia.

Marcellus menjelaskan, penutupan jalur pipa gas itu di satu sisi dapat dimanfaatkan oleh negara Indonesia dengan menjadi pemasok kebutuhan gas pengganti. Pangkalnya, 30% total kebutuhan gas Uni Eropa dipenuhi dari Rusia yang pengirimannya dilakukan melalui jalur pipa. 

Dia menuturkan, terganggunya pasokan batu bara dari Rusia untuk China juga tentunya akan berdampak besar. Sebab, Rusia yang merupakan negara eksportir batu bara nomor dua ke China, saat ini menemui kesulitan untuk dapat melakukan proses jual beli batu baranya lantaran sanksi ekonomi yang diberikan oleh Amerika dan sekutunya. 

"Di sini kita bisa berperan dalam distribusi crude oil, batu bara ataupun LNG. Jadi, harusnya kita bersiap, baik dari sisi komoditasnya maupun kapal-kapal pengangkutannya," tegas Marcellus.

Oleh karena itu, Marcellus yang juga pendiri dan pengurus perkumpulan Ahli Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (AKKMI) ini mendorong Indonesian National Shipowners Association (INSA) untuk dapat melihat serta memanfaatkan peluang ini. Misalnya, dengan mendorong anggota INSA menyediakan kapal-kapal pengangkut crude oil, batu bara maupun LNG.  

"Pemerintah Indonesia juga harus bisa mendorong INSA untuk mengambil peluang ini. Pemerintah harusnya dapat melakukan pemetaan terkait peningkatan kebutuhan batu bara dalam waktu dekat dari Eropa dan China serta meminta para pengusaha batu bara untuk melakukan persiapan mengantisipasinya," katanya.

Sponsored

Sebagai gambaran, sambung dia, negara Italia melalui Perdana Menteri Mario Draghi menyatakan akan mengaktifkan kembali pembangkit batu bara akibat dari kenaikan harga gas alam di Eropa. Italia merupakan salah satu negara yang bergantung pada pasokan gas dari Rusia. Sebab, 45% gas diimpor dari Rusia dan mengalami peningkatan sekitar 27% dalam 10 tahun terakhir.

Di sisi lain, kata dia, pengusaha batu bara Indonesia berpeluang melakukan perdagangan batu bara dengan Italia atau negara Eropa lainnya. Apalagi Indonesia tercatat sebagai negara keempat di dunia sebagai pengekspor batu bara.  Dengan begitu, secara tidak langsung akan menghidupkan pula bisnis pengangkutan kapal batu bara. Selain itu juga membuka peluang bagi pekerja kapal atau pelaut Indonesia mengoperasikan kapal-kapalnya. 

Namun demikian, Marcellus.yang pernah menjadi nahkoda di atas kapal-kapal super tanker milik PT Pertamina ini mengingatkan pemerintah untuk mengantisipasi pemilik kapal serta biro-biro penempatan tenaga kerja pelaut, ketika kapal melewati area war risk zone (WRZ).

"Bagi pelaut yang bekerja di atas kapal yang melayani rute yang sedang berkonflik, maka mereka berhak atas asuransi WRZ bagi kapal dan ABK-nya. Selain itu juga harus ada WRZ allowance bagi pelaut yang melintasi wilayah konflik tersebut," katanya.

"Penting juga bagi kita semua untuk memahami bahwa terdapat potensi kapal yang sedang berlayar ditangkap oleh otoritas dari salah satu pihak yang sedang bertikai jika berlayar dengan kapal berbendera dari  salah satu negara yang bertikai tersebut. Dan jika tertangkap, maka terdapat kemungkinan menjadi tahanan perang. Ingat kasus yang terjadi terhadap kapal Rwabee yang sedang berlayar ditangkap pemberontak Houthi sehingga ABK kapal tersebut dijadikan tahanan perang," pungkas dia.

Sekedar informasi, konflik Rusia Ukraina yang telah berlangsung sepekan mulai berpengaruh terhadap kenaikan harga minyak dan gas. Dilansir dari data London Stock Exchange, harga gas naik menjadi USD1.600 per 1.000 kubik meter pada 24 Februari akibat ketegangan di kawasan tersebut.

Gejolak kenaikan harga bukan hanya terjadi pada gas, tapi harga minyak di pasaran internasional di sesi perdagangan hari  Selasa, 1 Maret 2022, juga terkerek naik di atas USD100 per barel. Sebut saja harga minyak mentah Brent di London ICE Futures Exchange untuk pengiriman April tercatat naik USD3,06 atau 3,1%, menjadi USD100,99 per barel. 

Begitu pula dengan West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange naik USD4,13, atau 4,5% menjadi USD95,72 per barel untuk pengiriman April.

Tidak berhenti di situ, imbas konflik kedua negara tersebut juga turut berpengaruh terhadap bisnis pelayaran, baik wisata maupun angkutan logistik, yang menuju ke kedua pelabuhan negara yang sedang bertikai. 

Bahkan, Grup Maersk pada 24 Februari secara resmi menghentikan operasional kantornya di Odessa yang berlokasi di pantai Laut Hitam (Black Sea). Sehari kemudian menyusul perusahaan Pelayaran COSCO (China) yang menghentikan sementara aktivitas layanan ke Ukraina.

Berita Lainnya
×
tekid