Konflik Wadas, pemerintah diminta tak tebang pilih jalankan UU Minerba
Pemerintah harus tegas dan adil kepada siapapun dalam menegakkan aturan.

Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, meminta pemerintah menutup lokasi penambangan batu andesit di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, karena ditengarai tidak mempunyai izin.
Mulyanto menegaskan, pemerintah harus tegas dan adil kepada siapapun dalam menegakkan aturan. Hal itu sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
"Jangan karena penambangan tersebut untuk keperluan pembangunan Waduk Bener, yang merupakan proyek strategis nasional (PSN), maka pemerintah menjadi longgar dalam hal perizinan," kata Mulyanto kepada Alinea.id, Jumat (11/2).
Mulyanto menegaskan, pemerintah jangan tutup mata dengan pelanggaran ini. Bila benar usaha penambangan andesit di Desa Wadas belum berizin, seperti yang disampaikan Direktur Pembinaan Program Minerba Kementerian ESDM, maka harus dianggap sebagai perbuatan ilegal.
"Karena itu harus ditindak. Bukan malah didiamkan dan dicarikan pembenaran," ujar dia.
Dia menambahkan, pemerintah harus memberi contoh yang baik bagi masyarakat. Jangan karena ini proyek Pemerintah, maka boleh melanggar hukum.
"Kalau itu berlanjut akan menjadi preseden buruk di dunia pertambangan kita," kata Mulyanto.
Dia pun meminta Kementerian ESDM segera meninjau lokasi penambangan di Desa Wadas untuk memastikan data-data tersebut karena jelas terindikasi melanggar syarat-syarat perizinan dan praktek penambangan yang baik.
Diketahui, masyarakat Desa Wadas menolak penambangan batuan andesit ini, karena merusak 28 mata air yang menjadi sumber kehidupan mereka. Menurut Mulyanto, batuan andesit termasuk golongan batuan (namun tidak termasuk batuan jenis tertentu), sehingga pengusahaannya memerlukan perizinan berusaha dari pemerintah pusat.
"Untuk itu penambang harus mengajukan permohonan wilayah pertambangan batuan. Setelah keluar baru mengajukan Permohonan IUP (izin usaha penambangan) batuan kepada Menteri," katanya.
Sebelumnya, Direktur Solusi dan Advokasi Institut (SA Institut), Suparji Ahmad menegaskan, proyek Pembangunan Strategis Nasional (PSN) harus memperhatikan hak-hak dasar masyarakat. Hal ini diungkap Suparji dalam menyoroti konflik agraria di Wadas, Purworejo, Jawa Tengah. Ia menegaskan, masyarakat juga harus memahami PSN yang berorientasi untuk kepentingan umum.
"Proyek PSN sangat bagus digulirkan demi pembangunan nasional. Namun mekanisme PSN tidak boleh bertentangan dengan hak-hak dasar masyarakat atas tanah itu sendiri. Proyek PSN harus menghormati hak dasar masyarakat dan sesuai prosedur yang berlaku," kata Suparji dalam keterangannya, Jumat (11/2).
Menurut Suparji, para pemangku kepentingan dari tingkat pusat sampai daerah harus merumuskan solusi atas masalah di Wadas. Solusi tentu yang bisa diterima oleh warga, bukan dengan represifitas.
"Solusinya mengacu pada kepentingan negara dan warga setempat secara proporsional dan prosedural. Kehadiran aparat kepolisian, harus mengayomi warga setempat," tuturnya.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Jerat narkotika di kalangan remaja
Jumat, 24 Mar 2023 06:10 WIB
Sengsara warga tatkala banjir jadi tradisi di Bekasi
Kamis, 23 Mar 2023 06:19 WIB